Chereads / I am No King / Chapter 169 - Epilog ch 2 - Perubahan

Chapter 169 - Epilog ch 2 - Perubahan

"Bagaimana kalau kita makan malam bersama?"

"Boleh. Aku menginap di ...."

"Masalah kerja sama ...."

Aku tersenyum dan mengangguk, memberi hormat para Feodal Lord yang lewat. Mereka pun melakukan hal yang sama. Di belakangku, Ira membungkuk.

Setelah semua Feodal Lord pergi, aku dan Ira melanjutkan perjalanan ke ruang konferensi di lantai 2 Kastel Silant. Di ruang konferensi masih ada Rina dan Lord Susa. Mereka mengobrol santai tanpa arah. Selain mereka berdua, hanya terlihat pelayan istana yang membersihkan meja bundar.

"Ah, Inanna!"

Perempuan berambut putih ini memanggilku. Aku hanya tersenyum dan setengah melambai sambil terus berjalan. Setelah sampai di depan Rina dan Lord Susa, aku menuangkan teh ke dua cangkir dan memberikannya.

"Ahh.... teh herbal buatan Lugalgin benar-benar menenangkan jiwa."

"Benar, Yang Mulia Paduka Ratu. Bahkan teh ini dapat mengurangi rasa kangenku pada rumah."

Dibanding 9 tahun yang lalu, penampilan Lord Susa relatif tidak berubah. Rambut hitamnya masih lebat dan berkilau. Di lain pihak, Rina berubah drastis. Kini rambut peraknya tampak lebih tebal dari dulu. Ditambah dengan rok, cardigan, dan model rambut kuncir samping, kesan kalau dia adalah ibu-ibu semakin kuat.

Namun, ada satu hal yang membuatku sedikit terkejut, Buah dada Rina tumbuh. Yah, tidak sebesar aku atau Emir sih. Namun, pertumbuhan buah dadanya terlihat begitu jelas bagi kami. Apalagi, menurut Rina dan Lugalgin, keluarga Alhold seharusnya dikutuk dengan dada rata seumur hidup. Mungkin Rina tidak mendapat kutukan ini karena dia tidak berasal dari keluarga utama.

Namun, kalau syaratnya adalah berasal dari keluarga utama, apa berarti Clara yang mendapat kutukan ini?

"Ibu!"

Tiba-tiba suara kencang terdengar dari pintu. Suara itu berasal dari laki-laki kecil yang berlari. Rina tersenyum dan meletakkan cangkir di meja. Dia pun merendahkan badan dan membuka kedua tangan, menangkap anak laki-laki yang melompat ke pelukannya. Ketika melihat pemandangan ini, semua yang melihat pasti akan terenyuh.

"Rimu! Sudah kakak bilang jangan lari!"

"Tidak apa-apa, Clara. Sini, peluk ibu juga."

Rina membuka tangan kanannya, menyambut Clara yang juga memeluknya.

Clara dan Rimu sama-sama menuruni Rina dari segi penampilan, terutama di bagian rambut perak. Namun, untuk penghilang pengendalian, Clara sama dengan Lugalgin. Di lain pihak, si adik, Rimu memiliki penghilang pengendalian yang sama dengan ibunya. Karena hal ini lah Rimu mengenakan kaca mata berwarna.

"Clara, Lula dimana?"

"Ah, um."

"Lula di sini, tante."

Sebuah suara menarik perhatianku. Remaja perempuan berkulit sawo matang dan rambut hitam dikuncir masuk. Walaupun hanya sekilas, orang pasti menyadari kemiripan anak ini dengan Lord Susa. Ya, karena dia memang putri Lord Susa. Muir kecil sudah tidak kecil lagi. Dia menggandeng balita perempuan.

"Sayang, sini."

Aku merendahkan badan dan membuka badan. Seketika itu juga, putriku, Lula melepaskan tangannya dari Muir. Lula sudah bisa berjalan normal. Tapi karena masih lebih kecil dibanding Rimu, dia belum bisa berlari dengan lancar. Sebelum terjatuh, aku langsung melompat maju dan menahannya.

"Ahaha, kamu tidak usah terburu-buru sayang."

"Ibu!" Lula memelukku erat.

