[Benar. Dalang penyerangan istana kerajaan kemarin malam adalah kami. Kami melakukannya karena Ratu Amana sempat menculik suami saya, Lugalgin Alhold, dan menyekapnya di istana.]
Rina membuat deklarasi dengan penuh semangat di konferensi pers. Bersama Emir, Zortac, dan Feodal Lord lain, mereka berusaha menggaet simpati masyarakat sekaligus menunjukkan kalau kubu ini memiliki kekuatan.
"Rina tampak jauh lebih bersemangat ya, Gin."
Sesuai ucapan Inanna, Rina tampak lebih bersemangat dan percaya diri. Bahkan, aku bisa melihat ujung bibirnya selalu naik, tersenyum.
Aku dan Inanna tidak menghadiri konferensi pers. Kami berdua di atas ranjang, menetap di kamar hotel. Mereka bilang aku butuh istirahat karena baru menggunakan serum pengendalian. Inanna menemani sekaligus menjagaku. Aku dan Inanna tidak telanjang, tentu saja. Kami mengenakan pakaian kasual, siap kalau tiba-tiba diserang.
Di lain pihak, aku terkejut serum pengendalian tidak membunuhku. Maksudku, kalau serum pengendalian melemahkan sistem imun, seharusnya, seluruh tubuhku sudah dipenuhi kanker. Namun, tidak terjadi perubahan apa pun. Apakah ini berarti pelemahan oleh serum pengendalian bisa diabaikan? Apakah ada faktor yang membedakan serum pengendalian dengan luka normal?
Aku sangat penasaran dengan efek serum pengendalian pada tubuhku. Namun, aku juga tidak mau melakukan percobaan manusia pada tubuhku sendiri. Sama sekali tidak mau. Apa aku mencari inkompeten lain untuk kelinci percobaan? Ah, tidak. Jangan. Bisa-bisa aku menyulut dendam inkompeten. Melihat Rina dan aku, inkompeten kalau sudah dendam sangatlah berbahaya.
Aku beruntung karena Inanna lah yang menetap bersamaku. Jadi, aku bisa menceritakan semua hal yang kudengar dari Ibu Amana, Bapak Bilad, dan Ira. Aku berharap Inanna mampu mendengarkan ceritaku dan tidak langsung menolaknya. Dan, harapanku terkabul. Selama penjelasan, Inanna sering mengangguk dan berkata, "ah, iya, masuk akal,".
"Inanna, apa alasan kamu tidak meragukan pendapat Ira?"
"Mudah saja, Gin. Kamu."
"Aku?"
"Sejak awal, kamu juga selalu berperan menjadi orang jahat, kan? Kamu sengaja menjebak ibu dan menyandera adikku demi keselamatan kami. Lalu, kamu mengklaim sebagai pembunuh tunggal keluarga Cleinhad. Lalu, saat pembersihan keluarga kerajaan, kamu juga menunjukkan diri sebagai pemimpin. Intinya, sejak awal, entah sadar atau tidak, kamu selalu berusaha mengarahkan kebencian semua orang padamu."
"Maksudku, memang aku yang melakukan itu semua, kan? Menurutku itu adalah hal yang normal."
"Tidak, Gin. Kamu tidak normal. Kamu memang menyalahkan sistem, tapi tidak serta merta menjadikan sistem sebagai kambing hitam sepenuhnya. Kamu sadar dan juga mengaku salah atas perbuatanmu. Kalau orang lain, mereka hanya akan menyalahkan sistem dan sebisa mungkin tidak ingin disalahkan. Di sini, kita bisa melihat bagaimana kamu mengambil peran sebagai orang jahat."
"Tapi ...."
Aku ingin menyanggah ucapan Inanna, tapi tidak bisa. Ucapan Inanna tepat sasaran. Tampaknya, tanpa disadari, aku sudah berusaha mengalihkan kebencian orang padaku.
