"Tapi dia dibantu oleh Jita Kyoei." Ucap pria berkaos putih oblong yang berdiri bersandar di ambang pintu tanpa berniat masuk ke dalam ruangan penuh asap rokok tersebut.
Pablo menggidik bahu "Jita Kyoei tidak suka terlibat masalah. Mereka hanya mementingkan judo, judo, dan judo. Mungkin memang ternyata Troy Roner berteman dengan Calvin Lee." Jawabnya enteng. Lalu ia berdiri dari kursi empuknya dan melangkah menghadap jendela besar yang menampilkan gemerlap warna warni lampu yang terpantul pada wajahnya. Ia menatap pemandangan jalan ramai sibuk yang penuh dengan kemaksiatan.
"Aku belum menganggap mereka sebagai masalah besar yang harus dikhawatirkan. Aku sudah mengenal Tobias Ian cukup lama, bagaimana pola pikir Jita Kyoei, tujuan mereka.. Sejak dulu Dragger tidak pernah bermasalah dengan Jika Kyoei karena aku tidak pernah menyenggol mereka. Hanya itu peraturannya. Jangan menyenggol mereka. Jika ada hal yang membuat mereka menyerang kelompok lain secara ambigu.. Itu pasti adalah hal yang sangat penting bagi mereka. Dan aku tidak melihat adanya hal penting itu." Lanjut Pablo.
"Oh.." Sahut pria itu.
Pedro membalik punggungnya dan menatap pria yang masih berdiri santai itu "Tenanglah, Markus. Kau hanya perlu mencari informasi seperti biasa. Bisnis kita masih berjalan lancar seperti biasa." Ia menyengir lebar dengan membentangkan kedua tangannya di depan jendela penuh gemerlap itu.
***
Emma duduk sendirian di kafeteria kampus. Makanan di hadapannya terlihat tidak enak karena caranya makan yang ogah-ogahan. Ia harus mengaduk berkali-kali makanannya sebelum memasukan satu saja gigitan ke dalam mulut.
Akhir-akhir ini Emma sedang dilanda dilema atas perasaannya sendiri. Setelah menghabiskan seharian penuh harinya untuk berlatih kungfu dan karate, ia menemukan bahwa dirinya sangat merindukan kegiatan itu. Meski begitu, Emma tidak kehilangan sedikit pun minatnya pada tari ballet.
"Jika bisa dua, kenapa harus satu?" Ucap Emma di dalam hatinya. Ini bukan perselingkuhan, kan? Dia hanya memiliki dua hobi. Kenapa harus dianggap sangat sakral?
Tiba-tiba kedua mata teduh itu menangkap sosok yang sudah ia cari-cari berminggu-minggu ini. Seorang gadis bertubuh kurus kecil tengah berjalan dengan nampan berisi makan siang dan duduk di sebuah meja seorang diri. Emma lantas tersenyum lebar melihat pemandangan itu.
Ia langsung bangkit berdiri dengan seluruh makan siang dan tas selempangnya. Lalu melangkah mendekati meja gadis itu, namun satu pemandangan lagi membuat langkahnya terhenti. Seorang pria nampak baru datang juga dengan makan siangnya. Pria itu sedang mencari-cari meja kosong untuk duduk.
Emma semakin tersenyum. Kebetulan apa ini?
"Roger!" Panggilnya. Lalu ia menunjuk pada meja Poppy dengan lirikan mata.
Roger yang terkejut dengan kemunculan Emma yang tiba-tiba di hadapannya, lantas menggeleng setelah melihat meja yang gadis itu tunjukkan. Lebih tepatnya, kepada orang yang duduk di meja itu.
"Poppy.. Apa kami boleh duduk disini?" Emma langsung menghampiri gadis yang baru saja menempelkan bokongnya di atas kursi. Seperti biasa, Poppy terlihat sangat manis dengan balutan dress dan jaket berwarna pastel.
"Hah?" Poppy menatap seorang gadis cantik dengan pakaian modis itu. Ia melirik seorang pria yang berdiri kaku di belakang gadis tersebut dengan gelagat tidak nyaman. "Eum.. Boleh." Jawabnya.
Emma tersenyum senang, "Ayo Roger, duduklah." Katanya sembari duduk di hadapan Poppy.
Roger masih mematung di sana. Ia melirik Poppy sekilas sementara gadis itu juga masih menatapnya. Roger tidak melihat adanya meja kosong. Meja terakhir yang tadi ditinggalkan oleh Emma sudah langsung terisi oleh sekelompok gadis berisik yang gemar bergosip.
"Roger?" Panggil Emma.
Pria itu meliriknya dengan menghela panjang. Namun ia berakhir duduk di meja tersebut.
Bodohnya Emma, ia lupa bahwa dirinya bukanlah pemegang piagam kejuaraan berosialisasi. Kini suasana meja tersebut menjadi sangat canggung karena ketiga orang di dalamnya tidak pandai membuka obrolan.
