"Tunggu dulu!"
"Hah?"
Tiba-tiba saja instingku berontak. Aku menoleh ke belakang, melihat ke pintu ruang makan yang tertutup.
Ibu Amana menghela napas. "Bilad, apa itu kamu?"
Pintu terbuka, menunjukkan sosok laki-laki berjanggut. Rambut dan janggut laki-laki itu juga putih, tapi tidak putih karena warna alami seperti Ibu Amana dan Rina. Rambut dan janggutnya putih karena uban.
"Jadi ini menantuku?"
"Selamat malam ... "
Bukannya aku tidak tahu siapa sosok laki-laki berjanggut ini. Lebih tepatnya, aku tidak tahu harus memanggilnya apa? Statusnya hanyalah sebagai suami Ratu, tidak lebih. Dia bukan Raja.
"Kamu bisa memanggilku Bapak Bilad."
"Baiklah." Aku menurut "Jadi, ada keperluan apa orang nomor 1 dan nomor 2 kerajaan Nina menemuiku?"
Bapak Bilad mengembangkan senyum. Dia berjalan, memutari meja. Sama seperti Ratu Amana, Bapak Bilad mengenakan pakaian tidur, menempel pada tubuhnya yang penuh otot. Dengan masuknya Bapak Bilad, satu-satunya orang yang tidak mengenakan pakaian tidur di ruangan ini adalah Ira, pelayan istana.
Sementara Bilad duduk dengan senyum terkembang, Ibu Amana memegang kening.
"Kenapa kamu ada di sini? Aku kan sudah bilang biar aku saja yang berbicara dengannya."
"Tidak mungkin. Kalian sama-sama Alhold. Hampir tidak mungkin kalian tidak bertikai."
"... sial."
Ratu Amana membuang wajah dari Bapak Bilad. Wajahnya tampak kesal dengan gigi menggertak.
Sejenak, mereka tampak seperti suami istri yang tidak akur. Namun, kalau dilihat lebih dalam, sebenarnya mereka sangat akur. Bapak Bilad tampak sangat mengenal istrinya. Dia tahu kalau istrinya dan aku, hampir bisa dipastikan, akan mengakhiri diskusi dengan pertikaian denganku.
Di lain pihak, Ibu Amana terlihat sadar akan hal kemungkinan pertikaian. Karenanya, dia tidak melawan lebih jauh. Yang bisa dilakukan hanya mengatakan kekesalannya. Namun, Ibu Amana menunjukkan kekesalan di depan Bapak Bilad adalah bukti kalau dia percaya pada Bapak Bilad. Dia pasti percaya kalau ungkapan kekesalan sederhana itu tidak akan membuat suaminya marah.
"Kenapa, Gin? Kenapa kamu melihat wajahku dengan saksama seperti itu?"
"Sekarang aku paham dari mana Rina mendapat dagunya yang lancip itu."
"Hahaha. Matamu jeli. Ya, tepat sekali. Mata indah dan rambut putih berkilau Rina memang dari ibunya. Tapi dagu yang lancip adalah dariku. Kalau dia juga memiliki dagu bundar seperti istriku ini, mungkin dia akan terlihat lebih chubby."
"Jadi kamu bilang aku chubby?"
"Hahahaha."
Bapak Bilad benar-benar santai. Bahkan, atmosfer yang dia pancarkan jauh lebih bersahabat dari Ibu Amana dan Ira pelayan istana.
"Jadi, Lugalgin," Bapak Bilad membuka pembicaraan. "Kami ingin kamu menghentikan Rina lalu menjadi Raja Bana'an, Nina, dan Mariander."
"Lupakan."
"Wow, langsung menjawab."
Tanpa pikir panjang, tanpa jeda, aku langsung memberi penolakan.
Sementara Bapak Bilad masih tersenyum, istrinya, Ibu Amana, melongo. Ibu Amana tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan oleh suaminya.
"Daripada itu, aku ingin bertanya satu hal pada Ibu Amana. Ibu, kalau kamu tidak ingin menjadi ratu lagi, kenapa tidak ubah saja sistem kerajaan ini menjadi republik atau full demokrasi? Atau setidaknya selain oligarki, lah."
"Hah." Ibu Amana menghela napas. "Gin, kamu tidak benar-benar menanyakan itu, kan?"
Well, aku tahu apa yang ada di pikiran Ibu Amana. Aku dan Rina beberapa kali mengatakan kalau ingin lepas dari takdir Alhold sebagai Raja atau Ratu yang paling mudah adalah membuat rakyat kerajaan mandiri, mengubah sistemnya menjadi penuh demokrasi atau republik. Namun, faktanya tidak semudah itu.
