Tim menyalakan mobil tatkala Vino dan Vira sudah duduk manis di kursi penumpang. Vino mengulurkan amplop kecil pada sekretaris Tim dari sisi sebelah kanan. Vira tak menaruh rasa curiga.
"Tim, bisa kau selidiki ini. Aku merasa ada yang aneh.."
"Apa ini?"
"Kau lihat saja nanti. Oiya. Kau sudah mengurus Jak memeriksa rumahku?"
"Sudah bos!" Jawab Tim ringkas. Vira mulai merasa ada yang aneh. Kenapa gitu sama rumah mereka?. Vira menoleh pada suaminya.
"Apa yang perlu di periksa di rumah?"
"Bukan apa apa. Hanya pengecekan rutin saja"
"Hah?"
"Ya, cuma periksa jaringan, saluran gas, dan hal kecil lainnya.." ujar vino berbohong. Dia tak mau Vira cemas.
"Oh… aku pikir ada hal penting apa"
"Tidak, tidak ada apa apa ko. Kamu tenang aja ya!" Vira mengangguk. Sekretaris Tim melirik wajah Vino dari kaca depan mobil, keduanya melempar tatapan. Seakan saling mengerti.
"Gimana mobil tadi? Suka?" Vira segera mengangguk.
"Apa itu ga berlebihan Vin. Aku rasa terlalu mahal dan canggih kalau cuma di pakai ke kampus."
"Kau bisa pakai kapanpun kok. Kemanapun. Sesuka hatimu"
"Mmm.. tapi kan aku tidak sesibuk dirimu" vino menarik nafas panjang sebelum menatap wajah Vira dengan seksama.
"Vir. Ada yang mau aku omongin.."
"Apa?"
"Mungkin nanti di rumah saja!" Ujar Vino melirik sekretarisnya Tim.
"Apa hal pribadi?"
"Ya, kurang lebih. Pribadi.."
"Mmm.. oke.." Vira mengangguk dan penasaran. Sebenarnya apa yang bakal Vino omongin. Di liat dari raut mukanya kayaknya sih super serius.
***
Dion melangkah cepat masuk ke dalam show room dengan pintu kaca setelah Vira dan Vino meninggalkan tempat itu.
"Kau dari mana saja!" Kesal Adelia membuka masker yang sejak tadi menutup wajahnya.
"Maaf aku terlambat. Taksi yang ku tumpangi menabrak separator jalan"
"Apa kau baik baik saja?" Jadi nama gadis dengan masker dan topi ini adalah Adelia.
"Kau tahu, operasi wajahku belum sepenuhnya pulih. Aku tak bisa berlama lama di luar dengan angkutan umum" omelnya. Dion menggaris senyuman getir.
"Maafkan aku. Mobilku sudah tergadai. Aku butuh untuk hidup dan kuliah selama di sini"
"Oke, ITS okey. Aku cob mengerti. Kalau kau tidak dapat beasiswamu. Cobalah untuk menghubungi Adelia. Wanita ini masih punya cukup uang untuk kekasihnya!" Dion menggeleng sungkan.
"Gue ga bisa ngerepotin lu terus. Lagipula hubungan kita sudah berakhir.."
"Siapa bilang!"
"Gue.. barusan.."
"Nonono.." tolak Adelia memutar jari telunjuk. Dia ga setuju sama omongan Dion.
"Dioon. Lu tuh cuma perlu ikutin apa kata gue. Udahlah ya, ga usah lu pikirin apa itu IPK, apa itu score, gue bisa atur semuanya!!"
"Tapi Del. Gue ga bisa terus nyusain lu.." Adelia melingkarkan tangan di leher Dion. Membuat pemuda itu sungkan di tatap banyak orang. Belum lagi pipi Adel masih terlihat membengkak. Bekas luka operasi nya belum sembuh total.
"Bokap gue itu pengusaha berhasil di luar negri. Dia bisa ngasih apapun buat anak semata wayangnya. Dan beruntungnya, lu adalah cowok yang gue suka. Yang selalu buat gue merasa senang!" Dion menggaris senyum getir menahan malu.
"Mm.. kita bisa omongin hal ini, di tempat lain!" Balas Dion keki.
"Oh okay. Btw, lu mau mobil yang mana. Gue suka yang itu tuh!" Tunjuk Adelia mengarah ke mobil Alphard hitam di depan sana.
"Apapun. Asal kau suka!"
"Oh okay. Kita ambil yang itu ya!"
Dion mengangguk setuju.
"Oiya, kau tinggal dimana selama ini?"
"Di kos kosan mahasiswa.." Adelia membuat wajah sinis tak percaya.
"Yang bener sih. Masa si tampan aku yang super jenius ini tinggal di kos kosan.."
"Del, gue udah bukan mahasiswa universitas ternama dunia. Gue cuma ordinary student!"