Aku bahagia putriku ini memiliki penampilan yang mirip dengan ayahnya, rambut dan mata coklat. Lugalgin menyarankan rambut Lula dikuncir supaya dia masih ada kemiripan denganku. Ditambah dengan penghilang pengendalian, aku merasa kalau Lula benar-benar hasil cintaku dengan Lugalgin.

"Jadi, minggu depan giliran siapa yang piket?"

Rina menjawab. "Minggu depan giliran Lugalgin."

"Sudah Lugalgin lagi ya."

Yang dimaksud piket oleh Lord Susa adalah jadwal yang bertugas menemani Rina. Karena Rina masih menjadi Ratu kerajaan Nina, pada hari kerja dia harus berada di kerajaan ini. Akhir minggu baru dia pulang ke Haria. Aku, Lugalgin, dan Emir bergantian menemani Rina.

Di luar, kami mengatakan kalau sistem ini diberlakukan agar Rina tidak kesepian dan memastikan kedekatan dengan anak-anak. Namun, alasan yang sebenarnya adalah memastikan Rina tidak bunuh diri. Tampaknya, mental Rina terganggu karena terpaksa membunuh Ratu Amana tanpa eksekusi di depan publik.

Namun, kami beruntung. Entah kenapa, tampaknya, Rina mulai pulih setelah melahirkan Rimu, empat tahun lalu. Kami tidak benar-benar tahu apa yang membuat Rina mulai pulih karena kelahiran Clara tidak mengubahnya. Pada akhirnya, kami tidak peduli. Selama Rina bahagia, itu sudah lebih dari cukup.

"Kalau ayahnya yang piket, berarti yang ikut adalah Mari ya?"

Aku mengangguk, "ya, Mari. Hanya dia satu-satunya yang lebih memilih ayahnya daripada ibunya."

Mari adalah anak kedua sekaligus putri pertama Emir. Nama itu dipilih untuk memberi penghormatan pada mendiang Mari. Dan, entah kenapa, seperti mari yang asli, dia sangat lengket dengan ayahnya.

Sebagai catatan, putra pertama Emir, Rian, mengambil nama Hurrian sebagai dasar.

"Ngomong-ngomong," Ira masuk. "Saya mendengar kabar bahwa minggu depan Feodal Lord lain akan membawa anak mereka. Tampaknya para Feodal Lord berpikir untuk mengakrabkan anak mereka akrab dengan Tuan Putri Clara atau Pangeran Rimu. Dengan demikian, posisi mereka akan semakin teguh di kerajaan Nina."

"Dan," aku menambahkan. "Pasti ada yang berpikir untuk menjodohkan putra-putri mereka dengan anakmu, Rina."

"Hah? Clara yang paling tua saja baru 9 tahun! Mereka pasti bercanda, kan?"

Rina memicingkan sebelah mata. Tampaknya, dia merasa terganggu dengan ucapanku.

"Sudahlah, Rina. Biar Lugalgin saja yang memikirkan hal itu. Sekarang, ayo kita beres-beres. Waktunya pulang."

***

"Jangan lari! Nanti kalian jatuh!"

"Baik ...."

Anak-anak. Tidak peduli sesering apa pun diingatkan, mereka tidak akan pernah menurut kalau belum jera.

Aku sebenarnya ingin keluar dan berlari. Namun, luka ketika revolusi mencegahku. Terlalu menyepelekan sih kalau bilang luka. Kaki kananku, mulai dari lutut hingga telapak, sudah hilang karena tertimpa material bangunan. Sejak saat itu, aku menggunakan kaki palsu. Meskipun masih bisa beraktivitas normal, staminaku menurun drastis. Ditambah dengan usia yang terus bertambah, aku tidak bisa menemani anak-anak dengan cepat.

[Pemirsa. Saat ini saya berada di tepi danau Mein. Di belakang saya Anda dapat melihat Presiden Lowe berjalan untuk menaiki kapal. Seperti yang kita tahu ... ]

Sudah hampir 1 dekade sejak revolusi mengubah Mariander menjadi republik. Meski mengatakan revolusi, hampir tidak ada satu pun anggota keluarga kerajaan yang tersakiti. Keluarga Selir langsung menyerah ketika kami menyerang. Keluarga Raja dan Permaisuri inti sudah menghilang ketika kami tiba di istana. Hingga hari ini, kami tidak tahu dimana mereka berada.

