Vira sudah menyiapkan hidangan di meja makan, menu sehat campur daging berlemak dan susu hangat. Sekarang gaya hidup mereka campur aduk. Vino yang Vegetarian dan Vira yang omnivora alias pemakan segala. Vino keluar dari kamar mandi dengan rambut masih setengah basah. Dia masih mengeringkan rambut dengan handuk kecil sambil melangkah mendekati istrinya yang sibuk. Pria itu memeluk Vira dari belakang dan mengaitkan dagunya di bahu Vira sementara istrinya masih terus menyelesaikan tugas. Menata piring, sendok dan garpu.
"Kau masak apa sayang. Banyak sekali.."
Cups.. sebuah kecupan mendarat di pipi Vira. Wanita itu hanya tersenyum kecil. Vino meraih sebutir buah anggur dan memetik dari rantingnya, dia mengulum buah manis itu dengan sekali hap.
"Kau sudah selesai mandinya. Sekarang ayo kita makan.."
Vino mengangguk. Dia mendaratkan satu ciuman lagi dan memeluk pinggang istrinya. Dia mengangguk tapi malah mengeratkan pelukan.
"Ayolah, sayang.." Vira sudah selesai mengatur meja, wanita itu memutar badan dan menyentuh kedua pipi suaminya dengan kedua telapak tangan. Hingga wajah mereka berdua begitu dekat. Keduanya saling tersenyum.
"Ayo makan.."
Vino melonggarkan pelukan dan menyambar bibir istrinya, mendaratkan ciuman tipis. Mereka saling menarik kursi dan siap menyantap masakan Vira.
"Vin, makasih buat hari ini"
"Apa?"
"Semuanya.."
Vino berhenti mengisi piring. Dia menatap wajah Vira yang menyorot wajahnya dalam.
"Aku tidak melakukan apa-apa, aku hanya ingin bisa menjagamu"
"Aku tahu. Dan aku bersyukur kau ada bersamaku.."
"Itu bukan apa apa Vira sayang.."
Vira melebarkan senyuman.
"Vin. Aku sudah biasa mengalami hal seperti itu, bahkan lebih buruk. Aku sudah biasa merasakan perasaan yang menyakitkan bahkan hingga fisik. Bagi anak yang tinggal di rumah orang lain tanpa keluarga. Tanpa dukungan, itu sangat biasa padaku.."
Vino tak bisa menyuap makanannya. Dia menatap wajah istrinya yang sendu tapi berusaha menggaris senyuman. Meski tangannya sibuk menyuap makanan bagi vino, jelas Vira menyimpan kesedihan yang dalam.
"Aku sudah biasa mengalami semua itu. Aku tidak pernah ingin melawan, bagiku itu percuma saja. Siapalah aku ini? Hanya gadis biasa yang-- ya.. aku sadar siapalah aku ini. Tapi hari ini. Lagi. Kau seperti super Hero. Kau seperti pahlawan bagiku. Kau menggenggam tanganku. Memelukku. Kau memperlakukan aku dengan sangat baik bahkan sangat berlebihan.. Vino.."
Vira terkejut, pria yang tadi di seberang meja kini sudah berdiri di depannya. Vino menatap dalam wajah istrinya yang mendongak.
"Sayang.." vino menurunkan tubuh.
"Selama ada aku disini. Siapapun. Siapapun. Tidak ada yang boleh meremehkan dirimu. Selama ada aku disini. Siapa pun siapapun. Tidak ada yang boleh mencelakaimu!"
Vira mengangguk menahan air mata. Keduanya berpelukan erat.
Hangat. Rasa hangat dan penuh kasih sayang. Rasa yang hampir belum.pernah Vira rasakan. Di cintai, disayang. Dan dilindungi. Sampai seperti ini.
"Vino.. aku jatuh cinta padamu.."
Pria itu mengangguk dan mengelus lbut punggung istrinya.
"Ayo kita makan. Nanti keburu dingin" bisik vino. Vira mengangguk.
Vino mengambil piring istrinya, dan menarik kursi.
"Itukan punyaku!"
"Aku akan menyuapi"
"Ahahaa.. kau berlebihan. Aku bisa makan sendiri"
Vino menolak uluran tangan Vira.
"Aku ingin menyuapimu.." pintanya memohon. Vira mengatur senyuman.
"Aaa.." pintanya manja membuka mulut. Vino dengan bersemangat menyuapi istrinya.
"Aku sangat mencintaimu.." balas vino di sela suapan istrinya dia juga membuka mulut.
Yang paling menyenangkan adalah perasaan saling cinta dan mengisi waktu bersama dengan hangat. Tapi dari hubungan cinta yang erat yang paling di takutkan adalah waktu. Waktu yang bisa mengubah segalanya.
____
Di sebuah kamar hotel bintang lima.
Adelia merebahkan diri di kasur dengan malas. Dia menarik lengan Dion untuk bergabung dengannya di kasur. Baru saja Dion hendak merapikan barang bawaan tapi Adelia seakan enggan memberi waktu pada Dion untuk melakukan kegiatan lain. Fungsi Dion disini adalah untuk menemaninya.
"Wajahmu itu. Apa sudah membaik?"
"Jangan kwatir Beib, it will heal with time.."
"Oh, okay. Aku harap semua akan baik baik saja."
"Kau cemas padaku? Kau akan terkejut dengan hasilnya nanti!"