Aku tersenyum. "Justru sebaliknya, aku sangat serius dengan rencana itu. Bahkan, saat ini, aku sedang melakukannya pada Bana'an."
"Kamu apa?"
Aku mulai memberikan penjelasan mengenai rencanaku pada Ibu Amana dan Bapak Bilad.
Perubahan sistem pemerintahan yang ideal tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak sekali yang harus disiapkan mulai dari sosialisasi ke masyarakat, pembentukan komite kerajaan, serah terima harta bangsawan, dan lain sebagainya. Namun, aku tidak memedulikan itu semua. Aku melakukannya dengan cara lain.
Sebenarnya, yang paling merepotkan ketika mengganti sistem pemerintahan bukan bangsawan, tapi rakyat jelata. Walaupun bangsawan tidak menjadi pemimpin pemerintahan lagi, mereka masih memiliki aset dan kekayaan. Para bangsawan hanya butuh sedikit penyesuaian. Bahkan, mungkin, hidup mereka akan lebih bebas. Mereka bisa fokus membuat bisnis, mengumpulkan kekayaan. Mereka tidak lagi memiliki kewajiban dan obligasi sebagai bangsawan.
Di lain pihak, rakyat yang terbiasa diperintah dan dituntun akan bingung. Selama hidupnya, rakyat tidak pernah terlalu peduli dengan urusan pemerintahan. Lalu, suatu ketika, tiba-tiba mereka disuruh menjadi orang pemerintahan? Sulit. Amat sangat sulit sekali.
Yang mengajukan ide dan rencana perubahan sistem kerajaan Bana'an, tidak lain dan tidak bukan, adalah Emir. Mengikuti rencana tersebut, saat ini, di Bana'an, bangsawan terbagi menjadi 2, yang menetap dan pergi. Bangsawan yang pergi, seperti keluarganya, Maila akan meninggalkan Bana'an untuk selamanya, membuat wilayahnya tanpa penguasa.
Lalu, yang tidak kalah penting adalah bangsawan yang menetap di Bana'an, seperti Stella. Atau aku harus memanggilnya sebagai Selarimu karena perannya kali ini sebagai bangsawan, bukan sebagai Pimpinan Quetzal? Ah, sudahlah, tidak penting juga nama yang mana.
Kembali ke inti pembicaraan. Jadi, intinya, sebagian bangsawan pergi meninggalkan Bana'an dengan membawa sebagian kekayaan, dan sisanya menetap. Bangsawan yang menetap ini akan tetap memerintah dan menjalankan tugasnya sebagai bangsawan dengan dibantu oleh Mulisu.
Daerah yang ditinggalkan oleh bangsawan bisa dijamin akan kacau. Walaupun Mulisu, sebagai permaisuri, mencoba mengatasi masalah, tetap saja tidak bisa. Satu orang tidak akan bisa mengendalikan kekacauan yang muncul di berbagai penjuru kerajaan. Dengan kondisi itu, Bana'an akan memasuki masa kekacauan.
Para bangsawan yang menetap menyatakan tidak bisa membantu wilayah yang tidak ada bangsawan karena wilayah mereka sendiri kesulitan bertahan. Tanpa ada pemerintah, jalur logistik seperti makanan dan kebutuhan lain akan terhenti, tidak bisa keluar masuk wilayah. Hal ini karena transportasi logistik tidak mendapat cap persetujuan dari bangsawan yang pergi. Bangsawan wilayah lain khawatir akan didakwa merebut wilayah kekuasaan sementara sang Tuan Pergi.
Ketika kondisi sudah kondisi Kerajaan Bana'an memasuki masa kacau, ada banyak skenario yang mungkin terjadi. Ada kemungkinan pemberontakan muncul dan berusaha menggulingkan permaisuri. Kemungkinan lain adalah pemberontakan yang ingin menggulingkan semua bangsawan. Kemungkinan yang paling aman adalah rakyat langsung mengambil alih kekuasaan wilayah yang tanpa bangsawan. Jadi, mereka menunjuk diri sendiri sebagai pemerintah yang baru.
Dengan jaringan informasi pasar gelap dan intelijen, aku akan memastikan skenario paling aman yang terjadi. Jadi, kami akan menyebar informasi dan rumor kalau bangsawan yang pergi adalah sumber masalah, perlu ada yang menggantikan. Meminta bangsawan lain untuk menggantikan akan memakan waktu lama karena ada prosedural yang harus ditempuh. Dengan informasi dan rumor yang disebar, kami bisa mengatur arah dan keinginan masyarakat.
