Chereads / I am No King / Chapter 146 - Arc 4-3 Ch 9 - Pembersihan

Chapter 146 - Arc 4-3 Ch 9 - Pembersihan

Hah. Gara-gara orang seperti kalian lah rambutku cepat memutih.

"Dasar ... pengkhianat ...."

Kita semua pengkhianat. Sejak memilih jalan untuk menjual anak-anak demi kestabilan wilayah, kita semua adalah pengkhianat.

"Peng ...."

Akhirnya, laki-laki ini tidak bisa mengucap. Dadanya sudah tidak bergerak. Matanya pun kosong. Akhirnya, dia tewas di atas kasurnya. Di sampingnya, seorang perempuan telah memejamkan mata lebih awal, untuk selamanya.

Menyelinap ke rumah bangsawan dan melakukan pembunuhan. Tidak kukira aku akan melakukan pekerjaan ini lagi setelah menjadi pimpinan Quetzal, satu dari enam pilar. Namun, Enam Pilar? Rasanya aku harus mengajukan nama baru menjadi Tiga Pilar. Pilihannya antara ganti nama atau memilih tiga organisasi baru, untuk mengisi kekosongan.

Baik Lugalgin maupun Yueni pati tidak peduli soal strata organisasi pasar gelap. Sebagai satu-satunya organisasi Enam Pilar awal yang masih bertahan, aku harus menekankan betapa pentingnya strata pada Lugalgin dan Yueni. Setelah ini, tampaknya, aku harus mengajukan proposal baru demi pasar gelap yang berkelanjutan.

Aku mengajukan proposal? Kalau begini, seolah-olah, aku di bawah mereka. Kalau di bawah Lugalgin, aku bisa menerimanya. Dia memang anomali. Namun, aku tidak suka dengan mindset kalau posisiku di bawah Yueni. Ya. Aku tidak suka.

Ada sesuatu yang tidak kuduga. Sebelum ini, aku berpikir Lugalgin pasti mengutamakan Akadia dibanding Quetzal. Namun, ternyata tidak. Perjanjian kerja dan kesepakatan yang ditawarkan ke Quetzal tidak lebih buruk dari Akadia. Dia memperlakukan kami dengan adil.

Ah, tidak! Mungkin tidak sepenuhnya adil. Masih ada satu hal yang membuat Akadia lebih mendapat perhatian dibanding Quetzal, panti asuhan. Karena kepemilikan panti asuhan, Lugalgin sengaja memberi beberapa perjanjian kerja lebih banyak untuk Akadia.

Lugalgin beralasan jaringan perusahaan ibunya membutuhkan uang lebih untuk menjalankan panti asuhan. Informasi yang menyatakan Lugalgin memiliki soft spot untuk anak-anak ternyata memang benar.

Informasi mengatakan jaringan perusahaan Yueni mengalokasikan 20 persen pemasukan perusahaan ke panti asuhan dan pembinaan anak-anak yatim. Kalau dipikir secara persen, penambahan perjanjian dan kesepakatan kerja memang tidak akan mengubah pemasukan. Namun, kalau dilihat secara nominal uang, tentu saja berbeda. Keuntungan 10 persen dari 1 triliun jauh lebih besar daripada 10 persennya 100 milyar.

Tampaknya, setelah ini, aku harus mendirikan panti asuhan. Dan lagi, panti asuhan ini bisa berfungsi sebagai pencarian tenaga kerja lebih awal. Kalau dididik sejak kecil, mereka bisa dimanfaatkan dimana saja, baik dunia legal maupun pasar gelap.

Kalau begini, secara praktik, perdagangan anak memang dihentikan. Namun, wujudnya berubah menjadi panti asuhan. Anggap saja menyediakan rumah dan makanan untuk anak-anak sebagai harga beli mereka. Yang membedakan hanya 1, hak anak-anak panti asuhan lebih terjamin.