Setelah republik Mariander berdiri, hampir semua anggota revolusi True One menduduki posisi penting di pemerintahan. Namun, tidak satu pun dari kami yang pernah memegang posisi presiden. Bukan tidak sanggup, tapi tidak mau. Anggota True One lebih percaya mereka bisa mencegah kemunculan tirani kalau tidak berada di puncak pemerintahan.

Lalu, sebagian kecil, memilih untuk berkecimpung di luar dunia pemerintahan.

"Pak kepala, jangan terlalu memaksakan diri. Ingat usia."

Nin tiba-tiba muncul dari dalam rumah dan menegurku. Perempuan bekas bangsawan ini, entah kenapa, memilih untuk menghabiskan hidupnya bersama orang tua sepertiku.

Bersama Nin, beberapa nampan dengan teko dan piring melayang di belakangnya. Tentu saja aku mengenakan lensa dan kaca mata berwarna untuk mencegah mematikan penghilang pengendalian.

Aku, dan Shera memutuskan untuk mendirikan panti asuhan setelah mendengar kisah Maul. Nin ikut di tengah. Kami juga melakukan hal ini sebagai upaya penebusan karena menyandera panti asuhan di masa lalu. Percobaan pertama sekaligus terakhir yang digagalkan oleh Lugalgin. Lugalgin, terima kasih karena kamu menggagalkan serangan kami saat itu.

"Aku tidak memaksakan diri. Dan, Nin, aku bahkan belum mencapai kepala 4."

"Tapi kaki Anda Pak ...."

Entah kenapa, ketika orang lain yang bilang soal kaki dan usia, aku merasa ingin berontak.

"Dan, Nin, tolong berhenti memanggilku pak. Kita adalah rekan. Bertahun-tahun kita memperjuangkan revolusi. Ketika kamu memanggilku Pak, entah kenapa, jarak kita terasa jauh."

"Hah ...." Nin menghela napas. "Maaf, Pak. saya belum bisa melakukannya selama tamu kita belum pulang."

"Mereka belum pulang?"

"Kalau sudah, Bu Shera pasti sudah kesini, kan?"

Nin meletakkan nampan dan teko di atas meja. Kini, meja di samping kananku sudah terdapat camilan dan es teh herbal. Setelah anak-anak capek, mereka bisa beristirahat sambil menikmati camilan dan minuman.

Sementara aku duduk, Nin masih berdiri. Sesekali dia berteriak, mencegah anak-anak yang berlari terlalu kencang. Ada juga momen ketika Nin berlari ke taman karena ada yang terjatuh. Di saat itu, Nin akan berusaha menghibur anak yang terjatuh, membuatnya berhenti menangis. Terkadang, Nin membawa mereka kembali ke teras untuk menikmati camilan dan minuman dingin.

Sementara aku dan Nin berada di taman belakang, Shera masih berada di ruang depan, berbicara dengan perwakilan perusahaan. Karena pengurus dan pemilik panti asuhan ini adalah tokoh revolusioner, pemerintah dan perusahaan berlomba-lomba mengucurkan dana. Dengan demikian, mereka bisa meningkatkan image. Tidak jarang kami menolak dana berlebih dan memberi referensi panti asuhan lain yang membutuhkan.

"Akhirnya selesai juga."

"Terima kasih banyak."

Aku berusaha bangkit. Namun, Shera menahan pundakku, memberi isyarat agar aku tidak perlu berdiri.

"Tapi aku ingin melihat wajah istriku dari dekat."

"Begini saja cukup kan?"

Perempuan berambut panjang dikuncir ini merendahkan badan dan memegang daguku. Wajahnya begitu dekat. Aku bahkan bisa merasakan napasnya menyentuh kulitku. Pandangan yang tajam dipadu dengan senyum menawan membuatku semakin jatuh hati. Perlahan, wajah kami mendekat.

"Eits, masih sore, masih banyak anak-anak!"

"Yah..."

Shera melepaskan daguku dan kembali berdiri tegak, mengalihkan pandangan ke taman. Shera yang tersenyum lebar, tampak lega dengan pemandangan anak-anak yang bermain dan bahagia.

