Chereads / Yes, Nona / Chapter 14 - Rencana Leon

Chapter 14 - Rencana Leon

Waren baru saja tiba di apartemen Franz. Pria itu berjalan dengan santai menuju ke kamar milik majikannya. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Jam sudah menunjukkan pukul dua malam. Waren berpikir kalau kini sudah saatnya wanita yang ia pesan untuk pergi meninggalkan Franz sebelum esok pagi Franz bangun dan murkah karena ada wanita asing di samping tubuhnya.

Waren menghentikan langkah kakinya saat sudah tiba di depan kamar apartemen milik Franz. Pria itu mengeluarkan kartu yang bisa digunakan untuk membuka kunci kamar tersebut. Dengan langkah yang sangat tenang, Waren masuk ke dalam kamar. Ia menutup kembali pintu kamar dengan sangat pelan hingga tidak terdengar suara apapun.

Langkahnya terhenti saat Waren baru saja melangkahkan beberapa meter. Kamar itu tidak lagi sama dengan keadaan dua jam yang lalu. Pecahan kaca dimana-mana. Bahkan beberapa anggur merah yang masih terisi penuh juga pecah hingga membuat cairan itu berserak di permukaan lantai.

Waren memberanikan diri untuk memeriksa kamar Franz. Namun, saat tangannya menggenggam handle pintu kamar, tiba-tiba saja ia melihat Franz berdiri di balkon. Waren mengurungkan niatnya untuk memeriksa isi kamar. Pria itu jauh lebih tertarik untuk memeriksa keadaan Franz malam itu.

Franz berdiri di balkon sambil memegang besi balkon. Ia mengenakan celana pendek dengan dada terbuka. Angin yang dingin tidak membuat keinginan di dalam hati Franz untuk masuk ke dalam. Pria itu terlihat asyik menikmati malam di kota Jakarta.

"Tuan, apa Anda baik-baik saja?" ucap Waren penuh hati-hati. Selangkah demi selangkah, Waren memberanikan diri untuk mendekati posisi Franz berdiri.

"Aku tidak ingin menyentuh wanita lain selain dia. Apapun caranya, aku ingin dia menjadi milikku!" ucap Franz sambil meneguk air putih yang ada di genggaman tangannya. Sepertinya pria itu telah sadar dan tidak mabuk lagi. Waren bisa melihat jelas dari rambut Franz yang basah. Bahkan pria itu terlihat baru saja selesai mandi hingga penampilannya jauh lebih segar dari sebelumnya.

"Baik, Tuan. Saya akan memikirkan cara untuk itu," ucap Waren dengan suara yang pelan. Pria itu memutar kepalanya dan mencari-cari wanita yang ia kirimkan untuk menghibur Franz malam itu.

"Bereskan wanita itu!" perintah Franz sebelum meletakkan gelas kosongnya di besi balkon. Pria itu memutar tubuhnya dan berjalan masuk. Ia melangkah dengan santai menuju ke kamar tidur miliknya.

Waren masih memikirkan perkataan Franz dengan cermat. Pria itu berusaha memahaminya. Ia menatap gelas kosong milik Franz dan berpikir sejenak. "Sebenarnya apa yang telah terjadi?" gumam Waren di dalam hati.

Waren mengambi gelas kosong itu agar tidak terjatuh ke bawah. Akan sangat berbahaya jika gelas itu sampai jatuh dan terkena orang lain yang sedang lewat di bawah. Waren membawa gelas kosong itu ke dapur. Betapa terkejudnya Waren saat melihat wanita yang ia bayar telah tergeletak dengan tubuh bersimbah darah. 

Waren meletakkan gelas itu di atas meja. Ia berjalan mendekati wanita tersebut untuk memeriksa keadaannya. Waren memegang pergelangan tangannya dan memeriksa denyut nadi wanita itu. Betapa terkejudnya Waren saat mengetahui kalau wanita itu sudah tidak bernyawa.

Waren memandang ke arah kamar yang dimasuki Franz. Ia menyesal sudah memutuskan hal seperti itu. Seandainya saja ia tidak mengirim wanita itu untuk menyenangkan Franz, mungkin saja wanita itu masih hidup detik ini juga.