Untuk memastikan aku tidak ditunjuk menjadi Raja, kami juga akan menyebarkan topik lain. Topik yang akan disebar adalah sistem pemerintahan monarki dan oligarki, kerajaan, sudah tidak sesuai dengan zaman. Semua warga sudah mendapatkan akses ke pendidikan yang layak, tidak seperti zaman dulu. Jadi, seharusnya warga juga sudah bisa menjabat di pemerintahan.
Dengan rumor yang beredar, beberapa orang terpilih akan muncul, mengklaim sebagai kepala pemerintahan di wilayah yang ditinggalkan. Dengan kerja sama dari bangsawan yang masih tinggal dan permaisuri, orang ini akan mengembalikan kondisi wilayahnya seperti semula. Satu kesuksesan akan berlanjut ke kesuksesan lain. Wilayah lain pun akan meniru. Akan ada rakyat yang muncul dan menobatkan diri sebagai pemimpin.
Tentu saka, orang-orang terpilih yang mengklaim sebagai kepala pemerintahan tidak asal muncul. Dari balik layar, kami akan memastikan hanya orang yang mumpuni yang mengklaim sebagai kepala pemerintahan. Kalau ada orang yang tampak bermasalah, kami akan langsung membuatnya hilang tanpa jejak.
Setelah itu, para bangsawan dan permaisuri akan menyatakan kalau sistem monarki dan oligarki sudah tidak sesuai. Regulasi-regulasi baru mulai disiapkan agar generasi selanjutnya bisa melakukan pemilihan. Jadi, di masa depan, bangsawan dan permaisuri hanya akan menjadi simbol kerajaan, tokoh masyarakat, tidak lebih. Namun, tentu saja, kalau bangsawan atau permaisuri dipilih oleh rakyat, mereka bisa memegang pemerintahan lagi.
Jadi, setelah ide dan rencana Emir berjalan sepenuhnya, Bana'an di masa depan akan menganut sistem aristokrasi-demokrasi, atau yang disebut dengan republik.
Rencana perubahan sistem kerajaan memang tampak mudah dan mulus. Namun, tentu saja, itu tidak mudah. Dan, tentu saja, korban akan bermunculan. Dalam proses, akan ada masa dimana ekonomi dan kestabilan Bana'an menjadi terpuruk. Hal ini akan berakibat pada kemiskinan dan kelaparan. Tingkat kriminal pun akan meningkat drastis. Korban jiwa akan menjadi hal yang normal.
Masyarakat juga tidak bisa menyerbu bangsawan yang bermasalah karena sudah pergi dari Bana'an untuk selamanya. Jadi, sistem lama Bana'an dimana rakyat menggulingkan bangsawan tidak akan bisa terjadi.
Di lain pihak, meski sulit, kami harus memastikan agar wilayah bangsawan yang masih tinggal. Tidak harus makmur, yang penting bertahan. Dengan demikian, warga akan sepenuhnya menyalahkan bangsawan yang pergi dan ingin mempertahankan bangsawan yang masih ada. Di sini, kami ingin menunjukkan pada rakyat bahwa tidak semua bangsawan sama.
Kami yakin bisa menjalankan rencana ini karena memiliki kuasa di kerajaan, militer, kepolisian, intelijen, dan pasar gelap. Kalau ada satu saja dari lima faktor itu yang tidak kami kuasai, proses perubahan kerajaan tidak mungkin dilaksanakan, terutama pasar gelap.
Dengan kerja sama pasar gelap dan intelijen, aku bisa menekan angka kriminalitas di wilayah tertentu. Kuota transaksi bulanan yang diterapkan untuk organisasi pasar gelap menjadi kunci dalam pengendalian kriminalitas. Namun, kuota ini tidak akan aku tetapkan di wilayah yang ditinggalkan. Jadi, keterlibatan pasar gelap akan semakin menguatkan kesan kalau memang bangsawan yang pergi adalah bersalah. Intinya, bangsawan yang pergi akan menjadi kambing hitam.
"Dan, Lugalgin, menurutmu berapa banyak korban jiwa yang akan jatuh?"
"Entahlah. Jujur, aku tidak terlalu peduli dengan korban jiwa. Selama rencana ini bisa mencegahku menjadi Raja. Aku tidak peduli."
"Kamu ...."
Ibu Amana menggertakkan giginya. Dia menatapku dalam-dalam. Bahkan, aku bisa merasakan niat membunuh mulai muncul darinya. Di lain pihak, di sebelahnya, Bapak Bilad masih belum marah. Dia tidak tersenyum, tapi tidak menunjukkan tanda-tanda marah juga.
