Chereads / I am No King / Chapter 155 - Arc 5 Ch 5 - Kebohongan

Chapter 155 - Arc 5 Ch 5 - Kebohongan

"Ahh ...."

Dimana aku?

Aku bangkit dan melihat sekitar. Saat ini, aku berada di kamar dengan desain minimalis.

"Lugalgin? Emir? Inanna?"

Kemana semua orang? Apa yang terjadi?

Aku berusaha mengingat semua kejadian. Kami tengah diserang oleh militer Nina. Lalu, aku menusukkan serum pembangkit. Di saat itu, Lugalgin, yang sebelumnya cemberut, justru tersenyum. Setelah itu, aku tidak ingat apa-apa lagi.

Tidak mungkin! Tidak mungkin! Aku tidak mau menerimanya! Lugalgin pasti tahu kalau aku akan menggunakan serum pembangkit dan dia menggantinya dengan obat tidur. Dia pasti sengaja tidak menghilangkan serum pembangkit agar aku lengah, tidak memikirkan alternatif lain.

"LUGALGIN!"

Aku mencoba berdiri dan berlari. Namun, belum ada satu langkah, tubuhku terasa berputar, membuatku terjatuh.

"Rina?"

"Emir?"

Di pintu yang terbuka, muncul Emir. Dia langsung membantuku bangkit dan mengembalikanku ke kasur.

"Rina, kamu baru saja tidur seharian. Jangan langsung bergerak."

"Dimana Lugalgin? Apa yang dia lakukan?"

Emir tidak menjawab. Dia hanya tersenyum masam.

"Rina, lebih baik kamu makan dulu."

Inanna muncul dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman. Inanna tidak menggunakan pengendalian untuk membawa nampan, tapi tangan.

"Tapi Inanna–"

"Makan. Ibu hamil tidak boleh kekurangan makan. Setelah makan, baru kami akan jelaskan."

Entah kenapa, Inanna yang biasanya lunak dan penurut berubah menjadi tegas. Aku ingin tahu detail kejadian, tapi instingku mengatakan tidak bijak untuk menentang Inanna. Aku pun mulai memakan sup hangat yang dibawa oleh Inanna.

Aku kira akan memakan sup ini dengan ogah-ogahan, terpaksa. Namun, setelah asupan pertama, aku baru menyadari betapa laparnya perut ini. Aku memakan sup ini dengan cepat dan lahap.

"Rina, jangan lupa kalau kamu hamil. Jadi, kamu tidak boleh kekurangan makan."

Ah, begitu ya. Jadi laparku ini karena hamil. Sial! Kalau tahu hamil akan merepotkan seperti ini, aku akan meminta Lugalgin untuk selalu mengenakan pengaman. Namun, di lain pihak, aku juga membutuhkan anak ini agar kerajaan Bana'an mengakui pernikahanku dengan Lugalgin.

Tidak! Tidak! Rina, jangan kamu berpikir anak ini sebagai alat untuk mencapai tujuan! Jangan sampai kamu menjadi seperti ibu! Jangan!

Tidak lama, aku menghabiskan sup ini. Sebelum meminum teh, aku menambahkan beberapa balok gula. Saat aku menenggak teh manis ini, Inanna memberi penjelasan.

Setelah aku tertidur, Lugalgin membuat kubah raksasa untuk melindungi kami semua. Menurut laporan anggota Agade yang tersebar, Lugalgin telah menghancurkan seluruh pangkalan militer di wilayah Anshan.

"Lalu, Lugalgin?"

Inanna menggeleng. "Dia menghilang. Tidak ada tanda-tanda atau informasi mengenai keberadaannya."

"Lalu, kenapa kamu tampak tenang, Inanna?"

"Karena dia adalah Lugalgin."

"... hah?"

"Rina," Emir masuk. "Lugalgin bukanlah seorang yang lemah. Dia adalah murid Lacuna, mercenary terkuat. Identitas lain Lugalgin adalah Sarru, pendiri sekaligus pemimpin Agade. Dia juga kepala intelijen Bana'an. Dan, jangan lupa, Lugalgin mampu membersihkan keluarga Cleinhad tanpa membuka identitasnya. Dia adalah Lugalgin Alhold, suami kita. Apa kamu tidak mampu memercayai suamimu?"