"Eum.. Sudah lama aku tidak melihatmu di kelas ballet." Ucap Emma sebelum berdehem.
Poppy menatapnya sekilas sebelum kembali fokus pada makan siangnya "Ah.. Iya. Aku memiliki urusan sehingga tidak bisa ikut kelas ballet."
"Oh begitu.. Tapi setelah kelas terakhir hari ini apakah kau akan ikut? Ada banyak gerakan baru yang cukup sulit. Mungkin kau ingin berlatih.." Senyum Emma.
Poppy menatapnya dengan mata ramah lalu mengangguk "Aku hadir hari ini. Trimakasih sudah memikirkanku."
Setelah itu suasana kembali canggung. Namun semua terselamatkan ketika seorang gadis tiba-tiba datang bergabung.
"Wah.. Makan siang hari ini enak sekali, yah! Untung saja aku bertemu kalian. Mungkin aku sudah akan duduk bersama mereka.." Ujar Kathy serampangan sambil menunjuk meja berisi kelompok gadis penggosip dengan dagunya.
"Aku kira hari ini kau tidak masuk?" Tanya Emma. Wajahnya terlihat sangat senang karena ia bisa berkumpul bersama teman-teman kesukaannya.
"Ya.. Tiba-tiba aku merasa sehat dan memutuskan untuk berangkat ke kampus. Ternyata aku tidak salah karena menu hari ini sangat enak." Tawanya. "Oh ya.. Kau siapa?" ia menatap pria yang duduk di samping Emma.
"A.. aku Roger Timothy."
"Aku Kathania Dusk, dari jurusan IT. Kau bisa memanggilku Kathy. Aku ikut kelas ballet bersama Emma dan Poppy. Ngomong-ngomong, rasanya aku tidak pernah melihatmu. Apa kau anak baru seperti Emma?"
Roger menggeleng "Tidak. Aku sudah lama di sini."
"Benarkah? Hem.. Itu berarti aku masih kurang berkeliling." Gumam Kathy, terlihat berpikir.
"Roger satu jurusan denganku. Kami sering duduk bersama." Tambah Emma. Ia merasa bertanggungjawab untuk memperkenalkan Roger lebih lanjut. Jelas saja Kathy tidak pernah melihat Roger, karena pria itu memang seperti bayangan tak terlihat di kampus ini.
"Oh.." Angguk gadis dengan rambut dikuncir asal itu. Lalu ia terlihat teringat sesuatu dan langsung menatap Poppy dengan kedua mata berkantungnya. "Ohya Poppy! Kau kemana saja akhir-akhir ini? Aku sudah bisa mengalahkanmu menari karena kau tidak pernah hadir di kelas."
"Aku ada beberapa urusan." Jawab Poppy dengan tersenyum kaku.
"Urusan? Sepenting itu sampai kau tidak hadir di kelas ballet, yah? Hem.."
Poppy tertawa kecil "I.. iya.. Cukup penting. Itu hanya masalah keluarga."
Emma menatap Poppy dengan segudang pikiran di kepalanya. Ia tau sedikit mengenai masalah yang sedang Poppy hadapi berdasarkan cerita dari Ms. Diana. Namun kelihatannya gadis itu berusaha menutupinya.
Poppy langsung menunduk untuk lanjut makan saat menyadari Roger tengah fokus juga memperhatikannya. Bahkan pria itu sampai kaget sendiri atas apa yang dirinya lakukan. Ia juga reflek kembali makan dalam diam.
"Poppy."
Keempat orang itu langsung menoleh saat sebuah suara besar bergema di samping mereka. Kecuali Kathy yang hanya celingak-celinguk bingung, mereka semua membesar matanya saat melihat ketiga pria tinggi yang tersenyum tipis dengan tatapan khas yang seakan merendahkan.
"Hai Emma!" Sapa Brian dengan senyum lebarnya yang menjengkelkan.
"Kalian berkumpul disini? Boleh kami bergabung?" Tanya Donny dengan menatap Poppy.
Gadis dengan kedua mata besar bening polos itu tidak menjawab. Ia hanya menatap Donny sambil meneguk liur.
"Mungkin kita tidak perlu bertanya pada Poppy, karena dia adalah pacarmu. Kita harus bertanya pada teman-temannya." Ucap Lary.
"Oh? Kau adalah pacarnya Poppy?" Kaget Kathy. Lalu ia menggeser tempat duduknya. "Tentu saja kalian bisa bergabung. Kalian dari jurusan managemen juga, kan? Berarti kalian temannya Emma dan Roger juga." Celotehnya.
Lary tersenyum ramah "Kau benar. Sepertinya kau mengenal kami, ya?" ia lanjut duduk di samping gadis berambut keriting itu.