Chereads / I am No King / Chapter 145 - Arc 4-3 Ch 8 - Pengawasan

Chapter 145 - Arc 4-3 Ch 8 - Pengawasan

"Tera! Tera!"

"Sshhh ... tenang ... tenang ...."

Aku memeluk Rina dan mengelusnya dengan lembut. Perlahan, Rina kembali tenang.

Setelah Rina datang, Lugalgin memberi sebuah penjelasan yang membuatku dan Emir terkejut. Dia bilang, sejak malam ketiga adiknya tewas, Rina selalu histeris ketika tidur di malam hari. Rina terus dan terus memanggil nama Tera di tidurnya. Terkadang, meminta maaf. Mungkin Rina meminta maaf pada Tera di mimpinya.

Oleh karena itu, aku, Emir, dan Lugalgin membuat jadwal piket untuk menemani Rina ketika histeris, bergantian. Awalnya, Lugalgin bilang dia ingin aku dan Emir saja yang datang ke kamar Rina. Namun, aku dan Emir berhasil meyakinkan kalau dia juga harus melakukannya. Rina adalah calon istrinya juga. Dia tidak bisa melimpahkan tanggung jawabnya sebagai suami kepada istrinya yang lain, kan?

Ketika pagi datang, awalnya, Rina terkejut karena mendapati salah satu dari kami tidur bersamanya. Tampaknya dia benar-benar tidak sadar kalau dirinya histeris ketika tidur. Kami memilih diam, tidak mengatakannya, untuk saat ini.

Kami meyakinkan Rina kalau kami tidur dengannya adalah hal penting. Dia perlu membiasakan diri dengan kehidupan setelah menikah. Awalnya Rina protes dan menolak. Namun, setelah berapa hari, Rina menyadari selalu ada orang di sampingnya ketika dia bangun. Akhirnya, Rina menurut.

Anehnya, ketika bangun, Rina memiliki insting yang tajam, seperti Lugalgin. Dia bisa tahu kalau ada orang lain datang atau mengikutinya. Namun, tidak seperti Lugalgin, insting Rina seolah hilang ketika tidur.

Pada satu pagi, aku mendengar Rina menggumam, "kenapa aku tidak bangun? Seharusnya aku terbangun ketika mereka masuk kamar,". Tampaknya, sebelumnya, insting Rina setajam Lugalgin walaupun dia tidur. Namun, mungkin karena pengaruh mimpi buruk atau yang lain, kini instingnya mati saat tidur.

Untuk sementara, Rina menempati kamar tamu di lantai bawah. Kenapa aku bilang sementara? Karena saat ini ibu dan Tante Yueni sedang mencari rumah baru untuk kami. Setelah menikah, Lugalgin akan memiliki tiga istri. Lalu, setelah memiliki anak, jumlah keluarga kami pun akan bertambah. Rumah kecil ini tidak akan bisa menampung kami semua.

Di lain pihak, berkat Rina yang histeris, aku dan Emir mengetahui rahasia baru Lugalgin. Pada satu pagi, ketika Lugalgin bertugas menemani Rina, aku dan Emir masuk. Kami terkejut ketika melihat setengah wajah Lugalgin sudah penuh dengan gumpalan daging, keloid.

Di pagi hari itu juga, aku dan Emir langsung menginterogasi Lugalgin. Namun, di luar dugaan, Lugalgin tidak banyak melawan dan langsung memberi jawaban. Awalnya, aku dan Emir hampir menangis lagi. Kami mengira Lugalgin masih belum memercayai kami. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

Alasan Lugalgin merahasiakan hal ini adalah karena dia khawatir kami akan melarangnya maju ke medan perang. Kalau dia tidak bisa maju ke medan perang, kekuatan tempur kami akan berkurang. Dan, Lugalgin khawatir, di masa depan hal ini bisa membuatku atau Emir tewas. Dia lebih mengkhawatirkan kami daripada dirinya sendiri.