"Ceritamu juga menjelaskan kenapa helikopter kami bisa mencapai istana semalam. Maksudku, ada jarak ribuan kilometer dari sini ke istana. Namun, sejauh itu pula, kami tidak menghadapi satu pun perlawanan atau serangan militer. Ibla sendiri mengatakan walaupun sistem pertahanan Rina diretas, seharusnya militer tidak selengah itu."
Yap, sesuai ucapan Inanna. Helikopter mereka bisa mencapai istana adalah sebuah keanehan. Namun, keanehan ini akan menjadi masuk akal kalau Ibu Amana bergerak di belakang layar. Bisa saja Ibu Amana menginstruksikan akan ada 1 helikopter mata-mata yang kabur dari Anshan ke istana, atau alasan lain.
"Jadi, Gin, apa yang akan kamu lakukan?"
"Aku juga bingung, Inanna. Makanya aku menceritakan ini semua ke kamu, bukan ke Emir apalagi Rina."
"Aku sudah bisa mengira apa yang ada di pikiranmu. Namun, untuk memastikan, aku ingin mendengarnya dari mulutmu."
"Emir sudah dikhianati oleh Permaisuri Rahayu, jadi dia bias kalau menyangkut urusan ibu dan anak. Rina sendiri sudah termakan dendam. Mereka berdua akan menganggap ibu yang baik adalah langka. Hubunganku dengan ibu juga tidak seperti ibu dan anak, kami lebih kepada rekan kerja, pure memperhitungkan pro dan kontra.
"Hanya kamu, Inanna, yang memiliki hubungan normal, layaknya ibu dan anak, dengan ibumu. Dibanding kami bertiga, kamu adalah yang paling bisa melihat situasi ini dengan memperhitungkan sifat keibuan."
"Well, aku tidak menyangkalnya. Namun, aku bisa saja bias, Gin. Bisa saja aku terlalu memandang Ibu Amana terlalu tinggi, kan?"
Ung, sejak kapan Inanna memanggil Ratu Amana dengan sebutan Ibu Amana? Ah, itu tidak penting untuk sekarang.
"Tidak masalah. Setidaknya kamu bisa memberi sudut pandang berbeda."
"Baiklah, kalau begitu." Inanna menerima permintaanku. "Kalau dari perspektifku, besar kemungkinan Ibu Amana ingin agar Rina membunuhnya tanpa belas kasih. Ibu Amana rela menjadi tempat pelampiasan dan dendam Rina demi keselamatan dan keberlangsungan hidup putrinya. Dia tidak akan mau Rina mengetahui fakta ini. Ibu Amana akan berusaha untuk membawa rahasia ini hingga ke liang lahat. Kamu tahu kenapa, kan?"
"Ya. Rina yang saat ini didorong oleh dendam kepada ibunya akan hancur, depresi. Bahkan, bukan tidak mungkin dia langsung memilih bunuh diri ketika mengetahui dendamnya hanyalah dendam kosong."
Yap, benar. Kemungkinan Rina depresi dan bunuh diri sangatlah besar. Bahkan, terlalu besar. Walaupun Rina, mungkin, sudah menyadari kalau dia bergantung padaku, alasan utamanya bertahan hidup masihlah melampiaskan dendam. Aku hanyalah tumpuan sekunder.
"Gin, menurutmu, kalau kita ingin menghentikan rencana Ibu Amana, berapa persen kemungkinan berhasil?"
"Jujur, terlalu kecil." Aku menghela napas. "Ibu Amana pasti sudah menyiapkan banyak skenario untuk mencegah rencananya gagal. Bahkan, aku bisa menduga dia sudah mengonsumsi racun yang membunuh Tera. Ibu Amana pasti berusaha menaruh dirinya di posisi Tera demi mengurangi rasa bersalah."
Kalau Rina berhasil melakukan kudeta dan menjadi Ratu, Ibu Amana akan dieksekusi. Kalaupun Rina gagal, Ibu Amana juga bisa tewas dengan berhenti mengonsumsi penawar. Semua ending berujung pada kematian Ibu Amana. Dan, jujur, aku merasa perih ketika melihat hubungan Rina dan Ibu Amana yang seperti ini.
