"Ulangi!"
"Siap, Instruktur Emir!"
"Aku tidak dengar!"
"SIAP! INSTRUKTUR EMIR!"
Aku melihat latih tanding kembali dimulai. Untuk memudahkan pengamatan, aku menggunakan pengendalian dan terbang, melihat dari langit.
Di hutan, lima puluh pemuda pemudi sedang melakukan latih tanding. Sebagian besar melakukan manuver gerakan, melompat dari satu pohon ke pohon lain. Mereka melakukannya untuk menghindari serangan lawan atau menyerang dari belakang. Namun, ada juga yang frustrasi dan berusaha merobohkan pepohonan yang dia lihat.
"Emir, apa menurutmu proposal kita akan dikabulkan?"
"Seharusnya sih dikabulkan." Aku menjawab Shinar. "Maksud dan tujuan Lugalgin sudah sangat jelas. Bahkan Yuan juga sudah membuar proposal yang sesuai prosedur kerajaan. Dan, seharusnya mereka tidak memiliki masalah mengingat anggaran yang kita minta relatif lebih sedikit dibanding kepolisian dan militer."
Shinar telah tumbuh menjadi wanita yang menarik perhatian. Tubuh berisi dengan kaki panjangnya benar-benar memesona. Rambut hitam yang dipotong pendek seolah menunjukkan kalau dia ingin memamerkan tubuhnya.
"Menurutmu bagaimana, Yarmuti?"
"Tidak ada gunanya juga sih sebenarnya proposal kita dikabulkan atau tidak. Kalau pun tidak dikabulkan, kita tinggal melakukannya tanpa diketahui siapa pun. Kita intelijen. Melakukan hal yang 'tidak pernah ada' adalah keahlian kita. Kita juga bisa menaikkan sedikit retribusi transaksi pasar gelap kalau memang membutuhkan dana."
"Heh! Pemikiranmu benar-benar berani."
Ya, aku setuju dengan perempuan berambut hitam ini. Kami tetap bisa melakukan apa pun meskipun proposal tidak dikabulkan. Melakukan pekerjaan yang "tidak pernah ada" adalah keahlian kami.
Yarmuti tidak mengecat rambutnya menjadi hijau seperti dulu. Dia membiarkan rambut hitamnya tumbuh panjang hingga menutupi pinggul. Menurutku, dengan dada yang datar, seharusnya Yarmuti tidak memanjangkan rambut. Kalau rambutnya hanya menyentuh punggung, dia bisa membuat pinggulnya lebih mencolok.
Di lain pihak, aku sudah memiliki tiga anak tapi dua perempuan ini masih belum menunjukkan ketertarikan pada pernikahan, terutama Yarmuti. Shinar masih cukup muda, jadi dia belum menunjukkan ketertarikan adalah normal. Yang membuatku khawatir adalah Yarmuti. Dia lebih tua dariku, kan? Yah, sudahlah. Keputusan berada di tangan mereka.
"Nomor 37, kalah!"
"Nomor 15, kalah!"
Peserta yang terkena cat dari pisau atau peluru mengangkat tangan dan berteriak.
Sesuai rencana Lugalgin, pelatihan dan perekrutan murid intelijen dimulai sejak jenjang SMP dan SMA. Saat ini, kami melatih mereka yang setara dengan jenjang SMA kelas 2. Kelas yang kami latih adalah kelas A, kelas khusus. Di masa depan, diharapkan murid kelas A akan menjadi agen elite. Jadi, mereka mendapat latihan yang paling keras dan berat dibanding kelas lain.
Sejak perang pasar gelap berakhir, intelijen Bana'an menjadi ketergantungan pada Empat Pilar. Lugalgin tidak menginginkan hal ini terjadi. Dia ingin intelijen Bana'an bisa berdiri sendiri, independen, tanpa bergantung ke organisasi pasar gelap.