"Sejak kecil, Emir sudah tidak cocok menjadi keluarga kerajaan. Inanna juga sudah dikhianati oleh keluarganya sendiri. Keluarga kerajaan Bana'an sudah tewas dan hanya menyisakan permaisuri dan 1 anak kecil. Kalau dibiarkan, ada kemungkinan rakyat akan memaksa Emir untuk menjadi tuan putri lagi, menjadikanku Raja. Dan, kami bertiga, setuju kalau skenario aku menjadi Raja adalah yang paling buruk. Oleh karena itu, kami menjalankan rencana ini."
"Kami bertiga ... apa Rina tidak mengetahui rencana kalian?"
Aku menggeleng. "Biarlah Rina fokus pada dendamnya. Aku tidak mau mengganggunya dulu."
Ketika mendengarku, Ibu Amana menghela napas, tampak lega.
Di lain pihak, aku merasa ada yang tidak konsisten dari perlakuan Ibu Amana.
"Ibu Amana, kamu tampak lega ketika mengetahui Rina tidak tahu apa-apa soal rencanaku. Boleh aku tahu kenapa?"
"Tentu saja! Rencanamu akan menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Aku tidak mau mengetahui putriku mendukung genosida ini?"
"Kenapa tidak? Maksudku, Bana'an sudah memperdagangkan anak yatim piatu selama berabad-abad. Apa Ibu bisa menghitung berapa banyak jumlah anak yatim piatu yang tewas karena perdagangan ini? Dibandingkan kebijakan perdagangan anak ini, menurut kami, jumlah korban jiwa yang jatuh akan lebih sedikit. Ibu Amana tahu hal ini, kan?"
"..."
Ibu Amana tidak menyanggahku lagi, terdiam. Tampaknya, saat ini, ibu Amana sadar kalau sanggahan lebih jauh tidak akan berguna. Bana'an telah melakukan hal biadab selama berabad-abad. Apa yang kulakukan hanya akan menjadi catatan lain di sejarah Bana'an.
"Gin," Bapak Bilad masuk. "Aku mendengar rumor kalau organisasi pasar gelap Bana'an mulai mendirikan panti asuhan. Apa ini juga bagian dari rencanamu?"
"Ya, benar. Ini adalah bagian dari rencanaku. Kalau panti asuhan berada di bawah naungan organisasi pasar gelap, tidak akan ada yang berani macam-macam. Keamanan dan masa depan anak-anak yatim piatu pun akan lebih terjamin."
Selama berabad-abad, Bana'an telah memperdagangkan anak yatim piatu seenaknya. Setidaknya, dalam proses ke depan, aku tidak ingin anak yatim piatu itu ikut menderita. Aku akan memastikan mereka mampu hidup normal dan layak.
"Bagaimana dengan anak-anak keluarga normal?"
"Untuk yang kukenal, mereka akan aku lindungi, termasuk keluarga dan temannya. Untuk yang tidak aku kenal? Aku tidak peduli."
"Kenapa begitu?"
Aku tersenyum. "Karena aku bukan Raja. Aku tidak punya kewajiban untuk memikirkan kehidupan semua orang."
Ketika mendengar deklarasiku, akhirnya, sejak bertemu, Bapak Bilad menunjukkan ekspresi terganggu. Dia memicingkan sebelah matanya.
"Biar aku ulangi sebuah ucapan dari istriku, Inanna. Seorang Raja haruslah serakah. Dia harus memiliki segalanya, baik itu kemakmuran rakyat, kebahagiaan keluarga, atau apapun. Dia harus memiliki segalanya.
"Seorang Raja yang mengutamakan keluarga dan orang yang dia kenal, tanpa memperhatikan masyarakat, hanyalah orang egois dengan takhta. Di lain pihak, seorang Raja yang mengutamakan masyarakat tapi menelantarkan keluarganya hanyalah orang bodoh dengan takhta. Raja bukanlah siapa-siapa tanpa masyarakat. Di lain pihak, dia bukanlah manusia jika menelantarkan keluarganya demi masyarakat yang tidak dikenal. Dia hanya robot yang menjalankan sistem. Dia bukan manusia."
Ung, apa Inanna mengatakannya seperti itu? Rasanya tidak. Tampaknya aku tidak bisa mengulangi ucapan Inanna dengan sempurna. Yah, sudahlah, itu tidak penting. Saat ini, yang lebih penting adalah respons dari Ibu Amana dan Bapak Bilad.
Menyusul Ibu Amana, Bapak Bilad tampak geram. Mereka berdua menggertakkan gigi dan mengepal keras.
"Gin," Ibu Amana kembali masuk. "Apa kamu akan membuat Rina menjalankan rencana itu juga di kerajaan ini?"