Waren mengambil ponsel dari dalam saku. Pria itu menghubungi anak buahnya untuk membereskan wanita yang sudah tidak bernyawa itu. Waren sendiri tidak ingin repot dan bersusah-susah mengurus tubuh wanita yang sudah tidak brnyawa itu. Kini yang ada di pikiran Waren adalah membersihkan semua kekacauan yang ada tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Waren tidak ingin reputasi Franz rusak hanya gara-gara hal seperti itu.

Franz berbaring di atas tempat tidur sambil memandang langit-langit kamar. Ia kembali mengingat apa yang sudah ia lakukan kepada wanita yang berusaha menyenangkan hatinya itu. Franz menghela napasnya. Ia berusaha memejamkan mata walau terasa sangat sulit.

Satu jam yang lalu.

Franz terbangun dengan kepala yang sangat berat. Betapa kesalnya pria itu saat meihat wanita yang berbaring di sampingnya. Wanita itu adalah wanita yang tidak ia kenali. Dengan wajah mengumpat kesal, Franz menyingkirkan selimut yang ada di atas tubuhnya. Franz berusaha berjalan ke arah kamar mandi. Ia ingin membersihkan tubuhnya.

Namun, deringan telepon menahan langkah kaki Franz. Pria itu memutar tubuhnya dan berjalan kearah meja. Ia melihat ponsel itu bukan miliknya. Franz melirik tubuh wanita yang berbaring di atas tempat tidur sebelum mengangkat panggilan telepon tersebut.

"Kerja yang bagus. Aku ingin kau mengirim lebih banyak lagi foto pria itu. Aku ingin Nona semakin benci dengannya."

Franz menurunkan panggilan teleponnya itu dengan tangan terkepal kuat. Ia kenal betul suara pria yang kini menghubungi wanita tersebut. Franz menatap wanita itu dengan tatapan membunuh. Franz tidak ingat apapun yang sudah ia lakukan dengan wanita tersebut. Tadinya ia tidak lagi mau mempermasalahannya. Bahkan Franz sendiri memutuskan untuk mandi dan berendam agar pikirannya jauh lebih tenang. Tidak di sangka, suara Leon malam itu membuat suasana hatinya kembali kacau.

Franz mendekati tempat tidur dan menjambak rambut wanita itu. Dengan kasar ia menarik tubuh wanita itu hingga terjatuh di permukaan lantai.

Wanita tersebut meringis kesakitan. Ia memandang wajah Franz dengan wajah ketakutan. "Tuan, apa yang sudah Anda lakukan? Maafkan saya, Tuan. Saya akan melayani Anda. Tapi, mohon jangan lakukan hal ini pada saya."

Mendengar kata yang terucap dari bibir wanita itu, membuat Franz sadar kalau ia belum melakukan apapun dengan wanita yang kini ada di hadapannya. Franz sedikit lega. Namun, karena ia baru saja tahu kalau wanita itu adalah musuh yang dikirimkan Waren untuk menjebaknya, Franz tidak lagi memiliki simpati. 

"Beraninya kau bekerja sama dengannya!" ucap Franz dengan emosi tertahan. Pria itu menyeret paksa wanita tersebut agar keluar dari kamarnya. 

Setelah berada di luar kamar, Franz menghempaskan tubuh wanita itu di permukaan lantai. Franz melempar botol minuman yang tertata rapi di atas meja. Ia benar-benar emosi. Franz mengambil botol yang telah pecah. 

Wanita itu merinding dan sangat ketakutan ketika melihat Franz marah. Ia melangkah mundur dengan tangan terkatup. "Tuan, ampuni saya," lirihnya dengan tetes air mata.

Tapi, Franz tidak tergerak hatinya. Pria itu melayangkan botol tersebut di kepala wanita yang ia anggap musuhnya. Setelah membuat luka di kepala wanita itu, Franz mendorong tubuhnya. Sekali lagi kepala wanita itu terbentur ujung lemari yang begitu runcing. Ia tidak lagi sadarkan diri. Tubuhnya dipenuhi dengan darah yang mengalir dengan begitu deras. Franz pergi meninggalkan wanita itu tanpa peduli dengan nyawa wanita itu lagi lagi.