Namun, untukku yang sejak awal memang memperhatikan kesejahteraan anggota Quetzal, hal ini tidak berubah. Bahkan, justru ini menghemat pengeluaran. Dulu, aku harus beli anak dulu, setelah itu memberi mereka makan dan tempat tinggal sambil melatih. Sekarang, aku tidak perlu membeli mereka, cukup pungut dari pinggir jalan.

Dan, kabar bagus lain, perlakuan ini justru mendapatkan pandangan positif dari masyarakat dan pemerintah. Bahkan, posisiku sebagai bangsawan akan semakin kokoh dengan pendirian panti asuhan ini. Ya, meskipun tidak terlalu penting sih setelah ini. Intinya, karena semua sisi positif itulah aku menerima tawaran Lugalgin untuk tidak memperjual belikan anak.

Quetzal tidak pernah menolak proposal Lugalgin. Di awal, kami hanya menunggu kepastian. Kalau Lugalgin asal menghentikan penjualan anak, akan lebih banyak anak-anak yang mati kelaparan karena terlantar. Organisasi pasar gelap akan lebih hati-hati dalam memperlakukan anak-anak karena mereka sudah keluar uang.

Kalau asal pungut, organisasi tidak akan pikir panjang untuk ganti anak. Walaupun atasan bilang jangan sakiti anak-anak, bawahan sering tidak menurut. Di saat seperti ini, ketegasan pemimpin menjadi sangat penting.

Namun, meski demikian, hal ini juga ada negatifnya. Karena organisasi pasar gelap telah mengeluarkan uang, mereka menganggap dirinya berhak memperlakukan anak-anak itu semaunya. Banyak negatifnya, tapi ada sisi positifnya.

Namun, penawaran Lugalgin, sisi negatif minimal dengan banyak sisi positif. Kuncinya adalah satu, kerja sama intelijen. Sebelum Lugalgin datang, intelijen hanya membatasi kuota transaksi, berusaha menekan dana yang mengalir di pasar gelap.

Namun, Lugalgin berbeda. Kuota transaksi masih dibatasi, tapi dia memfasilitasi kami. Lugalgin membantu agar, entah bagaimana caranya, transaksi kami menjadi legal di mata hukum. Hal ini sangat penting. Begitu transaksi kami legal di mata hukum, kami tidak perlu melakukan pencucian uang. Kami tidak perlu menyogok petugas pajak atau hukum di sana-sini. Dengan kata lain, bebas pungli. Dengan demikian, keuntungan yang didapat akan meningkat drastis walaupun kuota transaksi tidak berubah.

Namun, tentu saja, ada organisasi yang tidak bisa menerima tawaran Lugalgin, seperti Apollo dan Orion. Apollo tidak setuju karena mereka tidak suka kalau harus memberi makan dan tempat tinggal bagi anak-anak yang dibeli. Mereka adalah tipe beli banyak lalu membiarkan seleksi alam bertindak. Yang bertahan baru diberi makan dan tempat tinggal. Metode Apollo mampu menghasilkan banyak petarung kuat seperti Karla.

Namun, prinsip Apollo seperti dihancurkan oleh Agade ketika mereka berkonfrontasi. Agade, yang memungut anak-anak hasil perdagangan dan memberi mereka rumah, mampu menghasilkan petarung yang tidak kalah kuatnya. Bahkan, menurut informasi dari Lugalgin, yang mengalahkan Karla bukanlah orang terkuat Agade.

Lalu, Orion, adalah contoh yang repot. Mereka memiliki anggapan menerima tawaran Lugalgin sama saja mengakui kalau apa yang dilakukan selama ini adalah salah. Mereka tidak ingin mengaku salah. Dan, buktinya, perdagangan anak mampu membuat Bana'an stabil hingga ratusan tahun. Bahkan, tanpa perdagangan anak, mungkin Bana'an tidak akan pernah berdiri.

