Kenangan indah akan sosok orang yang dicintai, tetap akan tergambar didalam hati. Walaupun ia sudah pergi jauh, meninggalkan untuk selama-lamanya.
Tidak ada yang bisa menentang kuasa Tuhan, apalagi berusaha melakukan negosiasi atas keputusan yang sudah ditetapkan.
Semua hanya bisa menerima pasrah, akan kepergian sosok ramah, dan penuh cinta. Menurut Isabella, hanya neneknya seorang yang mencintainya. Dan satu-satunya alasan bagi Isabela untuk terus bertahan, dan menjadi sosok yang kuat.
Hari itu hujan turun dengan deras, awan gelap yang kelabu dengan cepat sudah menutup semua permukaan langit yang tadinya cerah.
Seorang anak perempuan berusia empat belas tahun, menatap sedih kearah batu nisan berwarna hitam. Padahal baru kemarin ia merayakan ulangtahunnya, bersama dengan satu-satunya orang yang menyayanginya. Orang yang selalu menemaninya dalam tidur, dan membacakan dongeng sebelum tidur.
"Hk... hk... hk..."
Isabella tidak kuasa lagi menahan Isak tangisnya, pria yang ada disampingnya dan juga merupakan ayah Isabela hanya terdiam dan menunduk tanpa berucap.
David tidak terlalu menghiraukan tangisan putrinya, atau sebenarnya dia juga tidak peduli jika Isabella sedang dalam keadaan rapuh dan sedih mendalam.
"Nana, aku akan sangat merindukanmu? Apakah kau akan merindukanku juga di surga?" Tanya Isabella dengan lirih dan sedih.
Kumpulan orang-orang berjas hitam, semakin lama semakin berkurang. Karena hujan turun dengan deras, tapi seorang pengawal pribadi tetap merentangkan payung besar hitam, untuk menaungi David dan juga Isabela.
"Nana... aku ingin kau kembali!" Teriak Isabella histeris.
"Bella! Tidak ada gunanya kau terus menangis! Nenek sudah tidak ada, dan dewasalah! Kau bukan lagi seorang bayi kecil!" Ucap Dimas lantang, dia tidak mau memahami kesedihan putrinya saat itu.
"Aku benci ayah! Aku benci ayah! Kenapa bukan ayah saja yang mati! Kenapa harus Nana!" Balas Isabella.
Dia sudah tidak peduli dengan semua tatakrama anak terhadap ayah yang seharusnya. Yang ia tahu adalah bagaimana cara meluapkan emosi yang sudah memuncak, kepada ayahnya sendiri.
"Terserah kau saja! Aku tidak peduli!" Ucap David bersungguh-sungguh.
"Nona Isabela, mari kita masuk kedalam mobil saja. Hujan semakin besar, ayo ikut saya." Ajak pengawal pribadi Isabela, menyentuh bahu anak perempuan tersebut.
Tapi Isabela terlalu kecewa bercampur dengan amarah, ia menghempas kasar pegangan tangan Randy. "Nona, jangan seperti itu... Ayo kita masuk." Ucap Felix masih berusaha membujuk.
"Felix! Biarkan saja kalau dia tidak mau masuk kedalam mobil! Biarkan dia merasakan bagaimana dinginnya air hujan, atau biarkan saja ia mati perlahan ditempat ini!" Bentak David yang tidak memiliki perasaan, dengan tega berucap seperti itu pada putrinya sendiri.
"AKU BENCI AYAH!!"
Isabela berlari berlawanan arah, terus saja ia menerobos hujan deras. Tidak peduli dengan rambut cokelatnya yang panjang, mulai basah dan lepek seketika. Felix memanggil namanya dari kejauhan, tapi Isabella tidak mempedulikannya sama sekali.
Terus saja Isabella berlari, dengan derai air mata yang bercampur dengan air hujan yang semakin deras. Langkah kaki Isabella terhenti pada sebuah pohon rindang, berteduh dibawahnya dan masih melanjutkan kesedihannya.
"Aku hanya memiliki Nana, kenapa Kau harus mengambilnya? Kenapa Kau tidak mengambil nyawa ayahku yang kejam? Kenapa harus Nana? Kenapa!" Teriak Isabella, bersamaan terdengar suara gemuruh petir yang kencang. Seakan-akan menjawab pertanyaan Isabella saat itu.
Dia pun mengeluarkan sebuah batu berwarna biru yang indah, baru saja ia keluarkan dari dalam sakunya.
"Nana... kau bohong, ini bukan batu ajaib! Ini hanya batu biasa! Ini hanya sampah!" Isabela melempar jauh batu kecil kearah depannya.