"Tidak! Ucapan kalian salah! Lugalgin manusia juga. Dia bukanlah dewa atau makhluk abadi. Dia bisa mati. Dia ... dia ...."

Aku tidak tahu apa yang ingin kukatakan. Rasanya, aku sangat ingin menyanggah dan menolak semua ucapan Inanna dan Emir. Namun, entah kenapa, tidak ada yang bisa keluar dari mulut ini. Seharusnya ada seribu satu alasan yang bisa digunakan untuk menolak ucapan mereka.

"Intinya Lugalgin bisa mati. Kalau Lugalgin tewas, tidak ada alasan Bana'an dan pasar gelap mau membantuku."

Setelah berusaha, hanya sanggahan itu yang muncul.

Inanna menyeringai. "Rina, ingat, janin di rahimmu adalah anak Lugalgin. Kandunganmu sudah menjadi alasan untuk Bana'an dan pasar gelap melindungimu. Menurutmu bagaimana respons Lugalgin ketika dia kembali dan tahu istri dan anaknya sudah ditelantarkan begitu saja? Jadi, dengan menjaga kehamilan, kamu akan mendapatkan perlindungan dari Bana'an dan pasar gelap."

"Ta, tapi ...."

Ketika aku berusaha untuk tidak menganggap janin ini sebagai alat, Inanna justru menyatakan hal yang sebaliknya.

"Rina," Emir menyela. "Kenapa kamu begitu bersikeras kalau Lugalgin sudah tewas dan kamu akan ditelantarkan? Apakah kamu takut ditinggalkan?"

Tubuhku terentak ketika mendengar ucapan Emir.

Apa aku takut ditinggalkan? Tidak mungkin. Tidak ... mungkin? Entahlah. Aku tidak yakin. Mungkin aku memang takut ditinggalkan.

Aku sudah ditinggalkan oleh ibu dan hampir semua kenalan di kerajaan Nina. Bahkan, Tera pun sudah meninggalkanku.

Ketika aku dalam kondisi paling jatuh, justru orang dari kerajaan lain, Lugalgin, yang datang dan menerimaku. Bukan hanya Lugalgin. Emir, Inanna, keluarga Lugalgin, keluarga Inanna, Agade, dan Mulisu juga menyambutku. Mereka tidak membenciku walaupun aku terus mengatakan kalau pernikahan dengan Lugalgin hanyalah diplomasi.

Apa ini berarti, aku takut ditinggalkan oleh orang-orang yang baru kukenal ini?

"Oke, mari kita kesampingkan pembicaraan soal Lugalgin." Emir memotong pemikiranku. "Sekarang, aku akan memberi update apa saja yang sudah terjadi saat kamu tertidur."

Aku mendengarkan penjelasan Emir dan Inanna dengan saksama.

Berkat Lugalgin, militer Anshan resmi hancur. Kondisi pangkalan militer yang dihancurkan Lugalgin pun tidak layak untuk dilihat khalayak umum. Jika dideskripsikan secara sederhana, pangkalan militer sudah seperti adonan logam, dengan tubuh personel militer dan senjata sebagai komposisi.

Awalnya, aku berpikir hilangnya militer Anshan adalah hal yang buruk. Namun, aku teringat pada koneksi antar wilayah di Kerajaan Nina. Jalan antar wilayah, bisa dibilang, minim sekali. Jalan yang banyak hanyalah menuju ibukota Nina. Dengan jalan antar wilayah yang minim, Agade bisa menjaga perbatasan lebih mudah.

Agade memang kesulitan merebut pangkalan militer Anshan. Namun, dalam hal pertahanan, Agade menunjukkan kualitas yang sangat berbeda. Mereka bisa menyabotase jalan dan melakukan sergapan dengan mudah. Emir bilang kalau seandainya anggota elite Agade turun tangan, pangkalan Anshan tidak akan menjadi masalah. Namun, sayangnya, anggota elite Agade sedang memiliki tugas lain. Dan, tugas sebagian anggota, juga berhubungan dengan Kerajaan Nina.

Peer adalah wilayah yang berada di tenggara kerajaan Nina. Dulu, wilayah ini berbatasan langsung dengan Mariander dan Bana'an. Sekarang, wilayah Peer hanya berbatasan dengan Bana'an. Kemarin, dalam waktu satu malam, Daerah Peer telah jatuh, takluk oleh agresi militer Bana'an.

