[Lugalgin, kalau aku bertanya bagaimana caranya kamu mengosongkan sisi barat Muir apa yang akan kamu jawab? Ganti.]
"Aku akan menjawab 'kekuatan intelijen dan pasar gelap'. Ganti."
[Aku benar-benar tidak mau menjadikanmu musuh, Gin. Ganti.]
Secara legal, saluran militer adalah komunikasi yang paling aman. Jadi, kekhawatiran akan komunikasi kami disadar sangatlah kecil. Namun, tentu saja, secara ilegal handphone candybar masih memegang posisi paling atas.
Aku berbincang-bincang dengan Zortac melalui radio pesawat. Meski tidak melihat wajah Zortac, dari nada enteng dan ceria, aku bisa membayangkan kalau dia tersenyum.
Ketika tiba waktu yang ditentukan dan sisi barat Muir sudah cukup kosong, militer Bana'an melancarkan serangan. Sisi timur dan selatan Muir tetap diserang, tapi tidak seintens sisi barat karena hanya pengalih perhatian.
Peran intelijen dan pasar gelap tidak terbatas pada pengosongan sisi barat. Intelijen dan pasar gelap juga melakukan infiltrasi pada beberapa pangkalan militer. Mereka menyabotase alat-alat dan senjata perang, membuat kemampuan militer Nina berkurang drastis.
Yang paling penting, intelijen dan pasar gelap berhasil mematikan lebih dari 80 persen senjata anti udara. Berkat sabotase ini lah pesawat kargo militer bisa membawaku ke zona udara Muir. Ya, serangan ke Muir tidak hanya dilancarkan melalui darat, tapi juga udara. Kalau saja tidak ada negara lain di barat atau timur Nina, mungkin armada laut juga sudah berpartisipasi.
"Zortac, apakah sisi barat benar-benar kosong? Atau masih ada pasukan berjaga? Ganti."
[Tentu saja masih ada pasukan berjaga. Namun, setelah menyadari saluran komunikasi mereka terputus, pasukan yang berjaga pun menyerah. Ganti.]
Yap. Saluran komunikasi militer Nina yang terputus juga merupakan hasil sabotase.
"Karena menyerah, mau tidak mau, kamu harus memperlakukan mereka, tahanan perang, dengan baik ya. Ganti."
[Ya, benar. Kalau terlalu banyak tahanan perang, aku khawatir nilai reparasi perangnya akan bengkak. Ganti.]
Seperti ucapan Zortac, semakin banyak tahanan perang, semakin tinggi biaya reparasi perang yang akan diminta militer Bana'an. Biaya ini mencakup perawatan, makanan, dan tempat tinggal para tahanan perang. Sederhananya, uang reparasi mencakup biaya "akomodasi" tentara yang harus diganti oleh Kerajaan Nina. Dan, tentu saja, harga reparasi untuk tahanan perang sangatlah tinggi. Anggap seperti tinggal di hotel jelek tapi harganya 10 kali lipat.
Kalau melawan kerajaan atau negara lain, bisa dipastikan pihak yang kalah akan mengalami krisis ekonomi besar. Bahkan, akan normal kalau pihak yang kalah akan menjadi negara atau kerajaan boneka. Namun, hal itu tidak akan terjadi pada kerajaan Nina. Kepala Kerajaan dari dua pihak yang berseteru adalah istri dan teman baikku. Negosiasi mengenai pembayaran reparasi perang yang dicicil dan juga nilai yang tidak terlampau tinggi masih bisa diusahakan.
"Pak Lugalgin, 5 menit lagi kita akan tiba di titik yang ditentukan."
"Terima kasih banyak, Pak." Aku menjawab kopilot. "Zortac, sudah waktunya aku memutus komunikasi. Lugalgin keluar."
"Baiklah. Semoga sukses. Zortac Keluar."
Setelah mengembalikan mikrofon radio, aku berbalik dan meninggalkan kokpit. Di bagian belakang pesawat, terlihat puluhan tentara yang duduk dengan rapi. Mereka semua mengenakan pakaian perang lengkap dengan ransel dan senjata. Di kursi paling depan, dekat dengan kokpit, ketiga istriku duduk.
"Kita akan tiba di titik yang ditentukan kurang dari 5 menit. Persiapkan diri kalian!"
"Siap!"
