Arina menatap nanar pada piano yang ada di hadapannya sekarang. Tapi kemudian ia segera duduk dan mulai memainkan beberapa nada dasar yang dulu pernah diajarkan oleh Dicky kepadanya. Ia sama sekali belum pernah bermain di depan banyak orang seperti sekarang. Jadi, terus terang, ia benar-benar gugup. Tapi, ditekannya perasaan itu kuat-kuat.
Ia harus menyelesaikan tantangan ini. SEKARANG!!
Melihat Arina bermain dan kerutan wajah bingung para penonton, Mariska hanya tersenyum mengejek. Level mereka berdua jelas sangat jauh berbeda. Mariska tidak tahu sudah berapa lama Arina belajar bermain piano tapi untuk ukuran seorang pemain dasar, ia cukup lumayan.
Yah, hanya itu.
MAMPUS KAU, ARINA!!!
TAMAT RIWAYATMU!!!
Mariska masih sibuk berbangga dengan dirinya sendiri ketika jari-jari tangan Arina mulai berubah arah. Dari yang tadinya hanya melantunkan tangga nada dasar, kini mulai melantunkan sebuah harmoni lagu yang sederhana. Tidak serumit milik Mariska. Tapi jauh lebih menyentuh, sedih, dan romantis.
Lagu ini belum pernah didengar oleh siapapun. Hanya oleh dirinya dan Dicky. Sang pencipta lagu tersebut.
Dan seiring dengan suara music yang mengalun, Arina mulai menyanyi. Suaranya yang lembut terdengar seperti gemericik air di tengah hutan. Begitu merdu dan membius. Membawa semua orang untuk larut dalam setiap lirik lagu yang dibawakannya.
Remember me …
When the night falls and stars shine up there….
Remember me….
When you see the first sunray on your bed…
And every day we spent with joy and laugh…
Remember me….
When the first rain touched your umbrella….
When it poured down heavily on earth and cast away your deepest sadness within…
Remember me….
When the first morning mist holds your hand with their wet fingers…
Then the morning breeze blown your shirt and whispered my name….
Remember me….
When autumn comes around….
When the falling leaves sprout around in front of you like a red magic carpet….
Remember me…
When the first snow falls from the sky…
While the white smoke comes out from your breath…
I was there….
Keep watching you around from the sky… up there…
And wondering about the glorious day that we had spent before…
I was there…
When you feel down and need somebody to hug and cheer you up…
I'll be your invisible pray for every countless whispers that you wish when you're awake or sleep…
I'll be your cheerful soul when you thought that you won't see me again…
I was there….
On every step that you take…
On every memories that we made and shared together…
On every dream that you dreamed at night….
On every call that I used to make and remind me that you're still there and walks beside me…
But sorry…
That I have gone too early….
That I can't keep my promises to stay longer as your first passenger…
When you have got your license card…
That I can't be with you on your graduation day visibly ….
But, trust me, friends….
Our friendship is eternally memorized deep down in my heart…
And, I'll be everything in any moments that you'll be through ….from now on….
..................…..
Melankolis. Menghanyutkan. Membius. Menghipnotis semua orang yang ada di dalam ruangan aula tersebut. Sebagian besar malah menitikkan air mata setelah Arina menyelesaikan permainan pianonya.
Lalu, selepas Arina menekan denting terakhir dari tuts pianonya, seluruh aula ruangan langsung bergetar dengan suara standing ovation dari seluruh penonton. Musik Arina bukanlah music yang rumit seperti music Mariska sebelumnya. Musik Arina adalah music yang murni dan tulus. Musik yang berasal dari dalam hatinya. Musik yang dipersembahkan untuk mengenang seorang pria bernama Dicky Valdez. Pria pertama yang memasuki hati dan memberikan warna cinta di dalam hidupnya.
Ketika Arina menunduk hormat ke arah penonton, suara tepuk tangan itu belum berhenti. Malah semakin lama semakin keras. Lalu, ketika ia kembali berjalan ke belakang panggung, Arina mengingat kata-kata terakhir Dicky setelah pemuda tersebut menyanyikan lagunya.
"I dedicate this song for an angel. She was a fallen angel but she hasn't realized it yet. I wish I could see her wings flap in the sky someday….."
Seminggu setelahnya, pemuda tersebut meninggal di dalam pangkuannya.
....................
Mariska tercekat.
Melihat reaksi penonton setelah Arina menyelesaikan permainan pianonya, ia tahu kalau ia sudah kalah telak.
Semua rencananya….
Gagal total.
Kini, Leo benar-benar lepas dari genggaman tangannya.
Tubuhnya langsung merosot jatuh di pinggir panggung. Airmatanya berderai kencang di kedua pipinya. Ia tak terima!!! Ia masih belum rela!!! Tidak mau!!!
Dari dulu, ia selalu berhasil mendapatkan apapun yang ia inginkan. Sekarang?
Ia kalah telak dua kali berturut-turut!!! FUCK!!!!
Tapi tiba-tiba ia merasa kalau pundaknya lalu ditepuk seseorang.
Leo….
Pemuda tersebut sedang berjongkok di sebelahnya sambil tersenyum hangat.
"Besok malam, apakah kau dan ayahmu ada waktu? Aku ingin mengundang kalian berdua untuk makan malam. Ada hal penting yang ingin kubicarakan. Bisa?"
Mariska segera menghapus air matanya dan mengangguk tegas.
BISA!!! Demi Leo, apapun akan ia lakukan…
"Ok, kalau begitu. Sampai jumpa besok malam…"
.