"Ya, benar. Aku berpikir akan menjadikan Kerajaan Nina menjadi Aristokrasi-Demokrasi juga, ya. Namun, untuk rencana konkret, aku belum meramunya. Maksudku, aku belum tahu kondisi Kerajaan Nina, kan?"
"Kamu akan membuat putriku menjadi pelaku genosida?"
"Hei, kenapa Ibu Amana protes? Maksudku, kalau Ibu Amana tidak menyuruh Rina mengintaiku, dia tidak akan pernah mengenalku, kan? Dan kalau Ibu Amana tidak menewaskan Tera, Rina tidak akan termakan dendam dan menikahiku demi mendapat dukungan Bana'an, kan?"
Ibu Amana terentak ketika mendengar ucapanku. Badannya tampak bergetar, tidak mampu memercayaiku. Di saat itu, sebuah ucapan yang tidak terduga muncul dari mulut Ibu Amana.
"Keluarga utama Alhold memang ... selalu saja."
"... apa Ibu Amana mau memberi penjelasan?"
"Gin, kamu sudah mengetahui kenapa Kerajaan Kish runtuh, kan?"
Kalau yang dia maksud adalah bagaimana sebuah epidemi muncul dan membunuh banyak orang, termasuk keluarga kerajaan, ya, aku sudah mengetahuinya. Namun, ada ucapan Ibu Amana soal keluarga utama Alhold mengubah segalanya.
Tanpa mengandalkan insting, aku sudah tahu apa yang dimaksud oleh Ibu Amana. Maksudku, semua orang pasti bisa menduganya kalau melihat bagaimana Ibu Amana mengatakan soal epidemi dan keluarga utama tepat setelah mendengar rencanaku.
"Epidemi itu. Keluarga utama yang membuatnya?"
Ibu Mana mengangguk. "Ya, Gin. Yang membuat dan menyebarkan penyakit, yang membunuh jutaan populasi kerajaan Kish beserta keluarga kerajaan, hingga berujung pada kehancuran Kerajaan, adalah sang Raja."
Ibu Amana mulai memberi penjelasan.
Raja terakhir kerajaan Kish, Kubaba Alhold, menyatakan muak dengan tradisi keluarga Alhold yang saling mendorong takhta. Apalagi, tradisi ini sering berujung pada pembunuhan atau ancaman antar keluarga selir.
Identitas inkompeten, atau dulu disebut sebagai pemilik pengendalian mutlak, adalah alasan utama kenapa Alhold menjadi Raja. Di zaman tanpa teknologi, pengendalian adalah segalanya. Kamu bisa mengangkat bangunan besar, membawa 1.000 senjata, atau melakukan gerakan tidak normal dengan mudah. Dulu, pengendalian benar-benar menjadi dasar dalam rantai kekuatan.
Namun, rantai kekuatan itu menghilang ketika dihadapkan dengan pengendalian mutlak keluarga Alhold. Di hadapan keluarga Alhold, semua orang setara. Tidak peduli sekuat apapun kekuatan pengendalian yang dimiliki, orang itu akan menjadi manusia biasa.
Pujian dan ucapan yang sering disenandungkan adalah, "semua benda tunduk di hadapan keluarga sang Raja. Mereka, benda-benda di dunia ini, menjadi pasrah dab tidak akan pernah membiarkan orang lain mengendalikannya ketika sang Raja hadir."
Melihat latar belakang keluarga Alhold menjadi Raja, Kubaba berpikir untuk menghilangkan alasan itu. Kubaba berniat menjadikan keluarga Alhold menjadi keluarga normal, dengan pengendalian. Kulaba Alhold, dengan kekuasaannya, mencari cara untuk menghilangkan pengendalian mutlak.
Sambil memerintah kerajaan Kish, Kubaba terus mencari cara untuk menghilangkan pengendalian mutlak. Kubaba Alhold mendapati ketika keluarga Alhold sedang sakit, benda-benda di sekitarnya akan bergetar. Ketika ditelisik lebih jauh, Kubaba menduga bahwa dengan menurunkan kesehatan, pengendalian mutlak akan hilang dan diganti dengan pengendalian normal.
Yang menjadi masalah adalah, keluarga kerajaan, keluarga Alhold, dikenal sebagai orang-orang terkuat Kerajaan Kish. Mereka hampir tidak pernah jatuh sakit. Menurut catatan, keluarga kerajaan baru sakit setelah melakukan pertarungan selama 7 hari 7 malam tanpa istirahat. Namun, pertarungan yang terjadi selama 7 hari 7 malam amat sangat jarang. Jadi, Kubaba sulit mencari orang untuk diamati.