Para tentara menjawab dengan penuh semangat. Selain tas berisi amunisi dan peralatan perang, para tentara masih membawa parasut untuk berjaga-jaga. Dengan pakaian igni dan material di beberapa titik, para tentara bisa melakukan manuver di udara dengan mudah.
Orang normal mungkin akan bertanya, "kalau sudah bisa terbang dan melakukan manuver di udara, kenapa masih menggunakan pesawat?". Jawaban yang paling jelas adalah untuk menghemat stamina para tentara. Jawaban kedua secepat apa pun tentara bisa terbang, mereka tidak lebih cepat dari pesawat terbang bermesin jet.
"Kamu yakin akan berpartisipasi ke front line, Gin?"
Aku menoleh ke kiri, ke Rina. "Tentu saja, Rina. Aku harus memastikan kalian baik-baik saja dan rencana berjalan lancar."
Yang aku maksud rencana, tentu saja, rencana yang berkaitan dengan Ibu Amana.
"Daripada kondisi badanku yang sudah diambang kematian, saat ini, aku jauh lebih gugup karena kita terbang."
"Hehe, gugup karena terbang ya.?"
Tampak dahi dan leher Rina yang basah oleh keringat dingin. Kenapa aku bilang keringat dingin? Karena kargo pesawat ini tidak panas. Yang membuat Rina mengeluarkan keringat dingin adalah karena dia harus menaiki pesawat. Bukan hanya Rina. Di balik sarung tangan, aku bisa merasakan telapak tanganku basah.
"Tenang saja, Rina, Gin. Kan ada aku dan Inanna."
"Benar, kami akan memastikan kalian bisa bermanuver di udara."
Emir, Inanna, kami pada kalian.
Tiba-tiba saja terdengar sirene kencang. Sumber cahaya putih meredup, digantikan dengan lampu berputar berwarna merah. Bersamaan, semua orang di ruang kargo mengenakan helm, masker, dan tabung oksigen. Sekali lagi, setiap orang memeriksa perlengkapan yang mereka kenakan. Semuanya juga saling mengecek peralatan rekan yang lain, memastikan tidak ada yang terlupakan.
Pintu belakang terbuka, membiarkan cahaya senja masuk ke dalam kargo. Satu per satu tentara melompat ke luar, menyongsong langit jingga.
Ketika giliran kami tiba, Inanna kembali mengecek peralatan, terutama tali dan alat yang memastikan tubuh kami terikat. Aku juga mengecek peralatan, memastikan semua tubuhku tertutup oleh kain dan helm. Aku tidak mau pengendalian Inanna hilang karena menyentuh kulitku.
Emir melakukan hal yang sama dengan Rina. Berbeda dengan kami semua, Rina mengenakan kacamata pilot berwarna keruh, memastikan penghilang pengendaliannya tidak aktif.
"Siap, Gin?"
"Tentu saja tidak."
Mulut berkata tidak, tapi tubuhku mengikuti ritme Inanna yang melompat keluar. Kami pun jatuh bebas dari pesawat menuju Muir. Setelah para tentara melompat dari pesawat, terlihat benda-benda besar dijatuhkan. Benda-benda besar tersebut adalah truk, tank, kotak senjata, dsb.
Semua tentara yang ikut beroperasi pada serangan udara mengenakan pakaian berwarna jingga. Hal ini dilakukan demi membuat mereka sedikit berkamuflase dengan langit senja. Namun, tentu saja, penurunan ribuan pasukan di langit tidak akan luput dari perhatian.
Militer kerajaan Nina memberi perlawanan. Semua senjata anti udara yang masih aktif melepas tembakan. Bahkan, mereka menggunakan misil anti udara milik kapal perang di dermaga. Sekuat tenaga, Militer Nina berusaha menumpas semua tentara yang ada di langit.
Militer Bana'an tidak begitu saja menerima serangan Militer Nina. Dengan material di pakaian, pasukan paralayang bisa melakukan manuver di udara, menghindari serangan. Namun, tentu saja, menghindari proyektil beberapa kali kecepatan suara tidaklah mudah. Banyak ledakan muncul, membunuh tentara.
"Rasakan ini!"
Beberapa kubus logam raksasa yang dijatuhkan dari langit berubah bentuk menjadi 8 Turret Tank. Menyusul, suara ledakan memekakkan telinga berdentum. Kubus logam itu adalah Krat milik Emir. Dengan Krat, Emir melakukan serangan balik ke beberapa artileri dan kapal perang. Selain 8 Turret Tank, Emir juga membuat beberapa dinding logam untuk menghalau serangan yang datang.
