Chereads / BUKAN SALAH JODOH / Chapter 49 - Tragedi 1.

Chapter 49 - Tragedi 1.

Hazel masih belum bangkit dari kasur. Entah mengapa pemuda stylish itu masih enggan bersiap ke kampus. Sampai Cyntia harus menghampiri dan menjemputnya ke kamar.

"Sayang mama yang tampan. Kenapa belum bersiap sayang.." bujuk Cyntia merangkul Hazel yang menyandarkan punggung dengan malas. Cyntia mengelus lembut rambut Hazel dan mendaratkan kecupan kecil.

"Apa ada yang mengganggu anak mami?" Hazel menggeleng.

"Jangan bohong sayang. Pasti ada sesuatu. Coba ceritakan pada mami" Hazel menarik nafas dalam. haruskah dia menceritakan perasaan gampangnya pada Cyntia? Bagaimana mungkin. Kalau Cyntia tahu dia dekat dengan vira. Entah apa yang akan ibu modis ini katakan.

"Apa ini tentang perempuan?"

Hazel segera meluruskan punggung. Mamanya punya ilmu magic apa ya. Ko bisa tau!

"Bu, bukan mam!" Hazel berbohong. Oh tidak bisa. Naluri ibu mana bisa dibohongi.

"Dari sorot matamu saja mami sudah tau sayang. Apa dia cantik?" Hazel ga bisa jawab. Ya, pasti Vira cantik di mata Hazel.

"Apaan sih mam, bukan ko!"

"Apa dia modis?"

Mm.. akan jadi modis kemudian. Batin Hazel tak sabar untuk make over penampilan Vira.

"Bukan perempuan mam. Bukan kok!"

"Oh, apa dia kaya?"

Hazel menggeleng cepat. "Mami salah mam. Aku bukan mikirin cewek kok. Beneran!"

"Apa dia baik?"

"Ya baiklah mam!"

Ooh.. kamu ketauan.. Cyntia tertawa jahil.

"Anak mamu sudah dewasa.." sekali lagi nyonya Broto mendaratkan kecupan manja.

"Mam, aku kan sudah dewasa.."

"Oh, iya mami lupa. Sekarang ayo mandi dan sarapan. Kalau pria dewasa itu harus mandiri dan penuh semangat. Wanita wanita sangat menyukai sosok pria dewasa sayang.." bukannya nambah semangat, Hazel semakin melempem.

"Kenapa?" Hazel menggeleng dan melempar selimut.

"Kalau masalah dewasa. Jelas vino adalah pria yang tepat!" Lirih Hazel putus asa. Dia melangkah lunglai.

"Hazel hazeel.. kasian banget si lu, kisah cinta yang layu sebelum berkembang.." ledeknya pada diri sendiri sambil menarik nafas dalam. Pasrah sama takdir.

***

Vino mendaratkan ciuman tipis di dahi istrinya. Dia meninggalkan senyuman sebelum Vira menutup kembali pintu mobil.

Setelah punggung Vira tak terlihat vino menekan tombol earphone.

"Hallo, Jek. Jelaskan!" Ujar vino dengan wajah serius. Ga butuh penjelasan lebih lama. Ga pakai basa basi lagi. Vino memutar balik. Dia kembali ke jalur kediaman mereka. 

Dari raut wajahnya jelas vino terlihat geram. Vino mengabaikan panggilan ponselnya. Dia cuma fokus ingin segera sampai kembali ke rumah. Vino tancap gas maksimal. Membelah jalanan padat dengan kecepatan tinggi. 

"Siapa orang yang berani berani ngusik hidup gue!" Geram vino menyentakkan kepalan tinju di stir mobil. "Kalau sampai gue tau siapa dalang semua ini!" Vino menggerakkan gigi geram. 

Ga butuh beberapa jam. Cuma dalam hitungan menit aja. Mobil sport Bugatti vino sudah kembali dalam sangkar. Dia melangkah cepat setengah berlari. Menuju lift khusus, lift pribadi untuk keluarganya. Tangannya terus menepak Nepak dinding lift tak sabar.

Vino melangkahkan kaki cepat. Benar sekali laporan Jek, pria kepercayaannya itu melihat orang mencurigakan pagi ini masuk ke gedung apartemen. Tapi dia belum bisa memastikan. Jek cuma melaporkan pada vino perihal kejanggalan penampilan pria asing itu. 