"Ngomong-ngomong, Shera, apakah kamu sudah berbicara dengan Nin?"

"Tentu saja sudah."

"Lalu?"

"Dia bilang tidak tertarik. Dia tidak ingin pergi ke Bana'an dan ingin menghabiskan waktu di sini saja, bersama kita."

"Ah, begitu ya."

Jujur, aku tidak tahu harus senang atau tidak dengan keputusan Nin. Dia bercerita kalau salah satu anggota Agade, organisasi pasar gelap yang didirikan Lugalgin, menawarinya posisi. Nin tidak melupakan ucapannya pada Lugalgin dulu. Namun, pada akhirnya, Nin tidak mengambil tawaran tersebut.

"Lalu? Kekasihnya?"

"Entahlah. Beberapa hari lalu dia datang, mengatakan ingin meminang Nin. Namun, setelah itu, tidak ada kabar lanjut. Ah, laki-laki ini serius atau tidak sih?"

"Apa menurutmu laki-laki itu mundur ketika mengetahui Nin bekerja di panti asuhan?"

"Seharusnya tidak. Dia pasti sudah tahu mengenai Nin yang bekerja di sini. Mungkin ada alasan lain yang membuatnya mundur."

"Iya juga sih."

"Sudahlah. Aku mau ke dapur. Sudah waktunya masak untuk makan malam."

Shera berbalik dengan cepat dengan nada sedikit meninggi. Tampaknya dia sedikit kesal.

"Biar aku bantu."

"Tidak usah."

"Biar aku bantu."

"... baiklah."

***

"Ninlil?"

"Masih di misi bersama Nanna dan Suen."

"Apa Elam masih mengikuti Suen?"

"Ya, benar. Elam masih mengikuti Suen. Namun, jangan khawatir, Elam menjaga Suen dari bayangan. Jadi, perkembangan mereka tidak akan terganggu."

"Baiklah kalau begitu."

Aku merespons Ibla enteng sambil membaca file laporan antar semester. Tentu saja ada banyak agen intelijen yang diperkerjakan Bana'an. Namun, prioritasku, adalah adik dari kepala intelijen yang kerjanya tidak jelas.

Meskipun Lugalgin adalah kepala intelijen, secara praktik, akulah yang mengatur seluruh operasi intelijen Kerajaan Bana'an. Lugalgin hanya mengurus negosiasi dengan militer, kepolisian, Mulisu, dan perdana menteri. Pada titik ini, secara tidak langsung, Lugalgin sudah seperti raja dan aku adalah perdana menteri.

Sungguh ironis! Lugalgin bilang tidak ingin menjadi raja, tapi, pada titik ini, dia sudah seperti raja. Namun, aku tidak akan pernah mengonfrontasi Lugalgin soal jobdescnya. Aku tahu benar kalau Lugalgin menantinya. Kalau dikonfrontasi, dia memiliki alasan untuk mundur dari posisi Kepala Intelijen dan mewariskannya padaku. Tidak akan! Aku tidak akan melakukannya!

Di lain pihak, Ibla yang bukan intelijen Bana'an justru lebih sering di sini. Hal ini dikarenakan Agade dan intelijen sering bekerja sama. Di hari kerja, kalau dia tidak ada tugas mencari informasi atau turun ke lapangan, Ibla menghabiskan jam kerja di sini. Dan, tentu saja, aku memberdayakan Ibla.

"Hai, Ibla, Yuan, kami datang."

"Kami datang!"

"Hai Ninmar, mengecek suamimu?"

"Ah ... itu ... "

"Tentu saja dia datang mengecek suaminya. Mau apa lagi memangnya? Hahahaha."

Umma tertawa kencang dari belakang perempuan berambut ungu itu. Meski sudah menikah dengan Ibla, tampaknya Ninmar tidak ada niat untuk mengembalikan warna rambutnya seperti Yarmuti.

"Yuan, ini ada titipan untukmu. Biasa"

"Terima kasih, Umma."

Aku menaruh laptop di meja dan menerima bingkisan dari Umma. Bingkisan ini berisi coklat beralkohol. Bukan hanya Ninmar dan Ibla yang sudah menikah di ruangan ini, aku juga. Sayangnya, meski status menikah, hubunganku berbeda jauh jika dibandingkan Ibla dan Ninmar.