Setelah mendengar penjelasan Lugalgin, aku dan Emir tidak mungkin menangis atau marah. Kami jadi memiliki pertimbangan baru setelah melihat Rina. Emir dan aku khawatir Lugalgin akan bernasib sama dengan Rina kalau salah satu dari kami tewas. Kami pun terpaksa memaklumi Lugalgin dengan syarat dia tidak boleh menyimpan rahasia lagi. Kalau ada masalah, harus dibicarakan baik-baik, musyawarah.

Di lain pihak, menangis adalah senjata yang ampuh untuk melawan Lugalgin. Bahkan, hanya memperdengarkan suara terisak saja sudah membuatnya lunak. Hahaha. Jujur, kepribadian calon suamiku ini berantakan. Dia bisa membunuh anak di depan ibunya tanpa ragu. Namun, di lain pihak, langsung menurut ketika melihat calon istrinya akan menangis.

Ya, tapi dia tahu sih kalau kami pura-pura menangis. Intinya, kalau menghadapi Lugalgin, akan lebih efektif dengan tangisan, bukan emosi.

Kembali ke Lugalgin. Sampai sekarang, aku benar-benar terkejut dengan kecepatan penyembuhan Lugalgin. Tidak sampai satu jam setelah Lugalgin memotong semua keloid, wajahnya sudah kembali mulus. Pada satu titik, aku memaksa masuk ke kamar mandi bersama Lugalgin untuk mengamatinya. Dan, aku tercengang ketika tidak ada darah setitik pun menetes saat dia memotong keloid.

Jujur, setelah melihat kondisi Lugalgin, aku sama sekali tidak ingin membiarkannya turun ke medan perang lagi. Bahkan, aku sama sekali tidak mau dia bertarung lagi. Tingkat penyembuhan dan pertumbuhan dagingnya sudah lebih parah dari kanker. Kalau dia terkena luka tusuk, aku khawatir apa yang akan terjadi. Apakah hanya kanker daging seperti sekarang? Atau juga kanker tulang? Atau ada yang lain?

Namun, sesuai ucapan Lugalgin, kekuatan tempur yang dia miliki terlalu besar. Kalau dia hanya duduk di belakang, ada kemungkinan Emir atau aku akan tewas. Atau bahkan kami berdua. Aku bingung. Emir pun tidak bisa memberi banyak saran setelah aku menceritakan kekhawatiranku. Kondisi kami benar-benar buruk.

Aku harap kondisi kami tidak semakin buruk.

***

"Emir, Inanna, Rina, aku punya kabar buruk."

Inanna menepok jidat ketika mendengar ucapanku. Ada apa dengannya? Apa dia sudah menduga kalau akan ada berita buruk lain?

Saat ini, kami berada di ruanganku, di kantor intelijen Mal Haria. Seperti biasa, aku duduk di kursi tinggi dengan meja kayu sedangkan Inanna, Emir, dan Rina duduk di sofa. Satu-satunya pemandangan yang berbeda adalah keberadaan Rina di seberang mereka.

Aku seperti melihat sofa di depanku terbagi menjadi dua kubu. Kubu normal yang terdiri dari Emir dan Inanna. Dan, satunya, kubu datar yang anggotanya adalah Rina seorang diri.

Oke, kembali ke masalah utama.

"Lebih tepatnya, ini berita buruk untuk Emir, sih."

"Untukku? Apa ibu berulah lagi?"

Aku mengangguk. "Tadi kita berpapasan dengan polisi hingga 3 kali. Apa kalian tidak merasa aneh?"

"Jujur, aku juga merasa aneh," Emir merespons. "Biasanya, kita bisa berpapasan 1 kali saja sudah jarang sekali. Namun, tadi, sampai 3 kali."

Ya, benar. Jalur bus yang kami tempuh tidak melewati banyak pos polisi. Namun, tadi, kami berpapasan dengan polisi yang "kebetulan" patroli hingga 3 kali.

Inanna menyanggah, "Apa ini karena Rina? Mengingat dia adalah orang asing yang akan menjadi tokoh penting, mungkin polisi mendapat tugas untuk menjaganya?"