Daripada cemas Dion lebih ke takut. Dia harus meladeni gadis dengan wajah masih sedikit membengkak. Dan si gadis dengan percaya diri merasa dirinya sangat cantik dan istimewa.
Adelia menggeser posisi. Dia bangkit dari ranjang naik ke atas tubuh Dion.
"Kamu ngapain?"
"Hanya kangen!"
"Oh, okay.." mau gimana lagi. Dion cuma bisa pasrah ajakan. Lagian Adelia ga bakalan lama disini. Dia cuma ngasih banyak duit dan mobil. Ya Dion bisa pakai mobil Adelia kapanpun.
"Kamu inget cewek tadi. Ih, aku rasanya mual kalau ingat dia!"
"Siapa?"
"Ah aku lupa. Kamu ga liat ya. Jadi ada cewe lusuh yang ngeselin!"
"Sebenarnya aku liat semuanya.."
"What!!" Adelia setengah berteriak mendengar pengakuan Dion.
"Kau lihat semua dan diam saja! Bahkan bersembunyi! What the hell are you! Tidak kah kau datang dan membelaku!!"
Adelia turun dari tubuh Dion dengan wajah marah. Tapi dion mencegah dengan menahan kedua lengan kekasihnya hingga tubuh ramping Adelia terjerembab jatuh di atas tubuh Dion.
"Adel, kau memilih musuh yang salah"
"Maksudmu.. gadis lusuh yang punya wajah.. wajah cantik itu?" Dion mengangguk. Dion paham betul kenapa Adelia begitu tak menyukai Vira. Meski pakaiannya sederhana tapi sekali lihat saja orang akan sadar betapa cantik alami dirinya.
"Kau tahu Dion.." jari jemari Adelia bekerja seiring kalimat yang keluar dari mulutnya. Dia membuka kaos yang dikenakan Dion. Mengelus lembut dada kekasihnya yang terbuka.
"Aku berusaha menjadi cantik dan menarik dengan segala upaya. Lalu, wanita wanita seperti itu. Mereka dengan mudah. Dengan entengnya memiliki wajah memikat meski tanpa sapuan makeup.. bukankah itu terlalu sombong!"
Dion cuma menyimak. Dia melipat tangan, berbantal telapak tangan. Menikmati rangsangan dari telapak lembut Adelia. Sesekali memejamkan mata dan menggigit bibir ketika bibir Adelia mendarat dan memberi kecupan kecupan nakal.
"Bahkan dia memiliki pasangan yang tampan. Mereka terlihat menyebalkan.."
"Lupakan saja mereka Adelia.."
"Bagaimana bisa.."
"Kau tak boleh turut campur dalam hubungan mereka"
"Kenapa?"
Adelia curiga dengan Dion. Dia menggeser posisi. Menatap wajah Dion yang terpejam. Menyambar bibir kekasihnya sekilas. Dia tahu betul kalau Dion sedang menyimpan sesuatu.
"Katakan.." pinta Adelia berbisik menggoda. Dion menautkan alis. Dia tak bisa langsung menjawab. Karena jari jemari Adelia kini mulai menyentuh daerah sensitifnya dari atas permukaan celana jeans.
"Apa kau kenal.." Adelia meremas dan memaksa.
"Mmm.." Dion melenguh.
"Apa kau tahu siapa mereka.."
"Aaah.."
Bagaimana Dion mau menjawab kalau Adelia terus menerus memainkan telapak tangan di bawah sana. Adelia tertawa kecil, dia membuat wajah menyeringai. Gadis itu menarik tangan dan kembali pada posisi santai. Menopang dagu di atas tubuh Dion.
"Katakan.." pinta Adelia sekali lagi. Dion membuka mata perlahan. Dia menatap wajah Adelia yang tersenyum ceria. Berbeda dengan sorot mata Dion yang sudah sayu. Dia menginginkan Adelia lebih dari sentuhan tadi.
"Dia.. Vino adalah CEO dimana perusahaan besar menaungi beasiswa murid berprestasi.."
"Oh, dia yang mencabut beasiswa mu?" Ejek Adelia.
"Ya, bisa jadi.."
"Lalu.."
"Lalu?"
"Lalu.. siapa wanita itu. Dari matamu kau sejak tadi selalu mengangkat kepala saat aku mengumpat tentangnya. Pasti dia wanita yang sangat kau kenal kan!" Tuding Adelia dengan wajah sinis. Dion kau dalam bahaya jika berani berbohong.
"Dia, sepupuku.."
"What!!"
"Wanita itu sepupumu! Hah! Bagiamana bisa! Ya ampun! Aku sudah--" Adel panik sendiri. Ah, Dion serba salah jadinya.
"Adel tenanglah.." Dion mengangkat tubuh, membuat Adel harus ikut bangkit. Pria itu menahan kepala belakang Adel dan menyambar bibirnya. Mendaratkan ciuman panas.
"Adel tenanglah. Dia hanya anak yatim yang di titipkan di keluargaku. Kau jangan cemas. Semua orang membencinya.."
Pupil Adelia membulat. Dia tak percaya tapi tak mau membalas. Baginya Sambaran bibir Dion lebih penting. Mereka larut dalam ciuman panas yang sudah lama dinantikan.
"Mmm.."
Paling sulit membedakan. Orang ketus tapi jujur. Atau orang yang manis tapi busuk.