Ibla dan Ninmar bisa bertemu hampir setiap hari dan mengumbar kemesraan di depan kami seperti sekarang, saling menyuapi makan. Di lain pihak, aku harus puas hanya dengan coklat beralkohol ini! Sejak 9 tahun yang lalu, Jin menerima pekerjaan jangka panjang dari Lugalgin, mengawal dua VVIP. Karenanya, dia tidak bisa mendatangiku terlalu sering.

"Aku minta ya."

Tanpa menunggu jawaban, perempuan berambut coklat kemerahan ini mengambil beberapa coklat, seperti biasa.

"Ngomong-ngomong, Umma,"

"Ya?"

"Aku dengar, akhirnya, Ur mengatakan pada adik Suen, Iris kalau dia adalah anggota organisasi pasar gelap ya? Dan, dia juga mengatakan kalau awal mula dia melindungi Iris adalah perintah Lugalgin. Apa benar? Aku butuh konfirmasi."

Umma mengangguk. "Ya, benar. Entah apa yang merasukinya."

"Lalu, bagaimana respons Iris? Laporan yang diberi Ibla tidak cukup mendetail, terutama soal reaksinya?"

"Menurutmu?"

"Mengingat Ur pendek dengan babyface, pasti Iris tidak percaya."

"Tentu saja!" Umma setuju. "Siapa juga yang akan percaya dengan gamer itu! Hahahaha! Dia bahkan lebih pendek dari Iris! Ketika aku menemui Iris, dia percaya kalau Ur hanya ingin kelihatan keren di depannya."

"Hahahaha!"

Aku tertawa kencang ketika mendengar cerita Umma. Ah, kasihan sekali, laki-laki berumur kepala 2 itu. Hahahaha.

"Oke, kalian terlalu banyak makan coklat beralkohol itu."

""Diam!""

Aku dan Umma sama-sama membentak Ninmar. Kami melanjutkan cerita Ur dengan Iris. Ah, kalau cerita mereka berdua dijadikan komik, pasti lucu sekali. Dan, aku pasti akan menjadi pembaca setia.

"Ngomong-ngomong, Umma, kemana duo Uru'a dan Simurrum? Aku jarang bertemu mereka sejak beberapa bulan terakhir."

Sebenarnya, aku bisa menggunakan jaringan informasi untuk mencari tahu keberadaan 2 orang ini. Namun, kenapa harus repot mencari kalau bisa langsung tanya?"

"Ah, mereka sedang gonta-ganti wajah di setiap misi Agade. Yah, seperti Ibla lah."

"Kenapa begitu?"

"Entahlah, aku sendiri tidak tahu. Saat aku tanya, mereka hanya menjawab, 'iseng'."

"Iseng, huh?"

"Iseng."

***

"Ah ... air panas memang benar-benar nikmat."

"Kamu benar, Filial. Pemandian air panas memang nikmat."

Meskipun bukan pemandian air panas alami, kenikmatannya tidak kalah. Air panas ditambah sulfur dan vitamin ini juga dapat membuat otot rileks. Bersama kami, mengambang sebuah ember yang berisi beberapa gelas minuman beralkohol, nege. Minuman ini aku import dari Agrab, tepatnya wilayah Diyala. Lugalgin mengatakan minuman ini sangat cocok dikonsumsi saat berendam air panas. Dan, aku setuju.

Aku tidak sendirian, tentu saja. Bersamaku ada pimpinan Akadia dan Quetzal, Yueni dan Selarimu. Ya, di sini kami memanggilnya dengan Selarimu, bukan Stella.

"Jujur, Filial, aku sama sekali tidak menyangka kamu bisa membuat organisasi baru dan masuk mencapai level pilar dalam waktu kurang dari 1 dekade."

"Ah, kamu bisa saja, Selarimu."

Aku menanggapi perempuan berambut putih ini dengan enteng. Di pemandian dengan air berwarna cerah, kulit sawo matanya benar-benar mencolok, tidak sepertiku dan Yueni.

"Yueni juga melakukan hal yang sama, kan?"

"Itu karena aku sudah memiliki koneksi sejak awal, Filial. Tanpa koneksi sebelumnya, aku tidak akan mungkin bisa sebesar ini."