Oleh karena itu, Kubaba melakukan sesuatu yang tidak lazim. Dia membuat dirinya sakit. Kubaba meminta dokter kerajaan untuk mengembangkan penyakit yang bisa membuatnya tumbang. Setelah melakukan percobaan pada dirinya sendiri untuk waktu yang tidak sebentar, Kubaba mendapat sebuah kesimpulan. Cara untuk membuat Keluarga Alhold kehilangan kekuatannya adalah dengan membuatnya sakit secara permanen.
Ilmu pengetahuan zaman dulu tidak semaju zaman sekarang. Mereka tidak tahu apa-apa soal antibodi, imunitas, proses uji klinis, dan lain sebagainya. Jadi, kesimpulan, "dengan sakit, pengendalian mutlak akan hilang," adalah hal yang revolusioner, sebuah penemuan besar.
Keluarga Alhold yang mendengarnya tersenyum. Dengan memiliki pengendalian normal, mereka tidak perlu menjadi keluarga kerajaan lagi, tidak perlu menjalani hidup dengan tanggung jawab yang berat. Keluarga Alhold, secara diam-diam, menyuntikkan penyakit itu ke anak-anak mereka. Dengan pengendalian mutlak anak-anak hilang, orang tua pun sudah tidak punya tempat di istana. Mereka bisa pergi dengan mudah.
Alasan lain kenapa para orang tua tidak menyuntikkan penyakit itu adalah karena sudah tidak mempan. Kubaba, tidak peduli sebanyak apapun menyuntikkan penyakit tersebut pada dirinya, dia akan sembuh, pengendalian mutlaknya kembali. Namun, hal ini tidak terjadi pada anak-anak. Jika obat itu disuntikkan pada anak yang baru lahir, maka pengendalian mutlak tidak akan bangkit.
Setelah mengetahui cara menghilangkan pengendalian mutlak, Kulaba menjalani hari-hari dengan tenang dan bahagia, berpikir dia akan lengser dari posisinya dengan damai. Namun, sayangnya, tidak.
Penyakit yang disuntikkan ke keluarga kerajaan, entah bagaimana, menyebar ke masyarakat. Jika seorang yang bisa bertarung 7 hari 7 malam saja bisa sakit oleh penyakit ini, apalagi orang normal? Penyakit yang dikembangkan oleh Kubaba menyebar ke seluruh kerajaan Kish, menjadi epidemi.
Di saat itu, keluarga kerajaan waspada. Mereka sadar rakyat pasti akan meminta pertanggungjawaban. Masyarakat tidak meminta keluarga kerajaan bertanggung jawab karena sang Raja lah yang membuat penyakit. Masyarakat meminta Kubaba bertanggung jawab karena dia adalah Raja. Semua hal mengenai kerajaan baik keberhasilan, kemakmuran, kegagalan, adalah tanggung jawab Raja.
Keluarga Alhold tidak pernah peduli dengan tanggung jawab sebagai Raja. Ketika mendengar rakyat akan melakukan serangan dan pemberontakan, mereka tidak menenangkan masyarakat. Keluarga Alhold justru mengambil kriminal jalanan dan mengubah wajah mereka. Sementara kriminal jalanan yang wajahnya sudah diganti menjadi bulan-bulanan warga, keluarga kerajaan yang asli menghilang entah kemana.
Sejak awal, keluarga Alhold memang tidak ingin menjadi Raja. Jadi, runtuhnya kerajaan Kish tidak menjadi masalah bagi mereka. Walaupun jutaan orang meninggal, mereka tidak peduli.
Di lain pihak, keluarga cabang sama sekali tidak mengetahui rencana keluarga utama. Rencana menghilangkan pengendalian mutlak tidak mencapai telinga keluarga Cabang. Saat itu, yang diketahui keluarga cabang adalah mereka harus membuang nama Alhold untuk menghindari masyarakat yang meminta pertanggungjawaban.
Ratu pertama kerajaan Rina, Kuba, adalah satu-satunya Alhold yang terseret ke permukaan. Selama bertahun-tahun, memastikan pengendalian mutlak tipe penglihatan Ratu Kuba tidak diketahui, dia selalu mengikat kain putih di kepala, menutup mata. Kalau hanya satu lapis kain, Ratu Kuba masih bisa melihat dengan samar-samar. Setidaknya kain putih itu dapat mematikan pengendalian mutlak yang dia miliki.