Aku paham dengan jalan pikir Orion. Namun, zaman sudah berubah. Dan, tidak ada yang salah dengan mengakui kesalahan. Kalau dengan mengakui kesalahan bisa mendapat keuntungan yang lebih banyak, kenapa tidak? Sayangnya, orang-orang yang tergabung di Orion adalah bangsawan penuh harga diri. Belum lagi mengingat fakta Lugalgin adalah rakyat jelata, memperparah keadaan.

Kalau masih ada organisasi pasar gelap yang tidak setuju dengan penawaran Lugalgin, umumnya, mereka adalah tipe Apollo atau Orion.

Tok tok

Ketokan pintu terdengar, memecahkan pikiranku.

"Bos, semuanya sudah siap."

"Bagus. Tunggu aku di ruang kerja."

"Siap!"

Oke. Waktunya kembali bekerja. Aku mengambil beberapa barang elektronik di ruangan ini dan mengubahnya menjadi tali. Meski pengendalian utamaku adalah aluminium, yang sudah spesial, aku tetap mempelajari semua material. Dengan demikian, aku bisa bertarung kapan saja tanpa khawatir disergap.

Namun, harus diakui, mempelajari semua material untuk bisa mengendalikannya adalah hal yang tidak mudah. Daripada mempelajari semua material, tidak mengandalkan pada pengendalian dan lebih fokus pada senjata adalah pilihan yang lebih efisien. Sayangnya, aku baru menyadari hal ini setelah bertemu dengan Lacuna dan Lugalgin. Sudahlah. Penyesalan tidak ada gunanya.

Dengan tali yang terbuat dari campuran berbagai bahan, aku membawa dua jenazah. Aku berjalan santai menyusuri lorong panjang dengan karpet merah, melewati puluhan jenazah. Dinding dan langit-langit penuh dengan ornamen dan hiasan, ciri khas bangsawan. Warna merah karpet tidak mengalami perubahan, mampu menyamarkan semua darah yang mengalir. Namun, tidak demikian dengan dinding putih.

Di ruang utama, jumlah jenazah semakin banyak. Anak buahku menumpuk semua jenazah di satu tempat. Aku pergi ke ujung satunya, melewati pintu. Di balik pintu terlihat anak buahku sudah bersiap dengan peralatan siaran, lengkap dari microphone, kamera, lampu, dsb.

Setiap bangsawan selalu memiliki ruang kerja tidak peduli apapun gelarnya. Yang membedakan adalah ukuran dan dekorasi di dalamnya. Mengingat ruang kerja ini milik Count, ukurannya cukup besar. Namun, tentu saja, tidak sebesar ruang kerja suamiku sebagai Duke.

"Semuanya siap."

Aku tahu kalau sudah siap. Kalian tidak perlu mengatakannya padaku. Namun, aku tidak mungkin mengatakannya. Aku hanya bisa mengatakan satu hal.

"Bagus."

Aku berjalan menuju kursi di balik meja kerja. Sementara itu, dua jenazah ini aku ikat ke dinding, di belakangku.

"Baik, silakan mulai, bos."

Aku tersenyum. "Halo semuanya. Sebagian besar dari kalian sudah mengenalku. Namun, bagi yang belum, perkenalkan, aku adalah Pimpinan Quetzal. Kalian bisa memanggilku Stella. Seperti yang kalian tahu, saat ini Quetzal, Agade, dan Akadia sudah menjadi sekutu. Dan, tampaknya, ada pihak yang tidak senang dengan perkembangan pasar gelap."

Aku tidak mau menyebut Akadia sebelum Quetzal.

Pengumuman ini disiarkan ke seluruh situs darkweb pasar gelap. Hanya orang-orang yang sudah terjun ke pasar gelap dan memiliki reputasi tertentu bisa mendapat akses. Namun, bagi yang belum mendapat akses pribadi, mereka bergantung pada televisi penerima frekuensi khusus pada kafe atau bar khusus pasar gelap.