Di sisiku dan Inanna, terlihat puluhan pasak dan tombak sudah melayang di sekitar. Berbeda dengan Emir yang melepaskan tembakan, Inanna fokus menggunakan pasak dan tombak sebagai pertahanan. Dia mengendalikan semua pasak dan tombak untuk berhadapan dengan peluru dan misil anti udara. Dengan pengendalian timah, Inanna dapat mengetahui posisi semua peluru yang datang dengan tepat.
Kami berempat langsung menuju ke gerbang istana. Semakin dekat jarak dengan istana, semakin berat rintangannya. Terlihat belasan artileri, misil anti udara, dan kendaraan berat lain sudah bersiap. Dari belasan senjata berat yang terpasang, hanya sepertiga yang aktif melepas tembakan. Tampaknya, sisanya tidak bisa digunakan karena sabotase.
Emir dan Inanna mengirim serangan ke barikade di depan Gerbang. Namun, beberapa dinding logam besar muncul, melayang, menghalangi serangan Emir dan Inanna.
"Rina!"
"Baik!"
Dengan aba-aba Emir, Rina membuka kacamata pilot yang dia kenakan. Begitu matanya memandang ke barikade, dinding logam yang melayang terjatuh ke tanah, seolah tali yang mengangkatnya putus. Tidak berhenti sampai di situ, artileri dan senjata berat yang berjaga tidak lagi melepas tembakan. Dengan pandangannya, Rina menghapus semua pengendalian.
Emir tidak membuang kesempatan dan melepaskan tembakan dari turret tank. Serangan Emir tidak berhenti pada satu tembakan. Dia terus dan terus melancarkan serangan. Serangan Emir menghancurkan kendaraan militer. Tentara yang berada di lokasi pun terpanggang hidup-hidup. Tidak berhenti sampai situ, terlihat kaca bangunan di beberapa gedung pecah karena intensitas serangan Emir.
Inanna tidak melancarkan serangan ketika Rina membuka kaca mata. Dia tidak mau kehilangan senjata di tengah peperangan.
Ngomong-ngomong, dalam proses penerjunan ini, aku adalah satu-satunya orang yang menjadi beban, baik secara kiasan maupun harfiah. Sejak loncat dari pesawat, aku hanya bisa melihat pertarungan berlangsung. Sial!
Seketika itu juga, aku melihat tiga objek familier jatuh bebas. Akhirnya datang juga!
Aku mengambil sebuah gadget kecil dari saku dan menekan tombol. Tombol yang kutekan membuat beberapa parasut muncul. Parasut yang muncul bukanlah di tubuhku atau tubuh Inanna, tapi pada tiga objek familier, peti arsenal.
Aku berteriak, "Emir, Inanna, fase selanjutnya!"
Setelah mendengar teriakanku, Emir dan Inanna langsung meluncur cepat ke satu arah, peti arsenal. Begitu aku memegang dua peti arsenal dan Rina satu, kami berpisah. Aku dan Inanna menuju ke satu gedung di sisi tenggara sementara Rina dan Emir menuju ke gedung di barat daya.
Inanna melakukan manuver terbang rendah. Begitu dekat dengan gedung, aku melepaskan ikatan dari Inanna. Dengan dua peti arsenal sebagai alas, aku meluncur, masuk ke gedung. Aku membuka parasut di ransel untuk sejenak, mengurangi kecepatan. Selain itu, parasut ini juga berfungsi menghalangi pandangan musuh.
Sementara musuh bingung harus melepas ke mana, aku mendobrak pintu dan masuk ke gedung. Inanna masuk melalui jendela yang pecah dan langsung tiarap.
Aku membuka satu peti arsenal dan mengeluarkan dua senjata otomatis. Dua senjata otomatis ini adalah sistem pertahanan yang sangat canggih. Dengan fitur radar termal, senjata otomatis ini bisa membunuh semua manusia yang ada di jangkauan. Untuk memastikan tidak menjadi korban, kamu harus membawa pemancar khusus.
Aku menekan tombol komunikasi radio. "Emir, Rina, sudah siap?"
[[Siap!]]
"Bagus. Laksanakan rencana!"
[[Baik!]]