Ah, Ibu Amana, kenapa kamu tidak jahat sampai ke akar seperti Permaisuri Rahayu saja, sih? Kenapa kamu harus orang baik yang berperan jadi orang jahat? Kenapa? Aku jadi teringat momen ketika terpaksa mengeksekusi Shu En yang telah menyebabkan kematian keluarga Nanna dan Suen. Atau ketika aku harus membunuh Bu Melinda karena dia meletekkan kesetiaan pada Permaisuri Rahayu.
Jujur, dadaku sesak dan perih ketika harus membunuh orang-orang baik dan berkompeten hanya karena kesalahan orang lain. Aku sangat ingin mengampuni Shu En dan anaknya, tapi itu tidak akan adil untuk Nanna dan Suen. Aku juga tidak ingin membunuh Bu Melinda, tapi dia berpotensi membelot yang bisa membahayakan keluargaku karena kesetiaannya.
Kenapa orang baik selalu berada di antara orang buruk? Kenapa?
Aku memutar badan dan membenamkan wajah ke dada Inanna, membiarkannya membelaiku.
"Inanna, aku bingung."
"Hehehe. Ini mungkin pertama kalinya kamu memintaku secara personal, Gin. Sebelumnya, kamu selalu meminta tolong padaku dan Emir."
"...."
"Hehehe, jangan ngambek, dong, Gin."
Aku gak ngambek! Aku hanya bingung!
Inanna berbaring, membiarkan tubuhku menindihnya.
"Seperti yang kamu bilang, Gin. Saat ini, Rina termakan dendam. Dendamnya tidak akan bisa menghilang begitu saja. Aku sendiri sama. Dendamku pada Yang Terhormat Paduka Raja Mariander, yang telah menjualku padamu, bisa dibilang belum sepenuhnya reda."
Aku mengangkat kepala, melihat ke wajah Inanna.
"Tidak, aku tidak membencimu, Gin." Inanna menyangkal. "Dendamku memang belum sepenuhnya hilang. Namun, dendam itu lebih menjadi samar, tertutupi oleh kondisi ibu dan Ninshubur yang menurutku jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Dan, tentu saja, karena pernikahan kita."
Untunglah. Aku tidak yakin hati ini bisa menerima kalau Inanna bilang dia menyimpan kebencian padaku karena ulah Raja Arid.
"Menurutku, yang terbaik adalah membuat Rina mengetahui faktanya secara perlahan. Tidak harus sebelum Ibu Amana tewas. Kita bisa melakukannya setelah Ibu Amana tewas. Setidaknya, perlahan, dendam Rina bisa tergantikan. Namun, aku khawatir dengan perasaan yang akan menggantikan dendam, antara penyesalan atau rasa bersalah. Aku tidak tahu apakah dua hal ini lebih baik dari dendam atau tidak."
"Tidak harus sebelum Ibu Amana tewas, ya. Kalau begitu, Inanna, bagaimana kalau begini."
Aku mulai menjelaskan ide yang terlintas di pikiranku setelah mendengar Inanna. Posisi kami tidak berubah, aku memeluk Inanna dan menindihnya dan dia masih membelai kepalaku lembut. Namun, belaian tangan Inanna berhenti ketika mendengar ideku. Wajahnya menjadi muram.
"Sekarang aku paham perasaan Ira, pelayan istana itu."
***
Sehari setelah deklarasi serangan istana, beberapa video menyatakan deklarasi dukungan dari Feodal Lord kepada Rina muncul. Tentu saja tidak satu pun deklarasi dapat diakses melalui internet Kerajaan Nina. Para Feodal Lord yang menyatakan dukungan membuat video lalu meminta pasar gelap untuk menguploadnya ke internet.
Dari mana aku mengetahui kalau para Feodal Lord meminta tolong organisasi pasar gelap? Mudah saja, karena sebagian pasar gelap Kerajaan Nina meminta tolong ke tiga pilar Bana'an. Begitu mencapai tiga pilar, tinggal urusan waktu sebelum video itu menyebar di internet. Bahkan, aku juga mendapatkan info kalau pasar gelap selain Bana'an ikut terlibat.