Menaklukkan sebuah wilayah dalam waktu kurang dari satu hari, seharusnya, adalah hal yang tidak mungkin. Hal ini menjadi mungkin karena dua hal. Satu, militer dan pasar gelap bekerja sama. Dua, kepergian kami ke Anshan.

Informasi yang menyatakan kami pergi ke Anshan membuat beberapa wilayah mengirimkan persenjataan dan kendaraan berat militer ke wilayah ini, tidak terkecuali Peer. Mereka ingin mendapatkan pencapaian dengan membunuhku. Namun, hal ini menjadi bumerang bagi Peer. Setelah mengirimkan kendaraan perang ke Anshan, pertahanan mereka minim. Tampaknya mereka berpikir Bana'an tidak akan menyerang karena deklarasi perdamaianku kapan hari lalu.

Bana'an melihat ini sebagai kesempatan. Berbulan-bulan lamanya, Agade menyelinap ke Peer dan membuat kerja sama dengan pasar gelap setempat. Agade sudah menyiapkan sabotase fasilitas militer dan kepolisian di wilayah Peer, siap dipicu kapan saja. Begitu militer Peer berkurang, Agade langsung melancarkan sabotase.

Di saat yang sama dengan Agade melancarkan sabotase, militer Bana'an menyerang. Kekuatan militer yang berkurang dan sabotase Agade membuat Peer kalah tanpa perlawanan. Alhasil, kantor pemerintahan dan pangkalan militer Peer berhasil diduduki Militer Bana'an dalam waktu satu malam.

Wilayah antara Peer dan Anshan, Ursia, panik ketika Peer jatuh. Mereka berusaha memanggil militer yang dikirim ke Anshan, tapi tidak ada hasil. Kendaraan militer yang mereka kirim sudah dihancurkan oleh Lugalgin.

Ternyata, wilayah Ursia tidak luput dari sabotase pasar gelap Bana'an. Akadia dan Quetzal sudah menginfiltrasi wilayah Ursia sejak beberapa minggu. Sebagian pangkalan militer sudah disabotase. Bana'an yang menerima kabar ini meneruskan serangan ke barat, ke Ursia. Tinggal tunggu waktu sebelum Ursia jatuh.

Dan, dalam menjalankan itu semua, Bana'an menaati perjanjian non agresi dengan Agrab yang baru dibuat oleh Lugalgin.

"Apa Lugalgin sudah merencanakan semua ini?"

"Mungkin," Emir ragu. "Lugalgin, aku akui, memang mampu membuat strategi yang di luar dugaan. Namun, Lugalgin bukanlah tipe orang yang melakukan semuanya sendiri. Seringkali, Lugalgin hanya membuka jalan atau peluang."

Inanna menambahkan, "dan, saat ini, hanya ada satu orang yang bisa melihat semua peluang dan jalan yang dibuka oleh Lugalgin, Mulisu, atau sekarang Permaisuri Rahayu."

"Inanna benar. Aku benci mengakuinya. Namun, sampai saat ini, yang paling mengenal Lugalgin adalah Mulisu. Dia bisa melihat semua jalan dan peluang yang dibuka oleh Lugalgin. Bahkan, kalau boleh jujur, seolah-olah semua peluang dan jalan yang dibuka oleh Lugalgin memang dibuat untuk Mulisu. Meski tidak secara langsung, aku bisa bilang kalau kerja sama mereka sangat luar biasa."

Aku merasa sedikit tekanan dan kekesalan dari suara Emir. Tampaknya, dia benci ketika orang yang bisa memahami Lugalgin bukanlah istrinya, kami.

"Jadi, Rina, kita tidak boleh kalah."

Inanna melanjutkan. "Militer Anshan sudah hancur. Ancaman dari wilayah lain pun minim berkat pasar gelap dan militer Bana'an. Kita harus bisa melihat peluang dan jalan yang dibuka oleh Lugalgin. Mari kita buat Lugalgin bangga ketika dia kembali."

"Kamu adalah yang paling tahu soal Kerajaan Nina. Jadi, kami percayakan pembuatan keputusan padamu."