Saat ini, alasan pasar gelap bisa terkendali adalah karena Lugalgin yang memimpin. Dengan Lugalgin sebagai ujung tombak, dia menjalin koneksi dengan Empat Pilar. Namun, Lugalgin khawatir kalau dia pensiun atau tidak lagi menjabat. Ada kemungkinan Empat Pilar tidak akan bisa dikendalikan lagi. Jangankan Empat pilar, organisasi pasar gelap biasa pun memiliki potensi untuk berontak.
Jika intelijen Bana'an memiliki kekuatan tempur setara Empat pilar, secara tidak langsung, intelijen menjadi pilar kelima.
"Ngomong-ngomong, sampai sekarang, aku masih cukup terkejut Agade mau memberikan tempat ini, Yarmuti."
"Tidak apa. Tempat ini juga tidak pernah kami gunakan lagi. Semenjak kematian Mari, entah kenapa, kami tidak ada niatan untuk melakukan tes ulang. Kami tidak mau menggeser posisi Mari di nomor 6."
Aku terdiam sejenak, mengingat sosok perempuan berambut putih pendek dengan wajah juteknya.
"Aku paham. Aku sendiri tidak ingin menggeser posisi Mari."
Sebuah kenangan melintas. Dulu, ketika Lugalgin membeberkan kalau dia adalah Sarru, aku dan Inanna harus melalui tes. Kami harus bertarung melawan Lugalgin di tempat ini, hutan di pegunungan. Menurut tes itu, Mari berada di posisi keenam. Dan, sejak kematiannya, semua anggota elite Agade tidak ada niatan untuk menyelenggarakan tes lagi.
"Ngomong-ngomong, Yarmuti, dulu kriteria kalian menerimaku dan Inanna apa ya? Apa hanya karena kami lebih baik dari Ibla? Atau apa? Aku jadi penasaran."
Yarmuti menjawab enteng, "ah, itu. Tidak ada. Kami tidak memiliki kriteria apapun. Dulu kami hanya iseng. Kami agak tidak rela Lugalgin menjadi calon suamimu. Anggap saja anggota elite Agade seperti anak yang melihat sang ayah direbut oleh ibu tiri."
Oke. Alasan diterima. Aku tidak bisa menyanggah.
"Hei!" Shinar menyela. "Aku benci ketika kalian membicarakan Agade! Kalau membicarakan Agade, kalian membuatku merasa tersisih."
"Ahahaha. Maaf, maaf. "
Setelah Federasi Kerajaan Nina berdiri, intelijen kembali dilebur. Sejak saat itu, Shinar dan Yarmuti mendapat wewenang khusus dari Lugalgin untuk menjalankan intelijen. Selain Lugalgin, satu-satunya orang di intelijen yang memiliki wewenang lebih tinggi dari mereka adalah Yuan. Bahkan aku tidak memiliki wewenang. Aku hanyalah seorang instruktur.
Tiba-tiba saja nada dering berbunyi. Aku membuka layar smartphone dan membaca pesan yang masuk.
"Permaisuri Rahayu dan Perdana Menteri sudah mengabulkan proposal kita. Jadi, kita bisa melaksanakannya sekarang juga."
"Akhirnya!"
"Eh? Sekarang juga?"
Sementara Yarmuti senang dengan pengumuman yang kubawa, Shinar justru setengah terkejut.
"Apa tidak terlalu cepat? Kita bahkan belum memberi penjelasan singkat soal proposal ini, kan?"
"Shinar," Yarmuti menyanggah. "Intelijen harus bersiap untuk menghadapi skenario terburuk. Belum lagi mengingat mereka akan disandingkan dengan anggota elite dari Empat Pilar. Kalau tidak bisa beradaptasi, mereka tidak akan bisa mencapai posisi kita!"
Aku cukup kagum dengan Yarmuti. Ucapan yang muncul dari mulutnya bukanlah omongan tanpa bobot. Beberapa tahun terakhir, dia terus melawan trauma masa kecilnya. Sekarang, dia bisa menghadapi dengan semua anggota Alhold tanpa gemetaran.