"Aku juga sama." Aku tersenyum sambil menenggak nege. "Aku memanfaatkan semua koneksiku dari Permaisuri Rahayu, Lugalgin, Ibla, kalian, intelijen, bahkan militer. Terutama koneksi Lugalgin dengan petinggi AmiAmi Corporation. Tanpa semua itu, aku tidak akan bisa mendirikan Ningal dan mencapai level pilar dalam waktu kurang dari satu dekade."

Kalau menyebut AmiAmi Corporation, aku jadi teringat ketika bertemu pemimpinnya di rumah Lugalgin. Secara resmi, pemilik dan pendirinya adalah orang lain. Namun, Lugalgin dan tamunya menyatakan kalau pemilik sesungguhnya adalah remaja yang saat itu bersama mereka. Sampai sekarang, aku masih penasaran bagaimana remaja sepertinya bisa menjadi pemilik sekaligus pendiri perusahaan multi nasional.

"Tapi kemampuanmu lah yang mampu membuat semua itu menjadi kenyataan." Selarimu merespons. "Kamu berhasil mengalahkan semua organisasi pasar gelap lain untuk mencapai posisi pilar terlebih dahulu."

"Terima kasih."

Sebenarnya aku ingin membahas soal Agade yang bisa mencapai level pilar dalam waktu kurang dari setengah dekade. Namun, aku tidak melakukannya. Aku lebih memilih untuk menerima pujian mereka saja. Terlalu rendah hati adalah bentuk lain dari kesombongan.

"Ngomong-ngomong, Filial, aku tidak melihat anakmu."

"Ninshubur sudah memasuki tahap berontak. Dia bilang ingin di rumah saja. Padahal aku berharap Ninshubur tidak usah memasuki tahap berontak, seperti Inanna. Sayangnya, dia sama seperti kakak laki-lakinya."

"Hahaha. Aku paham. Lugalgin pun juga relatif sama. Bayangkan memiliki anak bermuka manis dan penurut di depanmu tapi, ternyata, dia mercenary paling ditakuti di pasar gelap."

Dan mercenary paling ditakuti itu menikahi putriku dan bahkan merekrutnya. Aku juga terkejut ketika mendengar cerita ini dari Yueni dan Inanna. Yah, aku seharusnya sudah bisa mengira sih sejak sepak terjangnya di Mariander. Jujur, rasanya, aku akan capek sendiri kalau mendengar semua yang Lugalgin lakukan.

"Yang membuatku bahagia," Selarimu masuk. "Dengan Ningal menjadi Pilar, pasar gelap kembali dikuasai oleh wanita! Dengan demikian, kita masih bisa mempertahankan tradisi dimana pasar gelap adalah tempat untuk wanita, bukan laki-laki! Hahahaha!"

Aku dan Yueni hanya tersenyum masam mendengar Selarimu. Sebagai bekas bangsawan Bana'an, tampaknya dia masih berusaha mempertahankan tradisi.

Di tengah tawa Selarimu yang menggema, sebuah suara muncul dari ruang ganti.

"Hei, Yueni, Filial, Selarimu, apa kalian sudah di dalam?"

"""Sudah ...."""

***

"Ah ... ibu-ibu ini benar-benar membuatku capek."

"Hahahaha. Kalau bukan teman dari putra salah satu ibu-ibu ini, aku bisa menjamin kepalamu sudah melayang."

"Ya, aku sadar."

Aku dan Pak Marlien duduk di lobi sambil menikmati kursi pijat otomatis dan segelas susu dingin.

Beberapa hari lalu, tiba-tiba saja pemimpin Akadia, Bu Yueni, mengatakan akan mengadakan pertemuan penting. Dia memintaku melakukan reservasi penginapan dengan pemandian air panas di kota Abu. Sebenarnya tidak benar-benar reservasi sih karena penginapan ini milik anggota Agade yang dulunya bangsawan.

Yang membuatku lebih terkejut adalah partisipan pertemuan penting ini adalah petinggi Quetzal dan Ningal, dua dari empat pilar. Kenapa yang diundang hanya mereka? Kenapa Agade tidak diundang juga? Apa Tiga Pilar ini ingin melawan Agade.