"Emir benar. Namun, kami tidak akan meninggalkan semuanya padamu. Kami akan tetap berada di sisimu, memberi segala bantuan dan bimbingan yang mungkin kami berikan."

***

Lutut terasa begitu lemah, memaksaku menyandar dinding. Bukan hanya aku, Inanna juga sama, menyandar dinding koridor. Perlahan-lahan, tubuh kami melorot hingga akhirnya duduk.

"Emir, apa kamu baik-baik saja?"

"Tentu saja tidak."

Bagaimana aku bisa baik-baik saja? Lugalgin menghilang setelah menggunakan serum pembangkit. Setelah menggunakan serum pembangkit, Lugalgin akan batuk darah. Tanpa obat tidur, Lugalgin dipaksa sadar dan merasakan sakit yang terus menerus. Ketika membayangkan apa yang dilalui Lugalgin, tubuhku terasa lemas. Bahkan, untuk bisa berbicara normal di depan Rina sudah menguras seluruh tenaga dan mental.

Belum lagi kemungkinan kalau Lugalgin akan mengidap kanker. Dibandingkan aku, Inanna yang lebih paham soal kanker. Wajahnya tampak begitu pucat. Dia pasti jauh lebih memahami betapa bahayanya kondisi Lugalgin.

Kami sangat khawatir dan takut. Namun, sebelum berangkat, Lugalgin memberi pesan padaku dan Inanna.

"Emir, Inanna, kalau ada momen kita terpisah, aku ingin kalian mendampingi dan membimbing Rina dengan sepenuh hati. Kerajaan Nina adalah wilayah Rina. Akan lebih bijak kalau kalian membiarkan dia yang memimpin. Namun, aku juga ingin kalian ikut terlibat dalam pengambilan keputusan. Aku tidak ingin terlalu membebani mental Rina. Kondisi mental Rina belum stabil. Aku tidak mau dia keguguran.

"Aku tahu kalian pasti khawatir kalau aku terluka dan sebagainya. Namun, aku ingin kalian menjadi kuat untuk Rina. Ketika aku tidak ada, dia akan sangat membutuhkan kalian berdua sebagai sandaran. Aku ingin kalian menunjukkan kalau kalian juga merupakan keluarganya."

Pesan Lugalgin terngiang di kepala ketika dia meninggalkan kami di kubah. Jujur, kamu jahat sekali, Gin. Kamu meminta kami untuk berpura-pura tangguh, berpura-pura tidak mengkhawatirkanmu. Aku benci ini!

Pesan Lugalgin seolah memberi kesan kalau semua kejadian ini sudah dia rencanakan, seperti ucapan Rina. Namun, aku tidak yakin Lugalgin merencanakan semua ini. Pandangan Lugalgin kosong ketika menggunakan pengendalian, tampak pasrah.

"Kalian benar-benar istri yang hebat."

Suara muncul dari depan, dari Lord Susa. Di belakang kaki Lord Susa, Maru kecil berdiri. Dan, tiba-tiba saja, Maru kecil mendatangi Inanna.

"Kakak sakit?"

Inanna tersenyum dan mengusap kepala Maru kecil. "Kakak tidak apa-apa. Hanya kecapekan."

"Kalau kakak?"

"Sama, kak Emir juga hanya kecapekan."

"Maru," Lord Susa masuk. "Tolong kabari pelayan untuk menyiapkan makanan di kamar kakak-kakak ini ya."

"Baik bu!"

Maru kecil berlari, meninggalkan kami dengan penuh semangat. Apa dia semangat karena bisa membantu ibunya? Atau karena bisa membantu kami? Ah, tidak penting itu.

"Aku benar-benar kagum. Kalian bisa menghibur istri terakhir dengan sepenuh hati bahkan tidak menunjukkan kekhawatiran. Normalnya, di kondisi seperti ini, istri pertama dan kedua akan saling menunjukkan kesengsaraan, ingin memamerkan betapa pentingnya sang suami bagi mereka. Berusaha menunjukkan kalau mereka adalah yang paling layak untuk sang suami."

Sambil memuji, Lord Susa melilitkan kabel perak ke tubuh kami. Dia membantu kami berdiri dan berjalan.

Aku beruntung Lord Susa tidak membuat kami melayang dengan kabel perak. Jujur, itu akan sangat memalukan.