"Normalnya, aku juga akan berpikir demikian, Inanna. Namun," aku berhenti, melempar pandangan ke Emir.

Emir, menyadari pandanganku, langsung jengkel. Dia jengkel bukan karena melihatku, tapi karena sudah menduga apa yang terjadi. Ya, aku yakin itu.

"Ibu?"

Aku mengangguk.

"Ugh ...," Emir memijat kening. "Apalagi yang dilakukan orang itu. Kenapa dia ingin merebut suami anaknya sendiri. Dasar ibu sialan."

Emir ... sudah berubah. Beberapa bulan lalu, dia memberi sebuah rencana agar ibu dan keluarganya tidak dibantai. Dia begitu menyayangi ibunya. Namun, kali ini, Emir menjadi begitu dingin hingga memanggil ibunya dengan "orang itu". Bahkan, bukan tidak mungkin kalau dia akan menusuk Rahayu. Ya, pada kasus kali ini, Emir seperti akan ditusuk dari belakang oleh ibunya sih. Jadi, perbuatan Emir bisa dibilang membela diri.

"Aku mendapat laporan dari Jin dan Yuan kalau kemarin nenekmu menemui Rahayu."

Aku menjelaskan isi laporan yang aku terima. Keluarga dari pihak Rahayu telah mengumpulkan kekuatan untuk melawanku. Mereka melakukannya sejak kubiarkan hidup beberapa bulan yang lalu. Dan, akhirnya, mereka mulai bergerak. Dari laporan, pemicu gerakan mereka adalah pengumuman pernikahanku. Mereka merasa tidak dihormati.

Di lain pihak, untuk menambah tekanan, Rahayu mulai menggerakkan kepolisian Bana'an. Informasi menyatakan Rahayu meminta mereka mengawasi Rina dengan saksama. Dia menyatakan ada kemungkinan Rina hanyalah mata-mata dan di sini hanya untuk mencari informasi. Jadi, cepat atau lambat, mereka akan menahan Rina untuk menginterogasinya.

Jujur, aku sangat ingin tertawa. Aku adalah salah satu tokoh yang berpengaruh di pasar gelap, kepala intelijen, ditambah putra dari konglomerat dan dokter ternama. Seharusnya, mereka sadar keuntungan yang didapat jika Emir menikahiku. Namun, sayangnya, harga diri sebagai bangsawan membutakan mereka. Dasar bodoh!

Bahkan, aku terkejut mereka tidak bergerak untuk membebaskan Yurika. Padahal, menurut info yang tersebar, Yurika sedang aku sekap. Jalan pikir bangsawan memang aneh. Apa mereka tidak keberatan kalau Yurika dan lainnya aku sekap untuk selamanya? Di lain pihak, dari laporan, tampaknya Keluarga Fafniari tidak mengetahui kalau Rahayu menginginkanku sebagai suami.

Aku tidak akan heran jika di masa depan Rahayu membuang Keluarga Fafniari setelah urusan ini selesai. Kenapa Rahayu bisa seperti ini, ya? Mungkin ada yang salah dengan pendidikan yang dia terima dari keluarganya.

Di lain pihak, Keluarga Fafniari berpikir mereka mengumpulkan kekuatan secara sembunyi-sembunyi. Padahal, sebenarnya, aku sudah mengawasi mereka sejak kejadian itu. Keluarga Jeanne, Keluarga Herizzeta, juga aku awasi. Namun, berbeda dengan Keluarga Herizzeta yang memilih untuk "menghilang" dan hidup damai, Keluarga Fafniari memilih untuk kembali sebagai bangsawan, bahkan mengumpulkan kekuatan untuk melawanku.

"Jadi, Emir, apa aku biarkan saja mereka? Pernikahan kita tinggal 6 hari. Kalau dibiarkan, aku tidak akan kaget kalau pernikahan kita batal karena mereka tiba-tiba menyerang."

"TIDAK! Aku tidak mau pernikahan kita batal!"

Aku tersenyum, sudah menduga jawaban Emir. "Kalau begitu, aku akan membersihkan keluargamu beserta kekuatan yang mereka kumpulkan. Apa ada orang yang ingin kamu selamatkan?"

