Chereads / The Black Swan Behind (Bahasa Indonesia) / Chapter 39 - Resiko Memiliki Teman

Chapter 39 - Resiko Memiliki Teman

Emma bersandar seraya menghela panjang mendengar kata-kata Kathy. Itu lagi..

Ia tidak menyangkal, semua orang pasti akan berpikiran yang sama ketika melihat seseorang yang memiliki wajah menarik. Namun mereka hanya melihat luarnya saja. Hanya melihat yang enak-enaknya saja.

"Mungkin kau benar bahwa orang cantik memiliki hidup lebih mudah. Namun ada beberapa hal yang membuat tidak nyaman, yang harus kami hadapi. Terlepas dari bagaimana rupa tiap orang, segala sesuatu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kau hanya perlu menjalani hidupmu semaksimal mungkin." Jelas Emma.

Kathy menatap gadis itu dengan kedua mata sendu "Emma.. Apa kau tau, kenapa aku berusaha menjadi anak populer?"

Emma menggeleng. Sebenarnya ia juga agak penasaran dengan hal itu. Namun selama ini merasa sungkan untuk menanyakannya pada Kathy.

"Aku sudah pernah cerita, kan, bahwa aku adalah anak perempuan satu-satunya di rumah. Ketika masih muda, mamaku adalah gadis populer di sekolahnya. Ia sangat cantik, tubuhnya bagus, dan ia mahir menari hip hop yang terkenal di jamannya. Mamaku selalu menjadi center saat menari. Sekolah adalah kerajaannya dan ia adalah ratu. Hingga akhirnya ia menikah dan memiliki anak. Berhubung aku adalah anak perempuan satu-satunya yang ia miliki, maka ia sangat menginginkan aku memiliki masa muda seindah miliknya. Namun sayang, aku terlahir dengan wajah pas-pasan seperti ayahku. Aku juga tidak memiliki selera fashion seperti mama." Jelas Kathy.

Selagi bercerita, ia terus saja meneguk birnya dan melakukan refill.

"Mamaku.. Selalu mendorong dan mengatakan padaku bahwa aku harus menjadi cantik. Aku harus keren dan harus menjadi gadis populer di sekolah. Ia berkata, jika aku tidak cantik, setidaknya aku harus pandai bergaul agar bisa diterima dan memiliki banyak teman. Ia terus mengingatkan aku apa-apa saja hukum untuk menjadi populer di sekolah." Kathy tertawa kecil dengan sedikit suara cegukan menyelingi. "Bukankah itu lucu? Bahwa ibumu sendiri yang justru membuatmu menjadi tidak percaya diri."

"Sepertinya ibumu belum rela melepas masa jayanya di sekolah." Gumam Emma.

Kathy mengangguk lemas lalu mendesah "Karena dia.. aku berusaha menjadi orang lain. Melakukan hal yang tidak aku sukai. Menjilat orang lain.. Kenapa hidupku begini, sih?"

"Hey.. hey.. Jangan berkata begitu. Meskipun dia adalah ibumu, tapi tubuhmu adalah milikmu sendiri. Jangan biarkan siapa pun menjadi penentu jalan hidupmu. Kau bisa melakukan apa pun yang kau mau. Tidak ada yang bisa menghalangi." Ucap Emma. Ia mulai merasa khawatir pada temannya yang kelihatan sudah kehilangan harapan itu.

"Aku benar-benar malu, Emma. Apakah semua pria memandang aku seperti Donny dan teman-temannya? Sampai kapan pun, aku tidak bisa mengikuti jejak mamaku.." Air mata menetes dari salah satu matanya yang sudah sayu.

"Aku sudah bilang, jangan dengarkan omongan mereka. Mereka hanya mencari gara-gara dan pelampiasan karena kau membela Roger. Justru kau sangat hebat karena sudah berani menyuarakan kesalahan mereka dan membuat si Brian bodoh itu menjadi malu." Sahut Emma.

Emma mendecak sebelum menghela gusar. Ia menyondongkan tubuhnya ke depan untuk menatap Kathy dengan serius. "Sesungguhnya, hidupku juga berantakan, Kathy. Aku terlahir dengan jalan yang sudah disiapkan oleh ayahku. Aku harus menjadi seseorang dan melakukan apa yang tidak aku inginkan. Tapi aku berpikir, jika aku tetap diam, maka keadaan tidak akan berubah. Karena itu aku memutuskan untuk melawan dan memilih jalanku sendiri. Aku merasa senang bisa bertemu teman sepertimu. Kita memiliki latar belakang yang hampir sama. Aku ingin kita saling menguatkan."

Mendengar celotehan Emma, Kathy tersenyum. Namun senyumannya bukan seperti yang Emma harapkan. Gadis itu terlihat bodoh dengan wajah memerah.

"Kau sudah mabuk." Gumam Emma dengan wajah datar. Bodoh sekali ia berbicara serius dengan penuh perasaan pada orang mabuk yang belum tentu akan mengingat isi pembicaraan mereka di esok hari.

