Chereads / The Black Swan Behind (Bahasa Indonesia) / Chapter 9 - Hal Tidak Terduga

Chapter 9 - Hal Tidak Terduga

Keributan besar terjadi di luar restoran tersebut.. Atau lebih tepatnya kedai sushi tersebut.

BRAKK!!! Seorang pria terpental hingga menubruk meja di samping mereka dengan punggungnya. Kedua mata Emma semakin membesar. Ia langsung menoleh menuju sumber keributan itu yang adalah dari pintu masuk. Terlihat beberapa pria dengan jaket hitam kulit berlalu lalang, beberapa di antaranya menenteng balok kayu dan tongkat baseball.

"A.. apa yang terjadi?" Tanya Rina takut.

"Sial! Benar-benar sial! Kita harus segera pergi dari sini." Lary terburu-baru bangkit dari duduknya. Ia mendorong Brian yang duduk di sisi luar.

"Berengsek!" Umpat Brian, ketika menyadari seorang pria dengan tongkat baseball melangkah masuk.

"SEMUANYA KELUAR!" Teriak pria itu dengan mengayunkan tongkat ke rak hiasan botol minuman keras yang berada di sampingnya hingga hancur berantakan.

Poppy dan Rina memekik takut sembari melindungi kepala masing-masing dengan lengan. Donny memberi isyarat kepada mereka agar mengikutinya untuk keluar. Sementara keadaan tampak semakin kacau. Emma yang masih bingung apa yang terjadi, mulai menyadari betapa banyaknya anak-anak muda di tempat tersebut. Namun pikiran itu segera ia enyahkan agar bisa lebih fokus menyelamatkan diri. Atau lebih tepatnya menghindar dari masalah.

Begitu hampir meraih pintu keluar, dari ekor matanya, Emma menyadari ada sebuah benda yang melayang ke arah mereka dengan kecepatan penuh. Itu adalah sebuah kursi kayu. Emma segera menghindar sembari melindungi kepalanya dengan kedua lengan. Untungnya kursi tersebut terbang sedikit lebih tinggi di atas kepala mereka. Emma mendesah lega. Tapi ia cukup terkejut ketika menyadari Donny tengah melindungi dirinya.

Emma menatap heran wajah maskulin laki-laki itu yang posisinya saat ini cukup dekat dengan wajahnya. Dan ia serasa ingin muntah ketika Donny memberikan tatapan sok menghanyutkan khas playboy murahan kepadanya. Emma langsung menegakkan tubuhnya untuk menggeser Donny agar segera menyingkir. "Terimakashh.."

Belum juga berucap dengan benar, sesuatu yang mengejutkan justru membuat Emma ternganga. Poppy berdiri di samping Donny. Yang membuat Emma tidak enak hati adalah, kenapa laki-laki itu malah melindungi dirinya ketimbang pacarnya sendiri? Berengsek memang. Dari awal Emma sudah membaca bahwa Donny itu pria playboy yang sok jual mahal agar terlihat keren. Tapi dengan itu, Emma tersenyum hangat mendapati ternyata ada sosok yang tidak terduga kejantanannya. Ia adalah si pecundang Roger. Laki-laki yang bertubuh lebih pendek ketimbang laki-laki lainnya itu ternyata rela berlari dari posisinya yang paling belakang untuk melindungi Poppy yang berada di depan.

Poppy menyadari bahwa pacarnya melindungi Emma yang bisa dibilang jauh lebih cantik dan keren ketimbang dirinya. Namun gadis itu hanya diam saja dan berterimakasih kepada Roger yang langsung salah tingkah. Mungkin laki-laki itu juga tidak menyangka keberaniannya bisa mendadak muncul seperti itu. Padahal kursi yang tadi meroket justru lebih dekat ke arah Poppy.

Begitu keluar dari pintu kedai, tampaklah kerusuhan yang terjadi di jalan Jen Marrie. Kelihatannya jalan itu sedang diserang oleh sekelompok gengster. Mereka memporak porandakan semua tempat hiburan yang ada di sepanjang jalan. Menyeret orang-orang yang berada di dalam untuk keluar. Memukuli siapapun dengan membabi buta.

"Gila! Apa yang terjadi di kota ini?!" Gumam Emma sambil mengikuti langkah cepat ketiga pria sialan yang membawanya kemari.

"I.. itu.. Kelompok itu.. Si.. sial.. kenapa harus mereka?" Donny melangkah mundur. Wajahnya berubah pucat pasi. Ia terus memandang jaket hitam berlogo kepalan tinju yang dikenakan segerombolan pria yang berada di ambang jalan keluar mereka.

Sialnya, salah satu dari pria itu menoleh. Pria tersebut menyipitkan matanya, lalu.. bam! Ia nampak seperti mengenali wajah Donny.