"So what! Itulah gue ada di sini hari ini! Buat gue lu spesial. Jadi jangan bilang lu sama aja kaya mahasiswa receh lainnya. Lu tuh lain. Pacar Adelia harus lain!"
"Dell.." paling sulit adalah berdebat dengan Adelia. Karena watak gadis ini sedikit unik dan seenaknya. Bisa di bilang sebelumnya Dion sempat tertipu. Dia mengira Adelia yang cantik, modis dan ramah ini adalah gadis yang patut di dekati dan di perjuangkan. Tapi setelah mengenal lebih dekat ternyata gadis ini candu operasi plastik. Dan sifatnya sangat berbeda daripada wanita pada umumnya. Dia sangat lain. Ya.. uniklah! Unik dalam arti kurang baik.
"Pokoknya selama Adelia disini. Kita akan menginap di hotel bintang lima.."
"Del ga bisa. Ada nyo.."
"Ga, ga ada alasan! Adel tidak mau ada alasan. Jadi kau dan aku akan menginap di hotel bersama. Sampai aku selesai mengurus semua dokumen dan membuat kita kembali ke kampus bersama lagi!"
"Adeell.. kali ini biar aku berusaha sendiri.." lirih Dion mengejar langkah adelia yang masuk ke dalam sebuah ruangan. Gadis itu mengatur proses pembelian kendaraan. Dion menggaruk kepala yang tidak gatal. Adel selalu saja datang dan menghancurkan rencana. Padahal dia sudah berjuang setengah jalan. Dion sedang berjuang mengusahakan beasiswa nya kembali dengan jalan lain. Belum lagi ada Tina dan Lisa. Masa Dion membiarkan saudara dan emaknya di kosan sementara dia dan Adel tinggal di hotel. Gimana perasaan Tina dan Lisa kalau tau! Belum lagi kalau Tina tahu gaya hidup bebas Dion yang selama ini punya image manis dan santun. Kacau sudah! Adel sungguh pengacau!!
Adel keluar setelah menandatangani berkas terakhir. Dia tersenyum sumringah, senyuman yang bersinar terang seperti matahari di tengah hari.
"Sayang.. kita akan pergi ke hotel dengan mobil baru." Dion menghela nafas panjang.
"Adel. Pertama bukankah kita sudah putus?"
"Siapa bilang!"
"Kau pergi dalam waktu yang lama tanpa kabar sampai aku kembali ke sini dan kau tiba tiba muncul lagi seperti ini!"
"Aku sedang operasi waktu itu." Dion melongo mendengar jawaban santai Adel
"Aku membuang beberapa tulang rusuk dan gigi agar terlihat tirus dan langsing. Bagaimana menurutmu? Apa sempurna?" Adel memutar mutar tubuh, memamerkan pinggangnya yang langsing.
"Ahh.. aku sangat tersiksa dan butuh waktu lama. Makanya aku tidak mengabarimu. Tapi tidak pernah terbesit untuk putus dengan mu sayang.." sekali lagi Adel menenggerkan lengan di pundak Dion. Dia mencium leher kekasihnya yang mencoba menghindar tapi tidak mungkin. Adel kalau kemauannya tidak dituruti bisa ngamuk berhari hari dan bahaya, seperti membangunkan macan tidur. Makanya Dion ga berani membuat Adel naik pitam. Dia lebih memilih manut saja. Menuruti kemauan gadisnya yang unik ini.
"Nona ini kontak mobil dan surat surat penting.." Gunawan mengulurkan map dan sebuah kontak mobil pada Adelia dengan sopan.
"Oh, okay thankyou!" Seru Adelia senang, dia memberikan kontak mobil pada Dion.
"Sayang, ayo kita tamasya.."
"Hah? Tamasya kemana?" Tanya Dion bingung. Adel mendekatkan kepala, berbisik di telinga Dion.
"Aku sudah membawa banyak lingerie. Tamasya ke kamar hotel dong.." bisiknya menggoda. Dion mengelus dada. Sabar, ini ujian..
___
Tim memutar rekaman cctv, dia tak bisa melihat wajah gadis bermasker. Tapi dia bisa melihat seseorang mengintip dari balik tembok. Seorang pria dengan gesture tubuh yang sama dengan sebelumnya. Tim mencatat apa yang dia curigai di sebuah buku hitam di depan wajahnya.
"Dia orang yang sama!" Ujar Tim percaya diri. Jek yang ikut menyaksikan cuma bisa menautkan alis bingung.
"Kita cuma lihat bayangannya doang. Ko pak Tim bisa tau kalau orangnya sama?"
Tim menoleh pada Jek.
"Karena ini orang yang cukup aku kenal!"
"Hah!" Tim mengangkat bahu enteng. Jek menggigit ujung jari. Ga paham aku tuh!