"Lalu, apa yang mereka lakukan? Mereka mulai memberi perlawanan. Kalau hanya perlawanan normal, aku tidak perlu menyiarkan pengumuman ini. Namun, mereka mulai mengambil langkah yang berbahaya. Apa itu? Mereka mulai mendekati bangsawan kerajaan ini. Mereka mencari identitas kami di dunia dan ingin menjerat kami dengan hukum. Dan, aku harus bilang, aku tidak suka dengan hal ini. Ah, tidak. Aku koreksi. Kami tidak suka."

Yang sebenarnya bukanlah orang pasar gelap mendekati bangsawan kerajaan, tapi sebaliknya. Bangsawan aktif di pasar gelap lah yang menyalahgunakan wewenang. Namun, karena fakta ini masih rahasia, aku tidak begitu saja membukanya.

Masalah ini berawal dari perselisihan Permaisuri Rahayu dan Emir. Pada awalnya, aku berpikir masalah yang terjadi hanya antara mereka. Namun, ternyata, masalah dua orang ini merambat kemana-mana. Pihak yang tidak puas dengan pasar gelap, sebenarnya, tidak peduli dengan Emir. Yang mereka benci adalah Lugalgin. Karena Lugalgin adalah suami Emir, mereka pun memihak ke Permaisuri Rahayu.

Mereka tidak tahu kalau Lugalgin adalah Sarru, pendiri dan pemimpin Agade. Yang orang-orang ini tahu hanya keadaan pasar gelap kacau sejak Lugalgin menjabat sebagai kepala intelijen.

Permaisuri meminta kepolisian untuk "mengawasi" Tuan Putri Rina adalah penyalahgunaan wewenang. Seharusnya, urusan pengawasan dan informasi dipegang oleh intelijen. Namun, karena Lugalgin ada di intelijen, Permaisuri Rahayu seenaknya memerintahkan kepolisian.

Lalu, apa hubungannya? Mereka berpikir kebencian Permaisuri pada Emir merambat orang di sekitarnya seperti Lugalgin dan Tuan Putri Rina. Gara-gara ini, para bangsawan mulai berpikir untuk memanfaatkan Permaisuri Rahayu. Mereka pun mulai mengumpulkan bukti keterlibatan bangsawan lain di pasar gelap.

Rencananya, mereka akan menggunakan bukti ini sebagai ancaman agar para bangsawan menerima tawanan Lugalgin mengalihkan dukungan. Dengan rencana ini, bangsawan yang tidak menerima tawaran Lugalgin berharap bisa menguasai pasar gelap.

Dari mana aku tahu? Karena ada bangsawan pasar gelap mendatangi suamiku dan mengancamnya. Mereka mengancam kalau bukti keterlibatan itu bocor ke massa, bukan hanya gelar dicopot, kami akan terjerat hukum juga.

Dengan menyatukan bangsawan, mereka akan memaksa Permaisuri Rahayu menurut. Dan, tentu saja, tuntutan pertama adalah memberhentikan Lugalgin. Dengan begini, mereka berharap Lugalgin tidak merusak tatanan pasar gelap lagi.

Menurutku, para bangsawan ini adalah orang bodoh. Mereka tidak memiliki informasi lengkap tapi sudah berani bergerak. Mereka sama sekali tidak tahu kalau masalah Permaisuri Rahayu dengan Emir hanyalah sampingan. Yang sebenarnya diinginkan Permaisuri Rahayu adalah Lugalgin. Jadi, dia tidak mungkin mencopot Lugalgin dari posisi Kepala Intelijen.

Lugalgin bukanlah pihak yang bisa diremehkan. Di belakang Lugalgin berdiri intelijen, Agade, Akadia, dan Militer. Kalau bangsawan yang memegang pemerintahan dan memiliki kendali atas kepolisian menyatakan ingin melawan Lugalgin, perang saudara bisa pecah. Aku tidak mau hal itu terjadi.