Vino mengirim pesan pada Jek. Untuk segera menyusulnya. Jek masih di kantor menyelesaikan beberapa urusan. Tatkala dia menerima pesan dari vino. Pria plontos berbadan bongsor itu segera meraih jaket dan turun mengendarai motor Harley miliknya.

Vino melirik jam tangan. 

"Jek lama amat!" Gerutunya tak sabar. Dia sudah menunggu lima menit di depan lorong tak jauh dari pintu rumahnya. Vino menautkan alis ketika dia merasa pintu rumahnya tak tertutup rapat.

sepasang sepatu dengan kaos kaki di balik daun pintu kamar pasutri seakan tahu jika seseorang datang dan mulai membuka pintu dengan hati hati. Ini kali kedua dia masuk ke rumah ini, entah apa yang dia cari. Sesuatu yang belum juga dia dapatkan.

Vino melangkah dengan sangat hati hati, matanya siaga. Dia menatap sekeliling, menyapu ruangan. Mata itu semakin memicing begitu melihat ada kotoran di lantai rumahnya yang mengkilat. Entah tanah kering atau abu rokok. Dia tak merokok, vino menganut gaya hidup sehat. Dan tanah kering? Hayolah, dia tak menyukai lantai berdebu apalagi sampai kotor seperti ini. Vino mengikuti kotoran itu. Dan berakhir di karpet menuju ruang tidur. Pria itu berjongkok, dan meneliti lebih dekat dengan bertumpu pada ujung kaki. Dia tersenyum sinis dengan wajah heran. Sepasang sepatu mengejutkan matanya. Vino perlahan menaikkan pandangannya, Pria itu menyadari mata Vino yang kian naik, dadanya bergetar hebat melihat wajah Vino. Dia segera mendorong pintu dan hendak kabur dari ruangan itu tapi..

Tangan Vino lebih sigap, dia mendorong daun pintu membuat dahi pria itu menabrak kayu jati di hadapannya, dia meringis sambil memegang dahi nya yang benjol, pria itu menatap Vino murka.

Jika Vino sudah mengambil ancang ancang siaga pria itu justru menarik bibir tersenyum sinis, dia mengangkat tangan dengan benda kecil di genggamannya, sebuah pisau lipat sudah dari tadi dia siagakan

Wusssshh..

Dengan gerakan cepat pria itu menyosor bagian perut Vino tapi dia bisa mengelak cepat, Vino mendorong tangan itu memaksa sosok dengan topi itu melepaskan pisau di genggamannya, tapi tangan kiri pria itu segera meraih pot keramik di buffet dan menghantam dahi Vino.

karena lampu kamar yang tak menyala Vino tak bisa melihat jelas wajah pria itu yang sengaja menyimpan wajahnya dengan menurunkan topi.

PRAAAANNKK  !!!

Vino memegang dahi nya yang berdarah, tatapannya lengah. Pria itu seakan masih belum puas. Vino bisa melihat deretan giginya yang terjatuh geram seakan menyimpan dendam yang dalam. Dia meraih pisau lipat. Berjongkok.

Vino masih sempat berguling menghindar, membuat pria itu panik, dia menendang perut vino dengan boot kulit yang dia kenakan. Vino cuma bisa meringis.

"Sial!!" Umpatnya. sosok pria tadi segera berlari kabur meninggalkan Vino.

"Ck!" Jengkel vino, dia berusaha bangun. Pas bunga dengan tinggi hampir setengah meter. Bukan Masalah ukurannya, tapi harganya. Dia mendapatkan vas itu pada acara lelang. Oke.. jangan pikirkan itu dulu. Vino memagang dahinya. Dia bisa melihat banyak darah segar di telapak tangan. Membuat matanya berlinang kunang. Meski begitu dia masih berusaha kuat, vino menyentuh layar ponselnya dengan cepat

" Jek kau dimana! " lirih Vino lalu terjerembab di lantai. Tapi wajahnya masih sempat meraut kesal karena tak bisa menangkap pria yang berniat jahat di rumahnya. 

Siapakah sosok pria asing itu, apa yang dia cari di sini ? apa yang dia inginkan di sini ? Vino sudah tak bisa lagi menangkap apapun yang berada di dekatnya.

hingga tangan kekar mengangkat tubuhnya. Vino sudah banyak kehilangan darah. Dia sudah tak sadarkan diri.

___