Aku menambahkan. "Ayolah Shinar. Kamu sudah membaca proposalnya, kan? Sebagai orang yang mendapatkan latihan fase kedua dari Yarmuti, kamu tahu betapa signifikannya proposal ini, kan?"
"Ukh ...."
Dulu, aku terkejut ketika mendengar kalau latihan yang diberi Lugalgin ke Shinar hanyalah fase pertama. Awalnya, Lugalgin berencana melanjutkan fase latihan setelah Shinar sudah dianggap cukup. Namun, pengkhianatan oleh ayah mengubah segalanya. Pelatihan fase kedua dilaksanakan oleh Yarmuti ketika mereka menjalankan intelijen yang independen.
"Hah .... "Shinar menghela napas. "Baik, aku mengerti."
Sebenarnya, proposal yang kami ajukan bukanlah izin menjalankan fase kedua. Proposal yang kami ajukan hanyalah penambahan dana untuk melakukan penanaman ulang pohon di hutan ini. Kenapa kami mengajukannya? Alasannya adalah ini.
Aku menarik napas dan berteriak kencang. "Satu menit lagi, kami bertiga akan melepaskan tembakan dan ledakan secara acak. Jadi, sambil bertarung, kalian harus menghindar! Pastikan kalian tidak terkena ledakan dan tewas ya!"
"Hah?"
"Anda pasti bercanda, instruktur Emir!"
"Instruktur Shinar, Instruktur Yarmuti, tolong hentikan Instruktur Emir!"
Semua murid berteriak dan merengek. Aku bisa mendengarnya dari seluruh penjuru hutan. Aku punya pilihan untuk memberi teguran. Namun, aku lebih memilih untuk mengabaikan mereka. Shinar dan Yarmuti pun melakukan hal yang sama.
Yarmuti menggunakan pengendalian pada 8 buah senapan laras panjang. Shinar membuat beberapa tombak tumpul. Aku, tentu saja, menyiapkan 8 buah turret tank.
Meski tampak berbahaya, sebenarnya, tidak ada satu pun amunisi yang kami tembakkan mengarah ke seseorang. Semua tembakan memang ditarget ke lahan kosong di sekitar peserta. Namun, tentu saja, mereka tidak mengetahuinya. Kalau ada yang mampu mengasah insting untuk mengetahui arah tembakan, bisa dibilang, murid itu layak lulus.
"Satu menit sudah berlalu!"
***
"Ini laporan kualitas pelayanan untuk semester ini, Om. Lalu ini laporan aktivitas semua keluarga Alhold. Dan ini laporan perkembangan untuk tangan Lugalgin."
"Ah, terima kasih Nammu."
Aku menerima beberapa dokumen dari Nammu dan mulai mengeceknya. Meski zaman sekarang kebanyakan dokumen sudah dalam bentuk file, aku masih lebih nyaman memegang jika bisa memegangnya.
Setelah memberi dokumen, Nammu duduk di seberang meja. Ruang kerjaku tidak lagi milikku seorang. Atas permintaan Lugalgin, dan desakan Yueni, aku memberi Nammu pekerjaan di rumah sakit sebagai asistenku. Tugas utama Nammu adalah mengatur jadwalku dan menjadi perantara dengan pengurus rumah sakit ketika aku sibuk.
Tentu saja aku memberi meja dan kursi kerja untuk Nammu di ruangan ini. Dia akan menggunakan meja dan kursinya ketika menyusun dokumen. Untuk proses pembacaan dokumen, kami duduk di sofa.
"Pelayanan Rumah sakit mengalami peningkatan kualitas sebesar 2 persen dibanding semester lalu. Jumlah pelanggaran prosedur juga relatif menurun hingga 10 persen. Namun, kepuasan pelanggan relatif tidak ada perubahan, masih di angka 92 persen."
Sambil mendengarkan penjelasan Nammu, aku membuka laporan dengan cepat. Karena sudah sering membaca laporan seperti ini, aku bisa memperkirakan lokasi grafik dan tabel yang membahas penjelasan Nammu.