"Kami tidak mungkin melakukan hal itu," Inanna menjawab. "Saat ini, hanya Rina yang sudah hamil. Sebagai istri yang belum hamil, kami harus membantunya sepenuh hati. Kalau Rina melihat betapa hancurnya kami, pikirannya bisa terbebani, menyalahkan dirinya. Kalau terlalu banyak tekanan, ada kemungkinan dia akan keguguran. Kami tidak mau dia keguguran."

"Dan, tanpa perlu diperlihatkan, sudah jelas kalau yang paling terpukul dengan kondisi saat ini adalah Rina. Dia benar-benar panik. Bahkan, Rina yang biasanya menggunakan logika pedas justru menggunakan emosi, bahkan sampai dia menggunakan kata 'intinya'. Di lain pihak, justru aku dan Inanna yang memaksanya dengan logika pedas. Dan, aku benci menggunakan logika pedas."

Ya, benar. Menurutku, Rina adalah yang paling terpukul. Ketika kami mengatakan Lugalgin menghilang, dia sekuat tenaga bersikeras kalau Lugalgin bisa mati, seolah-olah dia akan mati ketika hal itu terjadi.

Rina, mungkin di mulut kamu bilang kalau pernikahan dengan Lugalgin hanyalah pernikahan diplomasi. Namun, menurutku tidak. Aku bisa melihat kalau Rina telah menjadikan Lugalgin sebagai tumpuan hidupnya. Bahkan, di hari pernikahan, aku bisa melihat Rina yang terentak ketika Lugalgin memisahkan kening, seolah dia tidak mau momen itu berakhir.

Di lain pihak, kami benar-benar beruntung karena Mulisu menggerakkan militer dan pasar gelap Bana'an kemarin malam. Berkat Mulisu, kami bisa memberi bualan soal Lugalgin membuka jalan dan peluang untuk semua orang. Well, memang sih Lugalgin umumnya seperti itu. Namun, aku tidak yakin dia melakukan hal itu kali ini.

Di lain pihak, Mulisu layak mendapat tepuk tangan dan ucapan terima kasih. Dia berhasil menjadi kepala kerajaan yang jauh lebih baik dari ibu.

"Dan karena itulah aku bilang kagum. Kalian benar-benar tidak mementingkan diri sendiri seperti keluarga kerajaan pada umumnya."

***

"Aduh, Lugalgin, kamu apa-apaan sih. Bikin repot saja."

Sudah 24 jam lebih sejak Lugalgin menghilang. Dalam 24 jam ini, semua pihak bergejolak. Ibla merasa bersalah. Dia beranggapan dirinya gagal sebagai ketua Agade. Untuk mengalihkan Ibla dari pikiran negatif, aku memberi perintah untuk Agade menjalankan semua sabotase di perbatasan. Dengan sabotase Agade, militer Bana'an bisa melaju mulus.

Di lain pihak, Akadia dan Quetzal justru marah. Aku tidak mau mereka membuat keonaran di Bana'an karena emosional. Jadi, aku perintahkan mereka untuk menyabotase militer Ursia. Dan ya, tentu saja aku sudah tahu kalau Quetzal dan Akadia sudah menyelinap ke Ursia sejak beberapa minggu lalu.

Lugalgin, Lugalgin. Kebiasaanmu masih belum berubah dari dulu. Dimulai dengan meninggalkan Agade hingga sekarang kamu menghilang. Jujur, aku sudah tidak bisa menghitung berapa kali harus membersihkan kekacauan yang kamu buat. Namun, tidak mungkin juga aku mengeluh. Lugalgin lah yang menuruti permintaan egoisku untuk menyelamatkan anak-anak korban perdagangan. Dia juga yang memberiku kesempatan menutup buku lama, Ukin.

Emir, Inanna, Rina, di masa depan, aku minta kalian bekerja ekstra keras agar Lugalgin tidak semakin merepotkanku. Apalagi, sekarang, posisiku bukan hanya pimpinan Agade, tapi kepala kerajaan juga. Tanggung jawabku jauh lebih besar dari yang dulu.

"Ibu, waktunya makan siang."

Suara anak laki-laki muncul dari balik pintu setelah ketukan.

"Iya, Bemmel, ibu datang."

Oke. Waktunya istirahat.