"Jadi, malam ini, aku memberikan siaran ini sebagai peringatan. Saat ini, Quetzal, Agade, dan Akadia sedang melakukan operasi besar-besaran, pembersihan orang-orang yang terlibat. Kalau kalian berpikir ucapanku hanya gertakan sambal, pikir lagi."

Kameramen memutar lensa. Seharusnya, dia melakukan zoom out dan menunjukkan dua tubuh di belakangku.

"Di belakangku adalah tubuh Count Raia dan istrinya. Mereka adalah salah sedikit dari banyak bangsawan yang bekerja sama dengan pasar gelap untuk melawan kami. Mereka mulai mengancam keluargaku. Jadi, aku balas ancaman mereka dengan pembersihan."

Seharusnya, saat ini, siaran berganti ke gambar tubuh-tubuh tidak bernyawa yang ada di seluruh bangunan. Gambar-gambar itu penting untuk menyatakan kalau ancaman kami adalah nyata.

Agade dan Akadia tidak akan melakukan siaran ini. Mereka lebih memilih untuk langsung membunuh dan membersihkan semua bangsawan yang melawan. Akadia tidak terlalu peduli dengan bangsawan rusak. Bagi mereka, sudah selayaknya bangsawan rusak dibersihkan.

Untuk Agade, anggotanya adalah korban perdagangan anak. Mereka justru menerima kondisi ini dengan senang hati. Kenapa? Karena mereka bisa membalas dendam tanpa ada yang protes. Hanya aku yang ingin meminimalisir korban jiwa dari pihak bangsawan.

Bukannya merasa sentimen sebagai sesama bangsawan. Aku merasa sayang kalau semua sumber daya manusia itu hilang begitu saja. Resource itu penting.

"Bagi kalian yang masih ingin melawan, aku persilakan untuk melanjutkan. Namun, jangan protes kalau kami melakukan pembalasan. Dan, bagi kalian yang belum terlibat, aku sarankan jangan. Kalau kalian terlibat, nasib kalian tidak akan berbeda. Apa kalian pikir kami menempati posisi Enam Pilar hanya sebagai hiasan?"

***

"Nina bobo ... oh ... nina bobo ... kalau tidak bobo digigit nyamuk."

Dengan peti arsenal di punggung dan tombak di tangan, aku bernyanyi lantang, membiarkan suaraku terdengar di seluruh ruangan. Tombak ini hanyalah tombak biasa, bukan tombak tiga mata.

Perlahan, aku berjalan menyusuri ruang. Sesekali, aku menebaskan tombak dan membunuh orang yang datang. Terkadang aku menarik pistol yang terpasang di holster pinggang dan melepas beberapa tembakan.

"Seseorang, tolong!"

"Tolong! Tolong buka pintunya!"

"Tolong!"

Samar-samar, di balik suara nyanyianku, teriakan panik terdengar. Tanpa perlu melihat, aku bisa tahu kalau mereka berusaha membuka pintu. Namun, sayangnya, bangunan ini sudah aku segel. Tidak ada seorang pun bisa meninggalkan tempat ini tanpa izin dariku.

Rumah bangsawan selalu besar dengan taman mengelilingi bangunan utama. Bangunan tipe ini memiliki kekurangan yang sangat fatal. Ketika musuh masuk dari dalam dan mengunci akses keluar masuk, tidak akan ada orang yang tahu. Sekencang apapun mereka berteriak, tidak akan ada orang yang dengar.

Bagaimana dengan penjaga? Ya, mereka semua sudah aku bunuh. Ya, tidak semuanya sih. Aku bukanlah pembunuh berdarah dingin. Aku memberi kesempatan bagi pelayan, penjaga dan karyawan yang tidak tahu apa-apa. Kalau mau pergi dan menutup mata atas semua kejadian di sini, aku biarkan mereka hidup. Kalau tidak? Pembersihan.