Emir terdiam dan memejamkan mata. Tampaknya dia berpikir keras.

"Sementara Emir berpikir, Gin," Rina masuk. "Setelah bersama untuk beberapa hari, aku bisa melihat kalau militer ada di pihakmu. Intelijen juga di bawah kendalimu. Kalau kepolisian di bawah kendali Permaisuri Rahayu, apa ini berarti akan terjadi perang saudara?"

Perang saudara, kepolisian vs militer dan intelijen. Kalau boleh bilang, kejadian ini akan lebih layak disebut sebagai pembantaian. Kepolisian yang mementingkan citra melawan militer dan intelijen yang tidak peduli citra. Belum lagi peredaran informasi, baik resmi maupun tidak resmi, dikendalikan oleh intelijen. Aku justru merasa bodoh kalau menganggap ini sebagai perang.

Dan, aku juga sadar kenapa Rina khawatir kalau perang saudara terjadi di Bana'an. Sebagai kerajaan yang mendukung pemberontakannya, dia tidak mau Bana'an hancur dari dalam. Kalau hal ini terjadi, posisi Rina tidak lebih dari mantan putri yang menjadi buronan kerajaan Nina. Hidupnya akan menjadi lebih sengsara.

"Jangan khawatir. Aku sudah memperkirakan hal ini sejak–"

"Kamu memperkirakan kalau Permaisuri Rahayu akan mengganggu pernikahan anaknya sendiri?"

"... biar aku koreksi. Yang aku perkirakan adalah kepolisian mengganggu rencanaku, bukan yang itu." Aku membuat panggilan dengan smartphone. "Halo, Yuan, bisa tolong ke ruanganku? Bawa mereka. Sudah saatnya mereka muncul kembali."

[Baik,]

"Kita tunggu sebentar ya. Yang akan memberi penjelasan detailnya bukan aku."

Beberapa menit berlalu sejak aku menelepon Yuan. Kamu tahu, di saat ini, aku berharap kejadian seperti di film-film menjadi kenyataan. Kalau di dalam film, orang-orang itu akan langsung muncul setelah ditelepon, tidak sampai 1 detik. Namun, sayangnya, ini bukan film.

Tok tok

"Silakan masuk."

"Permisi,"

Pintu terbuka, membiarkan tiga sosok masuk.

"Ah, Shinar, Yarmuti, lama tidak jumpa." Inanna menyapa.

"Halo Inanna, Emir. Lama tidak jumpa."

Yang merespon adalah Yarmuti, perempuan yang rambutnya dicat hijau. Ya, sudah cukup lama sejak aku membuat dia pensiun dari Agade karena luka yang dialaminya. Kaki kiri dan tangan kanan Yarmuti telah lumpuh dan perlu eksoskeleton untuk bergerak. Tidak seperti Mulisu yang pengendaliannya semakin kuat, pengendalian Yarmuti tidak mengalami perubahan. Jadi, terpaksa, dia hanya bisa memberi komando dari belakang.

Dan, untungnya, Rina selalu mengenakan lensa kontak berwarna ketika dia keluar rumah. Jadi, eksoskeleton yang digunakan oleh Yarmuti tidak mati begitu saja.

"Jadi, Shinar, apakah sesi latihan bersama Lugalgin dan kami selama beberapa bulan itu berguna?" Inanna bertanya.

Shinar mengangguk. "Sangat berguna. Bahkan, berkat latihan itu, aku berkali-kali bisa kabur dari kondisi yang cukup buruk. Bisa bertarung dan bertahan tanpa pengendalian benar-benar penting. Ditambah, karena sudah biasa terpapar oleh aura haus darah dan membunuh guru, aku tidak memiliki masalah walaupun lawanku juga memancarkannya."

"Kan?" Inanna girang. "Sudah kubilang kalau bisa bertahan dari aura haus darah dan membunuh Lugalgin, kamu tidak akan memiliki masalah. Tekanan aura haus darah dan membunuh Lugalgin terlalu kuat. Bahkan, terkuat yang pernah aku rasakan."