Aku berdiri dan berjalan menuju pintu, meninggalkan semua dokumen di atas meja. DI balik pintu, Bemmel menyambutku dengan senyuman. Kami berjalan menuju ruang makan istana.

Aneh, sepengetahuanku, setelah Lugalgin membunuh keluarga kerajaan, Bemmel membenci ibunya karena ditelantarkan. Namun, aku tidak melihat hal itu sama sekali. Saat menemui Bemmel untuk pertama kali, dalam wujud permaisuri Rahayu, aku berpikir dia akan sengit, membenciku. Namun, entah kenapa, dia bisa menyambutku dengan senyum. Bahkan, dia langsung memelukku.

Apa dia begitu bahagia karena ibunya, yang selama ini tidak pernah memberi perhatian, kini menjadi peduli? Ya, bisa jadi. Namun, di lain pihak, aku merasa bersalah. Kalau Bemmel berharap ibunya menjadi baik, aku sudah mengkhianati keinginannya. Aku bukan ibu Bemmel, Permaisuri Rahayu. Aku hanyalah orang lain yang memiliki wujud Permaisuri Rahayu.

"Kalau boleh tahu, Ibu sedang mengerjakan apa sih? Kok rasanya sibuk terus?"

"Aduh, Bemmel. Banyak sekali yang harus ibu kerjakan. Mulai dari perlindungan Rina, lalu perang dengan Mariander dan Nina, dan yang terakhir persiapan implementasi tatanan baru kerajaan."

Bemmel terhenti. Laki-laki yang hampir seperti perempuan ini melihatku dalam.

"Pergantian tatanan kerajaan? Apa maksud ibu?"

Tampaknya, Rina dan peperangan tidak menarik perhatian Bemmel. Dia lebih tertarik pada urusan internal kerajaan.

"Bemmel tahu sendiri kan banyak bangsawan yang saat ini sedang berlibur ke luar kerajaan. Ketika berlibur, tidak sedikit bangsawan yang menelantarkan wilayahnya. Gara-gara ini, ibu terpaksa mengambil alih pekerjaan bangsawan di wilayah-wilayah tersebut agar warga tidak terlantar. Efeknya, pekerjaan ibu semakin menumpuk. Jadi, ibu berpikir untuk mengimplementasikan sistem baru di kerajaan yang bisa mengurangi pekerjaan ibu."

"Caranya?"

"Ibu akan memberi rakyat kekuatan. Ke depannya, rakyat akan memiliki hak untuk memilih bangsawan yang berkuasa. Kalau tidak puas, rakyat berhak meminta pergantian bangsawan yang memerintah. Jadi, ke depannya, masing-masing wilayah tidak akan menerapkan sistem oligarki lagi, tapi aristokrasi semi demokrasi. Ya, rencana detailnya masih dalam proses. Ibu juga harus memastikan Bangsawan yang berkuasa tidak sekedar menjadi budak rakyat."

Bemmel membuka mulutnya lebar. Matanya tampak berkilau kagum.

"Wah, ibu jenius. Rencana ibu hebat. Dengan begitu, pekerjaan ibu tidak akan banyak lagi, kan? Jadi, ibu bisa menemani Bemmel lebih sering, kan?"

Aku tersenyum. "Sebenarnya, ini rencana kakakmu, Emir. Dia ingin agar kita bisa menghabiskan waktu bersama lebih lama."

Tentu saja tidak. Rencana Emir tidak ada urusannya dengan Permaisuri Rahayu dan Bemmel. Dia hanya berusaha memastikan agar Lugalgin tidak menjadi Raja.

"Wah, setelah Kak Emir pulang dari bulan madu, Bemmel harus menyampaikan terima kasih."

Aku tersenyum melihat Bemmel yang loncat jingkrak-jingkrak. Meski bukan anak sendiri, aku masih bahagia melihat Bemmel yang senang. Jujur, kondisi ini mengingatkanku ketika masih di panti asuhan Sargon. Secara teknis, Bemmel sudah menjadi yatim piatu, tapi dia tidak tahu kalau ibunya sudah tiada.

Maafkan aku Bemmel karena telah merebut posisi ibumu. Namun, sebagai gantinya, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk membahagiakanmu.

"Sudah, Bemmel. Kita makan siang dulu yuk."

Bersambung