Rencana keluarga utama baru mencapai telinga keluarga cabang beberapa belas tahun setelahnya, dibawa oleh salah satu penerus keluarga Alhold yang tidak memiliki pengendalian mutlak. Bersamanya, dia membawa obat, atau lebih tepatnya penyakit, yang dapat menghilangkan pengendalian mutlak pada anak-anak. Setelah menyampaikan kebenaran keluarga utama, orang itu menghilang, tidak terlihat lagi.
Kuba mencoba menyuntikkan obat itu ke anaknya, berharap pengendalian mutlak anaknya menghilang. Namun, pengendalian mutlak sang anak hanya menghilang untuk beberapa hari, kemudian kembali lagi. Setelah itulah Kuba menyatakan bahwa calon ratu dilarang menggunakan pengendalian. Seorang Ratu harus bisa menjadi sosok yang dihormati tanpa pengendalian, menyembunyikan fakta kalau keluarganya memiliki pengendalian mutlak.
Dulu, anak muncul tanpa pengendalian bukanlah hal yang baru. Mereka minoritas, tapi tidak langka. Beberapa saat kemudian, satu anak pelayan istana lahir tanpa pengendalian. Berharap epidemi lain muncul, Kuba menyuntikkan obat ke anak pelayan. Kalau Kerajaan Nina runtuh, dia bisa kabur.
Namun, di luar dugaan, obat tersebut tidak memunculkan epidemi baru, justru berhasil menumbuhkan pengendalian anak pelayan. Sejak saat itu, obat itu dibuat ulang dan mulai mendapat nama sebagai obat pembangkit pengendalian, yang sekarang disebut serum pembangkit.
Ratu Kuba berpendapat kalau obat yang dia terima dari keluarga utama sudah kadaluwarsa. Jadi, kemampuannya sudah berkurang drastis. Ketika menyadari hal itu, Ratu Kuba hanya bisa mengutuk keluarga Utama. Kalau bukan gara-gara keluarga Utama yang membuat rencana dan penyakit itu, dirinya tidak akan menjadi Ratu.
Seiring kemajuan zaman, teknologi mulai maju. Dengan adanya serum pembangkit, semua orang memiliki pengendalian. Oleh karena itu, perkembangan teknologi sangat berputar di sekitar pengendalian.
Karena fokus perkembangan adalah di sekitar pengendalian, Ratu dan calon Ratu Kerajaan Nina tidak bisa menggunakan teknologi yang muncul. Karenanya, istana kerajaan Nina sering melakukan pemesanan khusus pada beberapa perusahaan untuk mengembangkan alat tanpa pengendalian. Alasan publik karena pengendalian para pelayan istana bervariasi. Jadi, akan sulit mengakomodasi semua orang. Dari sini lah konsep barang antik mulai berkembang dan menyebar.
Ketika mendengar Ibu Amana mengatakan tidak bisa menggunakan teknologi, aku jadi ingat saat dulu memegang televisi atau handphone. Alat-alat yang bergantung pada mesin rotasi mini pasti langsung mati ketika aku pegang. Ini lah alasan lain ayah dan ibu menggunakan barang-barang antik di rumah. Karena teknologi akan hancur di tanganku.
Kalau ingin menggunakan teknologi, barang itu harus dilapisi karet atau apapun yang terbuat dari zat organik. Aku beruntung zaman sekarang casing dan layar handphone mengandung zat organik, jadi tidak langsung mati kalau aku pegang. Kalau masih seperti dulu yang full logam, aku pasti tidak bisa menggunakan teknologi.
Oke, kembali ke cerita kerajaan Kish dan kerajaan Rina. Mendengar cerita Ibu Amana, aku menyadari bahwa putra dan putri Zababa yang memiliki pengendalian bukanlah kehendak alam, tapi campur tangan dari keluarga utama. Jadi, kepercayaan mengenai inkompeten menuntun umat manusia hanyalah omong kosong keluarga kerajaan Kish. Aku yakin keluarga utama menyebarkan keyakinan ini agar putra putri mereka tidak dipaksa menjadi Raja.
"Ira. Karena kamu masih ada di ruangan ini, aku beranggapan kalau kamu juga tahu hal ini?"
"Benar, Tuan Lugalgin, saya mengetahui hal ini. Nenek moyang saya adalah anak pelayan yang pengendaliannya dibangkitkan oleh Ratu Kuba. Sejak saat itu, kami diangkat sebagai pelayan istana dan terus berlanjut sampai sekarang."
Apakah mungkin Ratu Kuba merasa bersalah pada nenek moyang Ira jadi dia menceritakannya? Ah, tidak mungkin. Ratu Kuba menceritakan semua itu hanya karena rasa bersalah terlalu kecil. Pasti ada alasan lain yang menguntungkan bagi Ratu Kuba. Namun, aku tidak akan mencari informasi lebih jauh soal itu. Saat ini, aku memiliki ketertarikan pada hal lain.