Efeknya? Tidak banyak yang menyatakan ingin melawan. Orang-orang yang ingin melawanku rata-rata adalah bangsawan yang kebetulan bekerja di bawah keluarga Fafniari. Untuk rakyat jelata, mereka tidak ambil pusing dan langsung pergi.

Jujur, berkat intelijen Bana'an, pembersihanku benar-benar terasa mudah. Dulu, aku harus masuk diam-diam, menghindari semua pelayan dan penjaga, baru bisa membunuh anggota keluarga. Namun, sayangnya, walaupun mereka kubiarkan hidup, pengadilan berkata lain. Para pelayan dan penjaga akan menjadi tersangka. Mereka diduga berkomplot untuk membunuh si bangsawan.

Menyusup tanpa membunuh orang tidak bersalah bukanlah hal mudah. Ketika tahu mereka mendapat hukuman mati, aku mengumpat. Tahu begitu aku bunuh mereka dari awal. Setidaknya, kalau ikut mati, keluarga mereka tidak akan mendapat sanksi sosial. Ya, sudahlah. Yang berlalu biarlah berlalu. Yang penting, sekarang, keselamatan dan bungkamnya mereka pun diawasi oleh intelijen. Jadi, aku bisa santai.

Perlahan, teriakan panik semakin pelan. Bukan pelan, tapi menjauh. Tampaknya mereka sudah menyadari kalau tidak ada seorang pun yang akan menolong. Pilihan yang realistis adalah pindah ke ruangan lain dan bersembunyi. Sayangnya percuma.

Aku sampai di sebuah ruangan dan membuka pintu. Tanpa lampu, tidak ada pencahayaan selain dari luar jendela anti peluru. Wahai bangsawan, jendela anti peluru yang kalian gunakan sebagai perlindungan justru jadi senjata makan tuan.

"Nina bobo ... oh ... nina bobo ... kalau tidak bobo digigit nyamuk."

Sambil menyalakan lampu, aku terus menyanyi.

Menurut Lacuna, kalau melakukan pembersihan dengan cara menyelinap, menyanyi akan sangat membantu. Dengan menyanyi, musuh mengetahui posisimu. Jadi, kemungkinan kamu dan musuh berpapasan karena faktor tidak sengaja sangat kecil. Faktor tidak sengaja adalah sesuatu yang harus diminimalisir.

Anggap saja musuh membawa pisau. Tiba-tiba dia tanpa sengaja bertabrakan denganmu dan pisau itu menancap. Kamu akan mengalami luka. Permasalahan dari tidak sengaja adalah gerakan tanpa pola. Dan, karena tanpa pola, tidak ada aura haus darah atau niat membunuh yang terpancar. Jadi, insting kita tidak akan bergerak tepat waktu.

Dengan menyanyi dan mengumumkan keberadaan, aku bisa meminimalisir faktor tidak sengaja. Musuh akan memancarkan niat membunuh, membuat insting siaga. Selain itu, hal ini juga bisa membuat musuh ketakutan, mengalami teror. Musuh yang panik dan diteror oleh suara nyanyian tidak akan bisa berpikir jernih, memberi efek pergerakan mudah dibaca.

Ruangan ini terlihat begitu rapi. Bahkan, lampu yang sebelumnya mati mengindikasikan kalau tidak ada orang di dalamnya. Namun, instingku tidak bisa ditipu. Aku bisa merasakan kehadiran 3 orang di ruangan ini. Dua orang di lemari, satu orang di bawah meja kerja.

Aku berhenti bernyanyi. "Yang tersisa tinggal 3 orang. Pertama, Kepala Keluarga saat ini, Duke Sien Fafniari, kakak dari Permaisuri Rahayu dan Pakde dari Emir. Kedua, ibu dari Duke Sien Fafniari, Fatima Fafniari. Dan, yang terakhir, putri bungsu dari Duke Sien, Kari Fafniari. Sangat disayangkan karena sang putri harus mati malam ini padahal dia akan menikah beberapa bulan lagi."