"Hem.. Itu bukannya PB si tampan?" Ujar Kathy dengan mata sayu sambil menunjukkan jarinya melewati belakang punggung Emma.

Emma mengerut bingung dan menoleh ke belakang. Ia melihat meja yang ditunjuk Kathy yang berisi tiga orang pria berjas yang terlihat sedang mengobrol serius. Ia kembali kepada Kathy. "Siapa PB?"

Kathy tertawa kecil sambil cegukan "PB.. Prince Bold.. Masa kau tidak mengenalnya? Ah… Iya iya.. Kau kan sangat populer. Mengetahui anak populer lainnya pasti tidak penting bagimu.. Hem.. Kau tidak perlu melirik laki-laki untuk mendapatkan perhatian mereka. Betapa beruntungnya…" Ia bergumam dengan kepala bergoyang-goyang seakan benda itu sangat teramat berat.

"Kathy.. Kita harus pulang. Kau sudah sangat mabuk." Ucap Emma khawatir.

"Aku tidak mabuk, Emma. Aku masih sadar. Tolong hentikan komedi putarnya. Aku akan muntah. Bawa aku turun sekarang. Ayo kita minum bersama di restoran ayam."

Emma tidak lagi menggubris celotehan Kathy yang semakin ngawur. Ia langsung pergi ke kasir untuk membayar makanan mereka. Padahal janji awalnya Kathy yang akan meneraktir. Tapi Emma tidak mempermasalahkan hal itu sama sekali. Ia paham bahwa Kathy sedang mabuk.

Begitu Emma kembali dari meja kasir, ia terkejut mendapati Kathy sudah tidak ada di meja mereka. "Astaga.. Di mana anak itu?" gumamnya seraya celingak celinguk.

Betapa kagetnya gadis itu ketika mendapati Kathy sudah berada di meja yang beberapa waktu lalu ia tunjuk dengan menyebut nama 'PB'. Gila! Dia menghampiri meja mereka!

Astaga! Emma merasa akan kehilangan akal sebentar lagi. Ternyata Kathy kalau mabuk menjadi begitu menyusahkan dan benar-benar kehilangan kewarasannya. Bisa-bisanya ia menghampiri meja berisi tiga pria dan menggoda mereka seperti wanita gatal.

Terburu-buru Emma melangkah menghampirinya "Kathy! Apa yang kau lakukan?! Ayo pergi!" Ia meraih tangan gadis itu.

Kathy menoleh pada Emma dengan sempoyongan "Pergi? Aku akan kencan. Jangan ganggu aku! Kau saja yang pergi."

Emma melirik ketiga pria yang tercengang menatap mereka berdua. "Maafkan temanku. Dia sedang mabuk. Aku akan segera membawanya pergi." Ucap Emma sambil berusaha membopoh Kathy.

Namun tiba-tiba..

"HUEKHHHH!!"

Entah mimpi apa Emma semalam. Ia tidak pernah berpikir memiliki teman akan menjadi semerepotkan ini. Emma tidak dapat mempercayai bahwa Kathy bisa muntah di sana. Gadis itu muntah tepat mengenai pakaian seorang pria berambut coklat karamel dengan pakaian bagus yang terlihat mahal.

'Ah.. Bukankah itu pria yang sempat ditunjuk Kathy dengan nama PB?' Pikir Emma.

Begitu selesai muntah, Kathy langsung saja kehilangan kesadarannya dan tertidur lemas di atas lantai restoran.

Emma hanya bisa berdiri mematung dengan kedua tangan menutup mulutnya akibat terkejut pada apa yang terjadi.

"Hey! Kalian gila, ya?!" Salah satu dari ketiga pria itu berdiri dengan garang. Ia memiliki kepala botak pelontos dengan tato badan yang memenuhi hingga ke seluruh leher besarnya.

"Maaf! Aku akan mengganti rugi pakaianmu." Ucap Emma pada pria yang dimuntahi Kathy.

"Mudah sekali kau bicara. Hidup tidak sesederhana itu, tau! Kalian sudah mengacaukan pertemuan kami dan temanmu itu mengotori baju bos kami." Omel si botak.

Emma mendecak dan segera menarik Kathy untuk berdiri "Aku tau dan aku sudah minta maaf. Aku benar-benar akan mengganti rugi." Ucapnya sambil sibuk sendiri. Daripada ketiga pria yang sedang marah itu, Emma lebih takut Kathy kenapa-napa. Gadis itu benar-benar tidak sadarkan diri.

"Apa kau tidak mempunyai rasa takut?" Suara bariton seorang pria membuat Emma menoleh. "Kalian sudah melakukan kesalahan. Namun kau sepertinya tidak begitu memperdulikan kami. Apakah tampang dia tidak cukup sangar?" ia menunjuk anak buahnya yang botak.