Setelah laporan rumah sakit selesai, kami beralih ke laporan keluarga Alhold. Seperti sebelumnya, aku membuka dan membaca laporan keluarga Alhold dengan cepat.
"Untuk keluarga Alhold, tidak ada pergerakan yang mencurigakan. Untuk generasi tua, tidak ada tanda-tanda mereka akan mengingat identitas asli mereka. Untuk generasi muda tampak juga sama. Tidak ada tanda-tanda mereka tidak puas dengan kehidupan panti asuhan."
Keluarga Alhold yang dimaksud Nammu adalah orang-orang yang masih hidup, yang digunakan oleh Lugalgin sebagai kelinci percobaan. Dengan menggunakan keluarga Alhold, Lugalgin sudah bisa membuat serum untuk menghilangkan pencucian otak.
Namun, sayangnya, obat penghilang pencucian otak tidak manjur 100 persen. Pada anak-anak dan remaja, efek pencucian otak bisa dihilangkan. Namun, pada orang dewasa, kemungkinan berhasil sangat kecil. Persentase keberhasilan pada orang dewasa kurang dari 20 persen. Mereka masih ingin menyerang Lugalgin tanpa alasan yang jelas, seperti insting.
Untuk orang dewasa yang gagal disembuhkan, kami bekerja sama dengan Rina dan Ira. Percobaan pertama adalah mencoba menghilangkan kebencian mereka pada Lugalgin dengan pencucian otak baru. Namun, gagal. Insting mereka untuk menyerang Lugalgin tetap ada. Percobaan kedua adalah kami menanamkan kepribadian dan ingatan baru, mengubah identitas mereka. Hasilnya adalah berhasil.
Percobaan ketiga adalah mengubah identitas mereka baru tapi masih mengenal Lugalgin. Sayangnya, percobaan ketiga gagal. Percobaan keempat adalah hanya menghilangkan keberadaan Lugalgin tanpa mengubah identitas. Di luar dugaan, percobaan keempat berhasil. Kesimpulannya, faktor utamanya adalah keberadaan Lugalgin di memori mereka.
Kami memutuskan memberi mereka identitas baru dan menghilangkan Lugalgin dari memori. Pilihan ini diambil karena yang paling aman. Namun, tentu saja, kami tidak melepas mereka begitu saja. Kami bekerja sama dengan Akadia untuk memonitor semua keluarga Alhold, tidak terkecuali keluarga Ufia dan Nammu.
"Oke, kita lanjut ke laporan terakhir. Tangan kanan Lugalgin."
Nammu terdiam sejenak. "...sayangnya, masih tidak ada perkembangan."
"Begitu ya ...."
Meski sudah mendengar kesimpulan dan inti laporan dari Nammu, aku masih membuka dan membaca laporan terakhir. Berbeda dari laporan sebelumnya, kali ini, aku membaca laporan dengan saksama.
"Maaf, Om."
"Kamu tidak perlu meminta maaf, Nammu. Justru aku harus berterima kasih. Berkat kamu, aku tidak kerepotan. Aku tidak bisa membayangkan kalau harus mengurus semua ini sendirian."
"Tidak, Om Barun. Harusnya aku lah yang berterima kasih karena Om Barun mau memperkerjakanku. Apalagi mengingat aku masih harus membiayai sekolah Corba."
Aku berhenti membaca dokumen dan melirik ke Nammu. "Apa kamu masih tidak mau menerimanya?"
"Aku masih merasa bersalah, Om Barun. Mengingat aku juga berkontribusi ke keadaan Lugalgin."
Aku jadi teringat ketika pertama kali menemui Nammu di rumah sakit. Dia, masih dengan infus, langsung berusaha bangkit untuk bersujud dan meminta maaf. Aku dan Yueni miris kalau mengingatnya. Gara-gara kesalahan orang tua, anak-anak yang masih murni terpaksa menanggung rasa bersalah.