Tidak ada respon. Mereka masih diam. Namun, aku bisa mencium ketakutan mereka mengisi udara.

"Kalian berpikir bisa melawan karena aku tidak tahu niat kalian, kan? Namun, sayangnya, aku mengawasi kalian sejak saat itu. Beberapa anggota keluarga kalian sudah sangat bijak. Mereka memilih untuk dikucilkan oleh Keluarga Fafniari dan hidup di wilayah lain. Namun, di lain pihak, kalian justru angkuh dan arogan, berpikir bisa melawanku. Berpikir aku hanya rakyat jelata yang tidak mungkin melawan bangsawan."

Aku berjalan dan duduk di atas meja. Peti arsenal dan satu tombak kusandarkan di samping meja. Tanpa melihat, aku tahu kalau di bawah meja ini ada seorang perempuan sedang bersembunyi, Kari. Dia hanya 2 tahun lebih tua dari Emir. Dan, dari foto yang kulihat, dia cukup jelita seperti Yurika. Sungguh disayangkan dia harus mati di tanganku.

"Ketahuilah, aku adalah orang yang adil. Bagi mereka yang melawanku, pembersihan. Bagi mereka yang tidak melawan, kehidupan mudah dan aman menanti."

"...."

Tidak ada jawaban.

"Apa aku salah ruangan, ya?" Aku pura-pura salah. "Baiklah, ayo cek ruangan yang lain."

Aku turun dari meja dan kembali meletakkan peti arsenal di punggung. Saat itu, aku membuat sebuah suara ketukan di meja.

"Oh, tampaknya aku benar. Di ruangan ini memang ada orang."

Mereka pasti berpikir Kari tidak sengaja bergerak dan membuat suara, meski sebenarnya bukan. Dan, karena hal ini.

Brakk

Pintu lemari terbuka, memunculkan dua sosok.

"Kumohon, ampuni kami. Kami tidak bermaksud menentangmu. Ibu lah yang memaksa kami untuk menentangmu."

"Brengsek! Apa yang kau lakukan?"

Duke Sien langsung menjual ibunya sendiri. Dia merengek, mengkhianati rambut merah membaranya.

Sadar dirinya sudah dijual, Fatima langsung bangkit dan lari.

"Aku tidak mau mati!"

Aku mengambil tombak di atas meja dan menusuk Fatima dari belakang. Dengan sudut tusukan agak tinggi, tombakku berhasil menembus atas tengkuk hingga mata kanan Fatima. Bahkan, bola mata Fatima menancap di mata tombak.

Aku tidak menarik tombak untuk melepasnya dari tubuh Fatima, tapi mengayunkannya ke kanan kiri. Ayunanku sukses membuat kepala Fatima dari badan dan tombak, terlempar ke ujung ruangan.

"Satu lagi tewas, tinggal DUA."

Aku memberi tekanan pada kata dua, menunjukkan Duke Sien kalau aku juga akan membunuh putrinya.

Duke Sien berlutut. "Kumohon. Ampuni kami. Kami tidak akan melawanmu lagi. Kami hanya dipaksa menuruti ibu."

"Kau ingin aku memberi ampunan? Berikan alasan kenapa aku harus mengampuni kalian. Maksudku, bisa saja kamu berbohong soal dipaksa, kan? Bisa saja kamu hanya ingin menyelamatkan diri dengan berbohong."

"Aku tidak berbohong. Aku benar-benar terpaksa melakukannya."

Hah! Aku sudah bilang mengawasi kalian sejak kudeta. Dan, yang aku maksud mengawasi, bukan hanya gerak gerik tapi juga kehidupan pribadi. Aku benar-benar tahu Duke Sein tidak dipaksa oleh Fatima. Bahkan, dia menawarkan bantuan layaknya putra yang berbakti.