Kembali Isabella berteriak kencang, dan tidak lama kilau cahaya terang segera muncul dari langit kelabu yang memecah. Bahkan Isabella harus menutup wajahnya, karena kilau cahaya yang terang itu mulai mendekat kearahnya.
"Apa itu?" tanyanya bingung.
"Kau mau ambil nyawaku?! Ambil saja! Aku tidak peduli, setidaknya aku tidak perlu bertemu dengan ayahku!"
Kilat cahaya itu benar-benar menerpa tubuh Isabela.
Anehnya Isabella merasakan ada kejutan listrik, yang menjalar pada setiap anggota tubuhnya. Setelahnya ia hanya tidak sadarkan diri, dan tubuh Isabela terkulai lemah dibawah pohon rindang.
***
David Mahendra seperti sedang bermimpi malam itu, mimpi yang sulit untuk dijelaskan karena ada banyangan masa lalunya yang kembali muncul. Dan rasa amarah mulai ia rasakan.
"Arghh..!" David segara saja beranjak dari bangunnya.
Pria tampan berusia tiga puluh tiga tahun itu belum membuka kedua matanya. Ia duduk pada tepi tempat tidur, seraya mengusap kedua matanya perlahan.
"Aku tidak minum semalam, tapi kenapa kepalaku terasa sangat pusing?" Batinnya dengan heran.
Sambil berjalan Dimas perlahan membuka kedua matanya, dia melihat dinding kamarnya yang berwarna merah muda.
"Apa-apaan ini? Apa aku mabuk? Apa semalam aku benar-benar minum?" Ucapnya pelan, seraya mengerjapkan matanya berkali-kali.
"Hah... suaraku?" David menggelengkan matanya dengan bingung, karena kenapa suaranya berubah? Menjadi lebih feminim, dan mirip sekali dengan suara Isabella?
"Apa-apaan ini? Ada apa dengan suaraku? Dan kenapa aku berada dikamar Bella?" David berjalan dengan linglung, sampai ia terhenti tepat didepan cermin helokitty berwarna merah muda dengan bentuk oval yang besar.
Kedua mata David melebar seketika, melihat pantulan dari cermin membuatnya segera melangkah mundur dan menabrak beberapa kotak mainan.
Bagaimana dia tidak terkejut, karena dia melihat dirinya bukanlah dirinya, melainkan wajah putrinya! Tidak hanya itu saja, bahkan tubuh Isabella sedang ia raba dengan gusar, piyama merah muda terang sedang ia kenakan.
"Aaaaarrggghhh.....!!!!"
Teriak David kencang karena ia baru saja menampar dirinya sendiri dengan keras.
"Sial, ini sakit! Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Kenapa aku bisa berubah menjadi Isabella?" Umpatnya kesal.
David berlalu meninggalkan kamar putrinya, langkah kaki yang kecil ini dipaksakan agar bisa berjalan cepat. Beberapa kali dia harus tersandung dengan kaki milik Isabella, karena David memang belum terbiasa menjadi anak perempuan berusia empat belas tahun.
"Gila... ini gila! Ini tidak nyata!" Kalimat tersebut yang terus keluar dari mulutnya.
"Sedikit lagi David, kau akan sampai pada kamarmu sendiri! Dan kau akan tahu kalau ini hanya mimpi buruk!" David mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Di arah yang berlawanan, terdengar langkah kaki yang lebih berat. Berjalan mendekat kearah David dengan tergesa-gesa.
Jika dilihat bagaimana cara pemilik kaki itu berjalan, layaknya orang yang sedang kesulitan melangkah.
Beberapa saat yang lalu, Isabella baru saja terbangun di kamar ayahnya. Terkejur dan sadar jika saat ini dirinya berada pada tubuh ayahnya.
"Tidak mungkin!"
Hal itu juga yang sedang Isabella pikirkan, tidak mungkin dia bertukar tubuh dengan ayahnya, orang yang sangat ia benci seumur hidupnya.
Terus saja Isabella berjalan, "Ternyata tubuh ayah sangat berat, huh... bagaimana orang sekurus itu bisa punya berat badan seperti ini?" gerutu Isabella.
Akhirnya masing-masing dari pemilik tubuh bertemu, kedua pasang mata itu saling memandang dengan keji. Mereka bisa melihat diri mereka sendiri, dan bersamaan mereka juga menyentuh tubuh masing-masing.
"Ayah?!" Seru Isabela dengan suara David.
"Bela?!" Seru Dimas bersamaan dengan suara putrinya.
Selanjutnya mereka berdua memekik bersamaan, perasaan yang mencelos dan tidak nyaman. Ketika tahu apa yang mereka alami adalah sebuah kenyataan, bahwa jiwa mereka tertukar pada tubuh yang salah.