Emir dan Inanna fokus menyerang gerbang istana. Ledakan dan bunga api bermunculan tanpa henti. Namun, belum ada tanda-tanda gerbang istana akan roboh. Sementara itu, aku dan Rina akan membersihkan lantai dasar bangunan yang kami datangi dan pergi ke basemen.
Sesuai dugaan, tempat ini penuh dengan tentara. Namun, pada ruang sempit, aku berani bilang kalau aku unggul. Dengan senjata api, pedang, pisau, dan granat, aku membunuh semua tentara di lantai dasar. Selanjutnya, pergi ke basemen.
Di basemen, jumlah tentara tidak sebanyak di lantai 1. Hal ini membuatku dapat menjalankan rencana dengan lebih cepat. Di ujung basemen, di balik tubuh tentara yang tidak bernyawa, terlihat sebuah konsol elektrik. Setelah kata sandi diketikkan ke dalam konsol elektrik, sebuah lubang terbuka di tanah.
Awalnya, lubang yang terbuka tampak gelap. Namun, cahaya langsung muncul dari dalam. Aku tidak masuk, tapi langsung melempar granat sebanyak mungkin ke dalam lubang dan berlari. Dengan suara dentuman, lubang yang baru terbuka pun hancur, tertutup rapat.
Sambil kembali ke lantai 1, aku membuat panggilan dengan handphone candybar.
[Ada apa, Tuan Lugalgin?]
"Emir dan Inanna dalam proses merobohkan gerbang istana. Aku juga sudah meruntuhkan terowongan di gedung percetakan, tenggara Istana. Tinggal tunggu waktu sebelum Rina meruntuhkan terowongan di gedung anggur, barat daya istana."
[Terima kasih banyak, Tuan Lugalgin.]
Aku memilih gedung ini bukan karena jaraknya yang dekat dari istana. Alasan utama adalah pada basemen gedung ini terdapat sebuah terowongan yang terhubung ke istana. Terowongan yang sama juga bisa ditemukan di gedung barat daya, tempat Rina dan Emir berada.
Sebelum menyerang, aku memberi arahan pada Zortac agar serangan militer fokus pada beberapa bangunan khusus. Setiap gedung yang menjadi target memiliki terowongan yang terhubung dengan istana. Rina, sebagai keluarga kerajaan, mengonfirmasi ucapanku. Terowongan-terowongan ini adalah saluran bawah tanah yang bisa digunakan keluarga kerajaan untuk kabur.
Lalu, kenapa kami meledakkan terowongan ini? Selain memastikan Ratu tidak kabur, alasan lain adalah mencegah militer Kerajaan Nina masuk ke istana. Saat ini, militer juga sedang berusaha membunuh Ratu. Dengan membunuh Ratu, mereka akan mendapat pencapaian dan juga citra positif di mata rakyat. Secara tidak langsung, militer ingin mendapatkan kekuatan di Muir. Kami menghindari hal ini.
Namun, alasan itu bukan alasan satu-satunya. Rina tidak memiliki rencana untuk membunuh Ratu melalui terowongan, tapi masuk dari gerbang depan. Dengan demikian, Dia bisa mendeklarasikan kemenangan pada seluruh Feodal Lord dengan bangga. Kalau Rina membunuh Ratu melalui jalur terowongan, ada kemungkinan sebagian Feodal Lord akan menolak deklarasi kemenangan. Mereka akan mengatakan Rina pengecut dan sejenisnya.
Ketika mendengar alasan Rina, aku hanya menghela napas. Tidak peduli di Bana'an maupun Nina, ternyata bangsawan yang bodoh dan mementingkan citra, menyerang dari depan, masih ada.
"Bagaimana keadaan di dalam istana? Apakah para petinggi militer sudah meluncurkan sergapan?"
[Seperti ucapan Tuan Lugalgin, para petinggi militer telah meluncurkan sergapan. Daripada militer Bana'an, kami lebih direpotkan oleh militer Nina. Bahkan, saat ini, kami sedang menghalau beberapa tentara dan militer yang memberontak di dalam istana.]
Di balik suara Ira, aku bisa mendengar ledakan dan suara dentingan logam. Ira, meski sedang menghalau tentara dan militer, suaranya terdengar begitu tenang, seolah tidak ada masalah sama sekali. Setelah mendengar kondisi ini, aku benar-benar tidak mau menjadikan Ira sebagai musuh.
[Maaf, saya tidak bisa berbincang-bincang lebih lama. Ada gelombang tentara baru datang.]