"Oh! Kau kurir mereka!" Ucap pria itu.

"Ti.. tidak. Bukan. K.. kau salah orang!" Sahut Donny.

Pada posisi itu, Emma dan ketiga kawan barunya nampak seperti orang bodoh yang tidak tau apa-apa. Sementara.. Dalam sekejap Donny, Lary, dan Brian sudah berlari kabur meninggalkan mereka.

Tanpa komando, kumpulan pria itu langsung mengejar ketiga laki-laki bermental culun itu. Emma meneguk liurnya yang terasa seperti segenggam batu kerikil. Ia melirik beberapa anggota gangster yang tersisa, sedang menatap mereka sambil menyengir lebar. "Para pecundang itu boleh juga seleranya." cetuk salah satu.

"Kita harus kabur sekarang. Saat aku hitung sampai tiga, segera lari. Ikuti aku." Bisik Emma dengan mata tetap awas menatap lima orang pria di depannya. Teman-temannya mengangguk paham.

"Kau manis juga.." Mereka mendekat.

"TIGA!" Seru Emma.

Emma berlari sekuat tenaga. Tetap sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan tidak ada satupun temannya yang tertinggal. Ia tidak bisa lagi melewati gang gelap yang tadi mereka lewati untuk masuk ke jalan ini. Untungnya mata Emma yang sudah terlatih, cukup jeli. Ia menolehkan kepalanya ke kanan dan menemukan sebuah gang yang merupakan celah dari dua toko.

"Disana!" Ia menunjuk gang itu.

Emma masuk ke celah berbau selokan tersebut terlebih dahulu. Gang itu cukup sempit, tapi ia tetap berlari tanpa lelah. Stamina gadis itu memang terbilang di atas rata-rata. Bahkan jika dibandingkan dengan pria, ia memiliki stamina setara dengan para atlet.

Dalam pelarian mereka menyusuri gang sempit tersebut.. Brughh! Poppy terjatuh karena heels pada sepatunya patah.

"Astaga! Emma! Tunggu!" Seru Rina yang langsung menolong Poppy dibantu Roger.

Emma berbalik untuk melihat apa yang terjadi. "Ck! Sial!" umpatnya. Sementara yang lain sibuk menolong Poppy, ia melihat sebuah tangga yang berada di ujung gang dan menaikinya untuk sampai di jalan selanjutnya. Dahinya berkerut ketika samar-samar mendengar suara obrolan dari beberapa pria.

Dengan sepelan mungkin Emma menaiki tangga tersebut dan merapat ke tembok. Ia mengintip dari balik tembok tanpa cat tersebut.

"Astagaa…" Desahnya, kembali bersembunyi di balik tembok.

Ada tiga orang pria berbalut jaket yang sama dengan para genster tadi, sedang mengobrol sambil merokok. Emma cukup mengingat wajah mereka. Ia ingat wajah-wajah dari kumpulan pria yang mengejar Donny dan kedua kawan berengseknya. Nampaknya mereka berhasil kabur dari para gangster itu.

Emma kembali turun dari tangga untuk mengecek keadaan ketiga temannya. Ternyata mereka masih berusaha membopoh Poppy yang sudah pincang jalannya. Tidak mungkin mereka bisa lewat dengan aman sentosa.

"Sialan! Kenapa aku harus melakukan ini? Aduhh.. haruskah aku melakukannya?" Gumam Emma bimbang. "Masabodo!" celetuknya ketika melihat sebuah botol kaca bekas minuman keras yang ada di pinggiran tembok.

Ia menaikkan kerah turtle necknya hingga panjang ke atas untuk menutupi separuh wajahnya hingga se hidung. Lalu dilemparkannya botol tersebut langsung ke kepala salah satu pria itu dengan kuat. Botolnya seketika pecah di kepala pelontos tersebut.

"Head shoot!" Ucap Emma sambil berlari menuju mereka.

Kedua pria lainnya lantas menoleh dengan tangan berniat mengayunkan tongkat mereka. Namun Emma sudah terbang di langit bagai ninja dan kakinya menendang dada salah satu pria itu hingga ia tersungkur ke belakang. Emma mendarat dalam posisi berjongkok, langsung meraih tongkat pria tadi yang terjatuh ke tanah.

Pria yang belum terluka, tidak menyangka ada seorang wanita menyerang mereka. Ia langsung mengayunkan balok kayunya ke arah kepala Emma. Namun gadis itu dengan cepat menghindar dan mengayunkan kakinya untuk menyelengkat kaki pria itu hingga ia terjatuh ke samping. Setelah itu, Emma mengayunkan tongkat yang berada dalam genggamannya. Buk! Bak! Buk!

"Emma! Bantu kami!" Rina menatap Emma yang muncul dari balik tembok di atas tangga.