Rasa bersalah Nammu juga tampak semakin parah ketika aku memasukkannya ke tim penanganan tangan Lugalgin. Pada awalnya, dia bingung. Namun, setelah aku menceritakan kondisi Lugalgin, Nammu langsung menangis. Di saat itu, Nammu tidak henti-hentinya meminta maaf padaku, Yueni, Lugalgin, dan Ninlil.
Aku dan Yueni sudah memaafkan Nammu. Lugalgin bukan hanya memaafkan, dia bahkan memberi tawaran untuk menanggung biaya sekolah dan hidup Corba. Hanya Ninlil yang masih bersikeras tidak mau memaafkan Nammu. Yah, dia masih anak-anak.
Bayaran sebagai asistenku tidak kecil. Aku bisa menjamin hal itu. Tawaran Lugalgin hanyalah sebuah gestur, bukti, kalau dia tidak mempermasalahkan masa lalu Nammu.
"Aku tidak akan memaksa. Namun, kalau kamu ada masalah, jangan segan-segan untuk meminta bantuan. Kita kan keluarga."
"Baik, Om."
***
"Ibu!"
"Selamat datang, Bemmel sayang."
"Ibu di kursi saja, tidak apa-apa. Aku cuma mau pamit."
Bemmel berteriak sebelum aku sempat berdiri.
Aku menatap laki-laki yang berjalan masuk. Rambut merah keputihan yang menuruni permaisuri Rahayu benar-benar memberi kesan feminin. Bahkan, wajahnya yang begitu halus hampir tanpa garis, seolah ingin menunjukkan kalau dia memang perempuan. Namun, anak ini adalah laki-laki! Yah, meski aku bilang anak, Bemmel sudah berusia 21 tahun.
Di lain pihak, dua tahun setelah menjadi permaisuri, tepat setelah perdana menteri dipilih, aku berhasil mengenakan rangka eksoskeleton normal. Rencana Lugalgin sangat mudah. Aku hanya melakukan latih tanding dengan Emir. Di tengah pertandingan, Emir mendorongku terlalu kuat hingga menghantam dinding. Di luar dugaan, ada bagian dinding yang menyembul, menghantam tulang ekor.
Aku pun dilarikan ke rumah sakit, yang diurus oleh ayah Lugalgin. Om Barun memberi vonis kalau aku membutuhkan eksoskeleton untuk bisa berjalan. Karena yang membuatku lumpuh adalah Emir, tidak ada satu pun orang di kerajaan yang berani protes. Jadi, aku tidak perlu lagi mengendalikan kabel baja di balik stoking!
Kejadian aku menjadi lumpuh menjadi berita internasional. Hal ini mengundang simpati dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar kerajaan. Pihak yang paling prihatin adalah Bemmel, putra terakhir Permaisuri Rahayu.
"Pamit? Mau kemana?"
"Mau belajar kelompok, mengerjakan tugas kuliah. Kafina sudah ada di lobi, menungguku."
"Belajar kelompok?"
Aku menatap Bemmel dengan saksama. Memahami pandanganku, Bemmel memberi jawaban cepat.
"Aku tidak bohong. Kami benar-benar hanya belajar kelompok. Aku juga sudah mengajaknya untuk menemui ibu, agar bisa meyakinkan ibu. Tapi dia masih sungkan masuk ke sini walaupun aku sudah bilang status keluarga kerajaan kita, saat ini, hanyalah hiasan, tidak berarti apa-apa. Sayangnya, dia tetap tidak berani."
Tiba-tiba saja Bemmel membawa masalah lain. Apa dia ingin mengalihkan topik pembicaraan? Bisa saja. Yah, aku ikut saja lah.
"Bemmel, untuk kamu status keluarga kerajaan memang hanya hiasan. Sayangnya, untuk ibu, tidak. Ibu masih harus bekerja dengan perdana menteri."
"Ah! payah ah!"
Aku tertawa kecil melihat Bemmel yang menggerutu.
"Sudah. Kita tidak bisa terlalu protes juga. Dibanding dulu, beban kita sudah jauh berkurang, kan?"
"Iya sih ...."