Dan, dengan bantuan jaringan internet pasar gelap, hari ini diadakan konferensi maya antar Feodal Lord yang mendukung Rina.
"Terima kasih atas dukungannya, Para Feodal Lord. Dengan ini, saya resmi membuka konferensi."
Rina, Lord Susa, Feodal Lord dari Peer dan Ursia, serta Mayor Jenderal Zortac duduk bersampingan menghadap layar raksasa. Ruangan konferensi ini terasa sepi tanpa adanya wartawan dan media massa. Hanya terlihat kru yang bertanggung jawab atas penyiaran dan konferensi yang ada di dalam ruangan ini.
Namun, tentu saja, aku, Emir, dan Inanna juga berada di dalam ruangan ini. Kami bertiga tidak duduk di sebelah atau di belakang Rina, tapi di ujung ruangan. Momen ini adalah momen penting bagi Rina untuk menunjukkan wibawa nya sebagai calon Ratu. Dia harus mampu menggaet suara para Feodal Lord ini.
Tujuan konferensi ini adalah afirmasi, memastikan kalau para Feodal Lord benar-benar akan memberikan dukungan pada Rina. Total ada 9 dari 24 Wilayah Kerajaan Nina yang menyatakan dukungan, termasuk Anshan, Peer, dan Ursia.
[Maaf, Tuan Putri Rina, tapi apa tidak lebih baik kalau Mayor Jenderal Zortac tidak mengikuti konferensi ini? Mengingat ini adalah urusan internal Kerajaan Nina.]
"Sayangnya, saya tidak bisa setuju dengan Anda." Zortac membuka suara. "Pangeran Tera menghubungi kami, militer Bana'an, dan meminta Tuan Lugalgin untuk menjaga Tuan Putri Rina. Dan, saat ini, Tuan Putri Rina adalah istri dari Tuan Lugalgin, Kepala Intelijen Bana'an. Jadi, kami memiliki kewajiban untuk memastikan keamanannya."
[Jadi, kalian mau melakukan intevensi?]
"Tidak, jika Tuan Putri Rina tidak berkenan."
Bagus, Zortac! Kamu mengembalikan wewenang dan pembuatan keputusan ke Rina. Dengan begini, kamu menunjukkan kalau Rina memang telah menjadi sosok yang patut dipercaya dan dapat memimpin militer.
"Ibu-ibu dan bapak-bapak sekalian, saya paham meminta bantuan kepada militer Kerajaan Bana'an seperti menodai nama Kerajaan Nina. Namun, saya meminta para Lord untuk memakluminya, mengingat masing-masing wilayah tidak akan memiliki akses ke logistik setelah ini."
Sebagian Feodal Lord mendecakkan lidah, sebagian lagi mengangguk. Untuk orang-orang yang mendecakkan lidah, aku penasaran sebenarnya apa yang mereka harapkan kalau Bana'an tidak mengintervensi? Mereka mau melawan Kerajaan Nina tanpa logistik? Mereka pasti bercanda.
Atau orang-orang itu yakin pasar gelap masing-masing wilayah sudah cukup? Yang benar saja. Kalian pikir ini Bana'an? Level pasar gelap tempat ini tidak ada apa-apanya. Fakta bahwa sebagian organisasi pasar gelap Kerajaan Rina meminta tolong pada tiga pilar saja sudah menunjukkan kalau masing-masing wilayah tidak bisa bertahan tanpa intervensi.
Ngomong-ngomong, sejak kapan aku menyebut tiga pilar? Aku tidak sadar. Yah, sudahlah. Itu tidak penting.
[Maaf, Tuan Putri. Namun, sebenarnya, saya tidak benar-benar ingin mendukung Tuan Putri.]
Dan sebuah bom dijatuhkan oleh ibu dengan penuh keriput.
"Bisa tolong dijelaskan, Lord Inshu?"