Di saat itu, seolah membaca suasana, Rina pindah tempat, membiarkan Yuan, Shinar, dan Yarmuti duduk di satu sofa. Kini Rina duduk di samping Emir dan Inanna. Sekilas, dia memperhatikan dada Emir dan Inanna.

Ah, begitu ya. Sebelumnya, Rina tidak mau duduk di sebelah Emir dan Inanna karena merasa inferior di bidang itu. Oke, aku paham. Namun, menurutku, dia tidak perlu berkecil hati. Pinggangnya tidak kalah dari Emir dan Inanna. Bahkan, mungkin, sedikit superior. Mungkin.

"Gin, apa yang baru kamu pikirkan?"

Dan, entah kenapa, tiba-tiba Inanna mengalihkan pikiran padaku.

"Tidak penting," aku menghindar. "Oke, sebelum memulai laporan, biar aku beri pengantar. Pada dasarnya, aku memberi tugas bagi Yarmuti dan Shinar untuk mendirikan intelijen baru, independen dan terpisah dari intelijen yang sekarang aku pimpin."

Aku melanjutkan. "Salah satu pekerjaan mereka yang paling nyata adalah saat perang pasar gelap. Menurut kalian, kenapa warga tampak tidak peduli padahal aku sudah mengumumkan keberadaan enam pilar di berita? Kenapa kita bisa bertarung tapi warga masih tampak normal? Atau setidaknya tidak terganggu? Itu karena informasi yang mereka edarkan. Yarmuti, silakan."

"Baik, terima kasih, Gin." Yarmuti mengambil alih. "Pada dasarnya, kami menyebarkan informasi kalau kerajaan sedang berusaha melawan kriminalitas. Dan, karena akan ada beberapa operasi yang sangat berbahaya, akses ke beberapa tempat menjadi terlarang."

"Tunggu dulu, pelarangan akses itu bukan karena ulahmu, Gin?" Inanna menyanggah.

Aku menggeleng.

Yarmuti kembali masuk. "Lugalgin hanya bisa mengatur informasi yang beredar. Namun, tanpa bantuan dari pihak berwenang seperti kepolisian dan militer, dikhawatirkan, akan ada satu atau dua orang yang tidak menurut."

"Pihak berwenang? Bukankah intelijen bekerja secara rahasia? Dan, seharusnya, pihak intelijen tidak memiliki wewenang seperti ... ah, begitu ya." Inanna mengangguk, menunjukkan kalau dia sudah paham.

"Benar," seolah bisa membaca pikiran Inanna, Yarmuti mengonfirmasi. "Intelijen yang baru, di bawah kendaliku dan Shinar, menyusup ke pemerintahan, kepolisian, dan militer. Kami memiliki pengaruh di semua instansi. Bahkan, mungkin, kami memiliki kekuatan yang lebih besar dari intelijen yang dipimpin Lugalgin."

"Bukan mungkin. Kalian memang memiliki kekuatan yang lebih besar dariku." Aku menyanggah.

"Aku masih di bawahmu, Gin. Kalau mau, aku bisa memberimu kendali atas intelijen baru ini."

"Tidak, terima kasih. Aku memercayakan intelijen baru itu padamu dan Shinar karena yakin kalian tidak akan menyalahgunakan wewenang. Kalau mengembalikan komando padaku, sama saja kalian tidak percaya dengan penilaianku."

"Ah, maafkan aku. Aku tidak bermaksud."

"Kak Yarmuti benar, guru. Kami tidak bermaksud mempertanyakan keputusan guru."

Shinar, kita sudah lama tidak bertemu dan kamu masih memanggilku guru? Ya, sudahlah.

"Jadi, Rina, mereka lah yang akan menjawab kekhawatiranmu. Yarmuti, Shinar, tolong jelaskan kenapa perang saudara antara militer dan kepolisian tidak akan terjadi."

"Shinar, aku persilakan." Yarmuti mengoper.

