Chereads / LEGENDA PENDEKAR AMBO TUWO, SI PENDEKAR TENGIL DARI WAJO / Chapter 36 - Bagian 36 Kakek La Bote Dan Nenek Indo Balobo

Chapter 36 - Bagian 36 Kakek La Bote Dan Nenek Indo Balobo

Pagi itu seperti biasanya Ambo Tuwo kecil pergi bermain di tengah-tengah hutan rimba bersama binatang-binatang buas di hutan yang sudah dia anggap sebagai sahabat-sahabatnya. Tak lupa turut serta seekor singa jantan yang selalu mengawalnya tiap hari.

" Nenek, Kakek! Laoka jolo maccule. " ( Nenek, Kakek! Aku berangkat bermain dulu ) pamit Ambo Tuwo kecil ke Nenek dan Kakeknya.

" Iyye, appoku. " ( Iya, cucuku ) jawab sang nenek dari dalam dapur yang sedang mempersiapkan kayu bakar untuk digunakan memasak.

" Tambah maraja bawang uita ero appota. Hehehehehehe! Meloni kapang ipabotting. " ( Cucu kita semakin tumbuh besar. Hehehehehehe! Mungkin dia may dikawinkan ) timpal sang kakek dengan tawa kecil.

" Weih kasi. Dena bajang! " ( Astaga. Belum waktunya! ) balas sang nenek sambil memukul manja bahu kanan suaminya yang sudah semakin peyok, " taromije massennang. Ajamo namasitta ladde kasi ipabotting appota. " ( biarkan semua berjalan dengan baik. Tidak usah terlalu buru-buru mengawinkan cucuta ) lanjutnya.

" De jenna. Mabbongo-bongoma katanu. " ( Tidak. Aku hanya bercanda ) balas sang kakek, " ajata terlalu serius kasi, nasaba masigakitu matoa. Hehehehehehe " ( jangan terlalu serius, karena nanti kau cepat tua ) tambahnya lagi masih dengan tawa kecilnya.

" Awwe kasi lakkekku magarettae! Asatana matoa mettona kasi. Magisih makkadako makkoro kasi. Awee Puang! Toba-tobaka mitai lakkekku. Melomopi kapang mancadi malolo mappada anak mudae pengeng. " ( Astaga suamiku yang tampan! Kan aku memang sudah tua. Terus mengapa lagi kau berkata seperti itu. Astaga Tuhan! Aku taubat melihat suamiku. Mungkin masih may kembali menjadi anak muda ) jawab sang nenek seraya memukul pelan jidatnya.

" Hehehehehehe, ajaje na baper ladde kasi. Woles ki beneku! " ( Hehehehehehe, jangan terlalu baper istriku. Santai saja istriku! ) balas sang kakek lagi tertawa terpingkal-pingkal karena tidak bisa menahan tawanya.

" Agasih iyaseng baper? Tania toga ero baper iyanre? " ( Apa lagi yang dibilang dengan baper? Bukankah itu yang dimakan? ) sang nenek balik bertanya kepada sang kakek.

" Wafer ero asenna iyanrewe, tania baper. Awwe kasina Puang. Magije kudet laddeko uita kasi? Demoga engka mengapdet statusmu ke instagrammu uwaseng? Magiji iyyewe. " ( Itu namanya wafer yang dimakan, jadi bukan baper. Astaga Tuhan. Mengapa kau kurang update sekali? Apakah kau tidak pernah mengupdate status kau di Instagram? ) ungkap sang kakek keheranan, dia lantas menambahkan, " ero baper singkatanna ' Terbawa Perasaan ' alias ' Baper '. Istilana anak muda milenial makkokkowe. Moisseng nih? " ( Itu baper singkatan dari kata ' Terbawa Perasaan ' alias ' Baper ' Itu istilah anak muda millennial sekarang ini ).

" Awwe kasina lakkekku! " ( Astaga kasihan suamiku! ) ungkap sang nenek lagi yang memukul pelan jidatnya untuk kedua kalinya, " taniapa kasi era milenial asenna iyewe. Taniapi era modern iyyewe, masih era riolo. Tuwo mopi ke tahun sebelum masehi. " ( Ini belum masuk era milenial. Kita belum masuk di era modern, ini masih era kuno. Kita masih hidup di tahun sebelum masehi ).

" Magi pale uisseng iya istilahna ero? Maccaka to iya maistagram. " ( Lalu kenapa aku tahu iatilah tersebut? Aku juga bisa main instagram ) balas sang kakek lagi yang seolah tidak letih-letihnya membuat istrinya terus-terusan berdebat dengan dirinya.

" Ikotu! Aga uessengi iya ero istilae. " ( Itu kau! Aku tidak mengetahui istilah seperti itu ) balas sang nenek singkat dan padat.

" Iye pale pajana mabbonga-bonga. ( Iya, aku berhenti bercanda ) balas sang kakek mulai mengalah.

" Laoni sappa aju, ajasi tamonro tettu akkowee. " ( Kau pergi ke hutan lah cari kayu bakar, jangan sampai lagi kau tinggal terus di sini ) bujuk sang nenek lembut pada sang kakek.

" Iye, nappakaje melo lao beneku. " ( Iya, aku baru bergegas mau berangkat istriku ) ucap sang kakek, " awwe kasi Puange. Magiro pacciccereng ladde ero Indo Balobo? Awwe toba-tobaka mitai ampena. " ( Astaga Tuhan. Mengapa begitu pemarah Indo Balobo? Astaga aku betul-betul minta ampun melihat sikapnya padaku ).

Setelah perbincangan yang lumayan lama di depan pintu masuk gubuk mereka, percakapan antara si Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo akhirnya berakhir. Sang kakek pun bergegas pergi menyisir setiap sudut hutan untuk mencari kayu bakar lalu dijualnya di pasar yang ada di pusat kota.

Sementara itu Ambo Tuwo kecil juga sedang menikmati bermain bersama dengan binatang-binatang buas di tengah-tengah hutan. Seakan-akan tidak ada lagi rasa canggung ataupun ketakutan dari dirinya saat berhadapan langsung dengan binbinatang-binatang buas tersebut.

~~~~~