Meskipun perdana menteri sudah ditunjuk, aku tidak bisa turun dari posisi permaisuri. Perdana menteri masih harus mengonsultasikan kebijakan yang akan diterapkan. Kalau ada masalah, aku akan memberi beberapa masukan. Kalau tidak ada masalah lagi, baru setelah itu aku sahkan.
"Sudah. Cepat pergi sana. Kafina sudah menunggu, kan?"
"Ah, iya! Aku pamit dulu Bu."
"Hati-hati ya, sayang."
Bemmel bangkit dan memelukku. Setelah memberi pelukan hangat, dia pun pergi.
"Oh, mau kemana Bemmel?"
"Belajar kelompok. Aku berangkat ya, Om Zage!"
"Hati-hati!"
Terdengar suara Bemmel yang menyapa Zage di luar ruangan. Tidak lama kemudian, sebuah pesan masuk smartphone. Setelah membaca pesan, aku menjalankan aplikasi di smartphone dan mematikan keamanan di ruangan ini.
"Kamu bisa masuk, Zage!"
"Aku masuk."
Di belakang laki-laki botak, Zage, terlihat dua laki-laki masuk. Begitu pintu tertutup, dua laki-laki di belakang Zage menarik wajah dan rambut, melepaskan topeng silikon dan wig. Rambut coklat cerah dan merah muda muncul dari balik topeng dan wig. Setelah, orang akan menyadari kalau dua orang ini bukanlah laki-laki, tapi perempuan.
Setelah wajah terekspos, dua perempuan ini menekan tombol di jam tangan dan dada mereka mengembang. Oke, aku penasaran. Bagaimana cara mereka menyembunyikan buah dada sebesar itu? Teknologi apa yang mereka gunakan?
"Ah, akhirnya aku bisa melepas penyamaran."
"Silakan, Tuan Putri Yurika."
Zage memberi sebotol air mineral yang dia ambil dari kulkas.
"Aku sudah bukan tuan putri, Zage."
"Bagi saya, Anda masih tuan putri."
Sebuah loyalitas yang tinggi. Tidak heran dia menjadi regal knight.
Di lain pihak, perempuan yang satunya, Jeanne, minum air mineral dari mejaku dengan wajah ketus.
"Kamu iri, Jeanne?"
"Tentu saja! Uhh ... Ufia, dimana kamu? Aku kangen. Padahal aku ke sini karena ingin bertemu."
Ufia, normalnya, akan berada di ruangan ini sebagai pengawalku. Karena itulah Jeanne berharap bisa bertemu Ufia. Namun, hari ini dia tidak kerja.
"Hari ini dia cuti. Dia dan calon suaminya sedang mencari gaun pernikahan."
"Gaun pernikahan? Uhh ... hatiku semakin sakit. Regal knightku sudah akan menikah, tapi aku belum mendapatkan pacar."
"Kamu sendiri yang menjaga jarak dari laki-laki."
Jeanne mengatakan dia menjaga jarak demi menjaga identitasnya. Dia tidak mau orang lain tahu kalau Tuan Putri Jeanne masih hidup. Namun, menurutku, kalau khawatir pada identitasnya, dia tinggal mencari sesama intelijen Bana'an. Sebagian intelijen Bana'an, yang terlihat dalam pembunuhan keluarga kerajaan, tahu kalau Jeanne masih hidup.
Di lain pihak, Yurika, menurut informasi yang kuhimpun, tidak ingin menikah. Entah apa yang mendasari keputusannya. Dia juga tidak menjawab pertanyaanku kenapa tidak ingin menikah. Aku hanya berharap dia tidak mengincar Lugalgin seperti ibunya. Yah, aku hanya bisa berharap.
"Daripada itu, Mulisu, kamu tidak ada rencana menikah?"
"Menurutmu, apa yang akan terjadi kalau seorang permaisuri menikah lagi?"
"... oke. Aku paham." Jeanne menurut tanpa mencari tahu lebih lanjut.