"Baik, kak. Kak Rina, pada dasarnya, dengan pengaruh yang dimiliki, kami bisa mencegah kepolisian dan militer bergerak. Bahkan, kami memberi ancaman pada beberapa figur. Kami meyakinkan kalau keluarga mereka lah yang akan menjadi korban pertama jika perang saudara pecah."

"Ah, begitu ya. Kalau begitu, aku bisa tenang."

"Namun, kami tidak bisa menahan kedua belah pihak selamanya," Yarmuti mematahkan harapan Rina. "Kasus kali ini sangat merepotkan. Kenapa? Karena pihak lain yang terlihat adalah Permaisuri Rahayu, kepala kerajaan Bana'an. Yang bisa kami lakukan hanyalah mengulur waktu, tidak lebih."

"Itu sudah cukup." Aku masuk. "Di minggu ini juga, aku akan mengurus Rahayu dan juga keluarganya."

"Jadi, sekarang giliranku?" Yuan meminta konfirmasi.

Aku mengangguk.

"Sebelum itu, Gin, bisa tolong tutup korden di belakangmu?"

"Oke."

Aku menekan tombol di samping meja. Seketika itu juga, sebuah korden muncul dari langit-langit, menutup jendela.

Yuan meletakkan smartphone di meja, memunculkan proyeksi ke udara.

"Jadi, saat ini, Keluarga Fafniari sudah mengumpulkan mercenary dan juga tentara elite di daerahnya. Dan, sebagian dari mercenary yang direkrut Keluarga Fafniari, adalah bekas anggota Guan. Di peta jelas ditunjukkan kalau mereka terpusat di ibukota daerah, Tell."

Terpusat di ibukota? Asyik!

"Dan, lalu, tampaknya kali ini Emir tidak perlu bingung-bingung memilih anggota keluarga yang harus diselamatkan."

"Kenapa begitu?" Emir langsung bertanya.

"Karena Keluarga Fafniari mengucilkan dan mengusir semua anggota keluarga yang tidak mau turut serta dalam rencananya. Namun, jangan berharap terlalu tinggi. Jumlahnya tidak banyak, kurang dari 30 orang. Rata-rata, yang menolak adalah keluarga yang memiliki anak kecil."

"Jadi, Keluarga Fafniari sudah tidak memiliki anak-anak di daerah itu?"

"Benar."

Berkat pertanyaan Emir, sekarang, aku bisa mengonfirmasi kondisi keluarga Fafniari. Semua tentara, mercenary, dan anggota keluarga berada di ibukota daerah. Keluarga yang tidak menurut, diusir dan dikucilkan. Jadi, pihak lawan sudah berjasa besar bagiku. Mereka, dengan sukarela, telah memilah antara musuh dan bukan.

"Gin, kamu terlalu senang."

"Benar. Seringaimu benar-benar mengerikan."

Aku menutup mulut setelah mendengar ucapan Emir dan Inanna. Namun, mau bagaimana lagi. Jarang aku bisa mendapat kondisi yang ideal untuk pembersihan seperti ini.

"Maaf, maaf. Yuan, lanjutkan."

"Meski saat ini banyak yang terpusat di kota Tell, tidak sedikit yang berada di luar kota. Selain mercenary dan tentara, Keluarga Fafniari juga mulai menghasut bangsawan yang aktif di pasar gelap, yang tidak menerima tawaran kalian."

Hoo, jadi dia ingin mengumpulkan orang-orang yang menentangku ya. Bodoh sekali.

"Tapi, Gin, kita tidak perlu memikirkan pasar gelap. Sebelum aku minta tolong, Agade, Akadia, dan Quetzal sudah menawarkan diri untuk membereskan mereka."

Untuk Akadia dan Agade, aku tidak kaget. Namun, aku cukup terkejut ketika Yuan mengatakan Quetzal. Tampaknya, dia antusias untuk memenuhi perjanjian yang telah ditandatangani.

"Kalau begitu, Yuan, tolong siapkan tiket pesawat ke Tell untuk satu orang. Jadwal penerbangan, sore ini."

Bersambung