"Jujur, cerita itu sangat menarik, Ibu Amana. Namun, apa yang membuatmu menceritakan hal ini padaku?"
"Gin, kamu pura-pura bodoh atau memang bodoh?"
"Anggap saja aku memang bodoh."
Ibu Amana menatapku semakin tajam. Tampaknya, dia semakin marah dengan sikapku yang acuh tak acuh.
"Keinginan keluarga utama untuk tidak menjadi Raja membunuh jutaan orang. Bahkan mungkin puluhan juta mengingat informasi saat itu sulit. Keinginan mereka untuk lengser membuat orang lain, keluargaku, menjadi sengsara. Kalau kamu menjalankan rencanamu itu, ada kemungkinan orang lain menjadi korban juga. Kamu harus menerima takdirmu sebagai Raja, Gin!"
Aku tersenyum. "Takdir sebagai Raja? Jutaan orang tewas? Apa aku terlihat peduli?"
"Apa?"
"Sudah kubilang, aku bukan Raja. Aku tidak akan serakah. Aku hanya akan mengutamakan diriku, keluarga, dan orang yang aku kenal."
"Kamu–"
"Ibu Amana, dari sini aku memperkirakan kalau Tera tewas di depanku adalah bagian dari rencanamu, kan? Kamu melakukannya agar Rina menjadi istriku. Dengan demikian, di masa depan, kamu berharap Bana'an dan Nina akan menyatu di bawah naungan kami, kan? Namun, sayang sekali, lebih baik aku membunuh 10 juta orang daripada harus membunuh orang yang penting bagiku, Ibu Amana."
"...."
"Kalau menggunakan ucapan Inanna, kamu sendiri tidak layak menjadi pemimpin, Ibu Amana. Kamu mengutamakan nyawa orang tidak dikenal daripada anakmu. Kamu tidak cukup serakah."
Ibu Amana terdiam. Saat ini, dia pasti merasa kita sudah tidak bisa mencapai kata sepakat.
"Oke, rasanya sudah terlalu lama aku di sini. Aku harus kembali ke istri-istriku."
"...."
Tidak ada respon dari semua orang di ruangan ini. Mereka hanya terdiam.
"Kalian tidak akan mencegahku?"
"Kami tidak mampu mencegahmu, Gin." Bapak Bilad memberi jawaban. "Menurut laporan, dengan aura haus darah dan niat membunuh saja, kamu bisa membuat penduduk dalam radius beberapa kilometer tidak sadarkan diri atau kejang-kejang. Bahkan istriku sendiri tidak mampu melakukannya. Kalau mau, saat ini, kamu sudah memancarkannya dan membuat semua orang di istana dan sekitar tidak sadarkan diri."
"Oh, informasi bapak sangat akurat ya."
Sesuai ucapan Bapak Bilad, tidak ada orang yang mampu mencegahku kabur. Dengan aura haus darah dan niat membunuh, aku bisa kabur dengan mudah dari mana saja. Namun, tentu saja, teknik ini bukanlah hal yang bisa digunakan kapan saja. Aura haus darah dan niat membunuh memancar ke segala arah, tidak peduli kawan atau lawan. Oleh karena itu aku tidak pernah memancarkannya ketika bertarung dalam tim. Namun, kalau di tengah musuh? Sudah jelas jawabannya.
"Jadi, Bapak Bilad juga sadar kan kalau saat ini juga aku bisa menghancurkan istana ini dan membawa kalian ke Rina?"
"Ya, aku sadar. Tapi, kamu tidak akan melakukannya, kan?"
Bapak Bilad memandangku tajam. Dia tidak mengancam. Justru sebaliknya, yang kudapat dari pandangannya adalah rasa kepercayaan, seolah dia sudah mengenalku luar dalam. Bapak Bilad seolah percaya kalau aku tidak akan menyerang istana dan membawa Ibu Amana ke Rina. Dan, kali ini, kepercayaannya diletakkan pada orang yang benar.
"Sebagai balas budi karena sudah merawatku berapa hari terakhir, dan juga makan malam lezat tadi, aku tidak akan menyerang. Rina lah yang akan menyerang. Jadi, sampai–"
Aku mengangkat kursi, mengelak pisau yang melayang ke arahku.
"Ira, apa yang kamu lakukan?"
"Maaf, Tuan Bilad. Namun, saya tidak bisa membiarkan orang yang telah menghina Yang Mulia Paduka Ratu pergi begitu saja tanpa bersujud dan meminta maaf."
"Hah! Tidak akan!"
Bersambung