Tepat setelah mengatakan itu, Ira memutus telepon.
Seperti ucapan Ira, pihak yang paling merepotkan adalah Militer Nina. Selain berencana membunuh Ratu, mereka juga sengaja tidak mengevakuasi warga sipil. Dengan demikian, Militer Bana'an tidak bisa menggunakan senjata berat dengan leluasa.
Namun, berkat manuver di belakang layar, oleh Ira dan Aku, warga sipil berhasil dikumpulkan ke bangunan-bangunan umum yang memang tidak boleh diserang seperti tempat ibadah, tempat perkumpulan, dsb.
Aku sampai di lantai 1 dan mendatangi Inanna.
"Berapa lama lagi?"
"Sebentar lagi."
Ledakan masih terus bermunculan di gerbang istana. Namun, kali ini, ledakan tidak muncul tepat di gerbang, tapi di engselnya. Tampaknya Emir dan Inanna sudah menyadari kalau baja yang menjadi gerbang istana tidak bisa dihancurkan dengan mudah.
"Rina, masuk." Aku berbicara melalui radio.
[Ya, Gin?]
"Apakah pintu masuk terowongan di tempatmu sudah hancur?"
[Sudah! Kini kami hanya menanti gerbang roboh.]
"Baguslah."
Aku mengakhiri komunikasi dengan Rina dan mengembalikan pandangan ke gerbang. Sambil menanti gerbang istana hancur, aku mengikat dua peti arsenal ke pinggang kanan dan kiri.
Akhirnya, waktu yang dinanti telah tiba. Engsel di bagian samping gerbang telah hancur. Sebuah ledakan tambahan berhasil merobohkan gerbang istana.
"Zortac, masuk! Gerbang istana sudah roboh. Kami berempat akan masuk. Tolong jaga gerbang istana! Pastikan militer Nina tidak mendekat! Ganti."
[Perintah diterima. Zortac Keluar.]
Aku mengambil sebuah granat asap dan melemparnya ke tengah jalan. Granat asap ini adalah sebuah kode, aba-aba, pada Rina dan Emir kalau rencana dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
"Pegangan yang erat, Lugalgin!"
Aku memegang tangan Inanna Erat. Kini, Inanna membawaku terbang rendah, menuju jalanan, menuju ke istana. Di sisi lain, terlihat Emir dan Rina melakukan hal yang sama. Tentu saja kami tidak terbang lurus, tapi zig-zag penuh manuver.
"Sekarang, Emir!"
Begitu kami melewati gerbang, Emir menggunakan pengendalian untuk membuat gerbang baru. Gerbang baru ini tidak sekuat yang tadi dirobohkan. Kami hanya berusaha mengulur waktu kalau kebetulan ada tentara Kerajaan Nina di dekat sini.
Emir sudah menggunakan sebagian besar Krat untuk membuat gerbang. Saat ini, Krat yang ada di tubuh emir hanyalah selendang yang terikat ke lengan dan kakinya. Namun, mulai dari sini, medan pertarungan adalah ruang sempit. Yang akan lebih aktif adalah aku dan Rina.
Sebenarnya, kalau mau, kami bisa saja langsung terbang di atas gerbang dan dinding istana. Namun, sekali lagi, ada tuntutan dari sebagian Feodal Lord. Bagi Feodal Lord kerajaan Nina, meruntuhkan gerbang istana adalah sebuah simbol dimana penguasa sebelumnya dirobohkan oleh penguasa baru. Seriously?
Begitu kami melewati dinding dan gerbang istana, kekacauan medan perang di luar seolah hanya ilusi. Suara ledakan dan tembakan masih terdengar, tapi semua itu terasa tidak nyata. Di balik dinding, situasi relatif jauh lebih tenang. Atau tidak.
Baru saja aku memikirkan hal itu, sebuah ledakan terdengar. Sumber ledakan adalah salah satu jendela bangunan utama. Tampaknya, militer Nina sudah tidak sabar.
Aku, Emir, dan Inanna melepas masker. Namun, kami masih mengenakan helm. Hanya Rina yang masih mengenakan helm dan masker. Karena sedang hamil, indra penciuman Rina sensitif. Kalau melepas masker, kami khawatir bau bubuk mesiu dan darah di medan perang akan membuatnya mual, membuatnya tidak fokus.
"Ibu, tunggu aku. Aku akan membunuhmu."
Bersambung