Ketika abu bingung, sosok laki-laki yang mengaku sebagai Ibla, pelaksana tugas pimpinan Agade, menemuiku. Dia memberi pesan bahwa Agade sudah tahu mengenai pertemuan ini dan tidak mempermasalahkannya. Aku mencoba menghubungi Lugalgin, pemimpin Agade yang sebenarnya, untuk memastikan.

"Ah, itu bukan pertemuan antar organisasi. Itu hanyalah ajang kumpul ibu-ibu. Ibu sudah memberi tahuku. Dan lagi, ada undangan untuk orang luar organisasi, kan?"

Aku bernapas lega ketika mendengar jawaban Lugalgin. Ternyata acara ini hanya ajang kumpul ibu-ibu. Jujur, mungkin kalau tiga ibu-ibu ini bukan pemimpin Tiga Pilar, aku tidak akan setegang ini. Tamu orang luar yang dimaksud adalah dua VVIP dengan pengawal bekas pemimpin Guan, Jin.

Karena kami melakukan reservasi pada seluruh penginapan. Jadi, ajang kumpul ibu-ibu ini berubah menjadi rekreasi tiga organisasi besar pasar gelap beserta tamu. Aku penasaran apakah suatu saat nanti aku bisa mencapai level para pemimpin ini?

Ketika aku memikirkan semua itu, smartphone bergetar. Aku mengambil smartphone dari saku celana pendek dan melihat tulisan di layar.

"Pak Marlien, aku jawab telepon dulua ya."

"Ya."

Aku bangkit dari kursi pijat dan berjalan menjauhi keramaian, ke luar bangunan.

"Halo, Maila?"

[Jadi, bagaimana rasanya rekreasi dengan ibu pembunuh teman baikmu?]

Aku menghela napas berat.

"Illuvia tewas di perang, tidak lebih. Dan, memangnya salah siapa Illuvia terjun ke pasar gelap? Dan jangan bilang soal pertemanan. Kamu hanya ingin memanfaatkan Illuvia, aku tahu itu. Sejak dulu, kamu selalu menilai orang dari apa yang bisa mereka beri padamu."

[Jadi kamu mau menyalahkanku? Jadi kamu lebih memilih Illuvia depresi di kamarnya setelah mendengar berita Lugalgin yang akan menikah?]

"Aku tidak menyalahkanmu, aku hanya mengungkapkan fakta. Dan lagi, setidaknya, kalau Illuvia hanya depresi, waktu dan psikolog bisa menyembuhkannya. Tapi, kalau sudah mati, sudah selesai. Tidak ada lanjutan cerita lagi."

[....]

Tidak ada respons dari Maila. Tampaknya dia kesal dengan ucapanku.

Meskipun buruk, aku tetap berusaha menjalin hubungan dengan Maila. Aku mengira Maila akan mengabaikanku begitu saja. Di luar dugaan, dia masih mau meladeniku. Namun, yah, setiap kami telepon, yang terlontar adalah hinaan dan kata-kata kasar seperti ini. Terkadang aku berpikir kenapa kami masih tetap menjalin hubungan walaupun jelek.

Kalau boleh bilang, takdirku bermusuhan dengan Maila, dan Illuvia kalau dia masih hidup, memang tidak terhindarkan. Orang tuaku bekerja di Akadia sedangkan orang tua Maila dan Illuvia bekerja di Orion. Cepat atau lambat, kami akan berkonfrontasi.

Lugalgin memang berperan vital sebagai penyebab perang pasar gelap, karena dia membersihkan keluarga Cleinhad. Namun, melihat dasar Akadia yang menentang perdagangan anak dan Orion yang mendukung, cepat atau lambat, kami akan berkonfrontasi. Lugalgin hanya mempercepat proses itu.

Lugalgin mengatakan Maila dan ibunya, seharusnya, sudah hidup kaya di luar negeri. Aku juga mencari informasi menggunakan identitas baru mereka dan mendapati mereka sudah menjadi konglomerat. Terkadang, aku penasaran kenapa Maila masih terus protes.

"Lalu, apa kamu menelepon hanya untuk mengatakan hal itu."

[Tentu saja tidak!] Maila membentak. [Aku ingin mengucapkan selamat atas pernikahanmu. Semoga lancar sampai Hari-H]

"... terima kasih."