Memang tidak ada larangan tertulis untuk permaisuri menikah lagi. Namun, kalau permaisuri menikah lagi, dikhawatirkan akan ada gejolak politik. Kerajaan ini baru stabil. Aku tidak mau hancur lagi gara-gara sebuah pernikahan!
"Dan lagi, aku tidak melihat pentingnya fungsi laki-laki di hidupku."
"Apa kamu tidak kesepian?"
"Aku sudah merasa cukup dengan melihat Bemmel yang bahagia. Dan lagi, anggota Elite Agade juga masih mengunjungiku rutin."
"Memang siapa sih yang rutin ke sini? Kali cuma Umma, kan? Dan, kalau Bemmel menikah. Kamu akan sendirian lho ...."
"Justru aku berharap Bemmel segera menikah. Aku ingin dia bahagia dengan wanita lain."
Aku menjawab Jeanne simpel. Di lain pihak, entah sejak kapan, Yurika sudah memandangku sengit.
"Kamu sudah menganggap Bemmel sebagai anakmu sendiri, ya, Mulisu?"
"Ya, begitulah."
"Menurutmu bagaimana reaksi Bemmel kalau dia tahu kamu bukanlah ibunya."
Aku menarik napas dalam. "Yurika, Jujur, tampaknya Bemmel sudah menyadari kalau aku bukanlah ibunya."
"Hah?"
Bukan hanya Yurika, Jeanne dan Zage pun terentak ketika mendengar jawabanku.
Aku pun menceritakan kejadian yang membuatku yakin akan hal ini. Kejadian pertama adalah beberapa bulan pertama ketika aku menggantikan permaisuri Rahayu. Entah kenapa Bemmel mengatakan, "aku tidak keberatan dengan ibu yang sekarang. Aku sayang ibu,". Saat itu aku berpikir yang dimaksud Bemmel adalah perubahan sikap Rahayu.
Ketika Bemmel mulai menginjak remaja, entah kenapa, pandangannya berubah. Dia melihatku tidak seperti anak melihat ke ibunya, tapi lebih kepada laki-laki melihat sosok perempuan.
Namun, yang paling meyakinkanku adalah kejadian beberapa bulan lalu. Secara resmi, kamar mandi dan kamar tidur tidak dipasang kamera atau perekam suara. Namun, aku meminta Yuan melakukannya secara diam-diam.
Di luar dugaanku, pada salah satu rekaman, aku melihat Bemmel yang memeluk bantal tampak kasmaran. Dia melakukannya sambil memanggil namaku. Dia mengatakan, "karena dia bukan ibu, berarti kalau aku berhubungan dengannya, hubungan kami legal, kan? Ah, aku jadi penasaran wajah aslinya. Tidak! Tidak perlu wajah aslinya. Nama aslinya saja sudah cukup. Tapi aku juga penasaran dengan wajah asilnya,".
Ketika aku selesai bercerita, semua orang diam dengan mulut menganga. Mereka tampak tidak memercayai ceritaku.
"Ada alasan kenapa aku terus mendorong agar Bemmel mendekati Kafina, teman perempuannya."
"Kamu, apa yang sudah kamu lakukan ke Bemmel dengan wajah ibu?"
"Aku hanya memberinya perhatian. Aku sudah melakukan hal yang sama pada anak-anak panti asuhan dan aku bilang itu adalah normal. Daripada perlakuanku, aku lebih penasaran apakah Bemmel mendapat perhatian yang cukup dari Rahayu? Laki-laki hanya akan jatuh hati ketika dia mendapat perhatian yang belum pernah didapat."
"Lalu," Jeanne masuk. "Apa yang akan kamu lakukan?"
"Jujur, aku ingin Lugalgin mencari tubuh pengganti dan membuat permaisuri meninggal, seperti yang dia lakukan pada Ratu Amana. Dengan demikian, aku bisa pergi dari istana, meninggalkan Bemmel."
"Hei! Kamu sudah merenggut hati Bemmel dan kini mau kabur? Enak saja!"
"Sebenarnya apa yang kamu mau, Yurika? Kamu mau aku menjauhi adikmu atau menikahinya?"