[Jujur, saat ini, masyarakat Kerajaan Nina terpecah dah resah. Sebagian mendukung Tuan Putri, sebagian mendukung Yang Mulia Paduka Ratu. Kalau Tuan Putri bersikeras, saya khawatir perang saudara akan tumpah di kerajaan ini. Tujuan saya yang sebenarnya adalah meminta Tuan Putri untuk mundur, bicarakan hal ini baik-baik dengan Yang Mulia Paduka Ratu.]
"Maaf, Lord Inshu. Namun, apa itu berarti Anda ingin mengajarkan anak cucu Kerajaan Nina untuk membiarkan anggota keluarga mereka dibunuh demi kelangsungan kerajaan?"
[Aku tidak mengatakan itu!]
"Anda mengatakan hal itu," Rina bersikeras. "Seorang pemimpin adalah idola dan contoh bagi masyarakat. Jika saya membiarkan kematian Tera begitu saja demi keberlangsungan kerajaan Nina, apa yang membuat Anda berpikir masyarakat tidak akan meniru saya? Bahkan, saya khawatir, masyarakat akan membunuh orang yang dibenci dengan alasan, 'demi kerajaan Nina,'. Apa itu yang Anda inginkan?"
Bagian pertama, mengorbankan keluarga demi Kerajaan Nina, adalah berlebihan. Namun, bagian kedua, masyarakat membunuh orang yang dibenci dengan nama Kerajaan Nina, sangat mungkin.
[Anda berlebihan, Tuan Putri Rina. Dan lagi, saya tidak melihat alasan kenapa Yang Mulia Paduka Ratu ingin membunuh Anda dan Pangeran Tera. Jangan-jangan justru Anda yang membunuh Pangeran Tera dan menyalahkan Yang Mulia Paduka Ratu?]
Rina tidak langsung menjawab. Mulutnya tersenyum lebar, tapi dengan mata yang tertutup, tidak seorang pun di sisi lain layar yang bisa mengetahui apa yang dirasakan oleh Rina. Di lain pihak, orang-orang di ruang intervensi ini merasakan bagaimana atmosfer ruangan menjadi berat. Aura haus darah dan niat membunuh Rina memancar tanpa henti.
Inanna menepuk tangan keras, membuat konsentrasi semua orang buyar untuk sesaat. Namun, berkat Inanna, aura haus darah dan niat membunuh Rina menghilang.
Di lain pihak, aku harus mengagumi orang-orang ini yang bisa menjaga raut wajah dan ekspresi walaupun baru saja dihadapkan pada aura haus darah dan niat membunuh. Bahkan, mereka tidak menunjukkan perubahan ekspresi wajah ketika Inanna menepuk tangan. Tidak ada ekspresi lega atau terkejut. Hanya napas mereka yang terlihat lebih lama atau lebih cepat. Namun, aku ragu ada orang yang akan menyadarinya.
Karena hanya menepuk tangan sekali, tampaknya, orang-orang di layar tidak menyadari ketegangan di ruangan ini.
Namun, pertanyaan Lord Inshu cukup masuk akal. Dari pandangan orang normal, tidak mungkin seorang ibu akan membunuh anak-anaknya. Terlebih, anak itu adalah penerus kerajaan. Amat sangat tidak mungkin.
Sekarang, apa yang akan kamu katakan, Rina? Sejak awal, aku tidak pernah menyentuh topik ini. Lord Susa mendukung Rina karena kepentingan wilayah. Dia tidak benar-benar mendukung Rina.
Namun, untuk orang nasionalis seperti Lord Inshu, alasan dan motif jauh lebih utama dibandingkan kepentingan wilayah.
Jadi, Rina, apakah kamu akan mengatakan kalau Ibu Amana ingin menggunakan kematianmu dan Tera sebagai alasan untuk menyerang Bana'an? Namun, apa alasan di balik Ibu Amana ingin menyerang Bana'an? Apakah kamu akan mengatakan mengenai Alhold dan inkompeten? Apa yang akan kamu katakan, Rina?
"Di mata ibu, aku dan Tera hanyalah alat."
Bersambung