"Memangnya apa untungnya untukku?"

"Kau bisa mengambil 20 persen pemasukan wilayahku."

"Dua puluh persen pemasukan wilayah ya ... hmm ... menarik."

Tidak juga. Saat ini, aku sudah tidak bisa menghitung pemasukanku. Jadi, aku tidak butuh pemasukan tambahan.

Aku memandang meja sejenak.

"Tidak! Begini saja. Aku akan memberimu 5 persen anggaran pembangunan setiap bulan. Kamu tidak perlu melakukan apa-apa dan aku akan mengirimkannya setiap bulan."

Duke Sein benar-benar berusaha mengalihkan pandanganku dari meja. Tampaknya, dia ingin menyelamatkan putri bungsunya. Bahkan dia rela memberi lima persen anggaran pembangunan untukku. Apa aku akan menerimanya?

Aku menggeleng. "Sayangnya, aku tidak bisa mengampunimu."

"Ke, kenapa?" Duke Sein Panik.

"Kau kira aku tidak tahu kalau kau membunuh seorang laki-laki yang menyatakan cintanya pada putrimu?"

Duke Sein membeku.

Aku kembali duduk di atas meja.

"Laki-laki itu hanyalah pemuda yang mengalami cinta monyet. Dia hanya rakyat jelata. Tanpa perlu kau bunuh, dia akan sadar pada statusnya dan berhenti mengejar putrimu. Namun, apa yang kau lakukan? Kau justru menghancurkan hidupnya."

"Ta–"

Aku memotong, melanjutkan. "Kau membuat orang tuanya dipecat dari tempat kerja. Tidak cukup dipecat, kau juga memastikan kedua orang tuanya tidak bisa mendapat pekerjaan di tempat lain. Kemudian, putrimu, dengan angkuhnya menyatakan kalau itu adalah efek karena pemuda itu, rakyat jelata, berani menyatakan cinta ke bangsawan. Efeknya? Pemuda itu pun bunuh diri. Karena putranya bunuh diri, kedua orang tuanya pun bunuh diri. Gara-gara kelakuanmu, tiga orang tewas. Dan, aku yakin masih banyak korban lain, kan?"

Duke Sein tidak merespons, seolah membenarkan ucapanku kalau masih banyak korban lain.

"Aku terkejut bagaimana kalian bisa memiliki hubungan darah dengan Emir. Dia, Emir, meninggalkan keluarga kerajaan demi menikahiku, rakyat jelata. Di lain pihak, kalian, menghancurkan keluarga hanya karena si anak laki-laki menyatakan cintanya? Kalian bagai langit dan bumi. Tidak ada mirip-miripnya."

Di saat itu, ingatan setahun terakhir ketika Emir tersenyum dan terus belajar menjadi ibu rumah tangga terlintas di benakku. Aku tidak mau percaya kalau Emir memiliki hubungan darah dengan orang-orang ini.

Setelah aku pikir-pikir, putra dan putri Rahayu tidak seekstrem keluarga Fafniari. Mereka masih bisa diluruskan. Tampaknya, dengan menjadi selir dan permaisuri, Rahayu berhasil membuat anak-anaknya lepas dari sifat buruk Fafniari.

Kalau melihat keluarga Fafniari, aku jadi paham kenapa Rahayu bisa berlaku seperti itu. Menurutku, dia posesif, terbiasa dimanja. Apapun yang diinginkan harus dia miliki. Efeknya berlanjut sampai sekarang ketika dia menginginkanku walaupun ada Emir.

Namun, tampaknya, sifat Rahayu langsung berubah ketika tidak ada yang mengancam. Sebelumnya, dia merasa Fahren adalah ancaman. Gara-gara Fahren, hidup anak-anaknya tidak aman. Namun, setelah ancaman dari Fahren dan selir hilang, dia justru lalai.

"Duke Sein, kalau putrimu, Kari, bisa melangsungkan pernikahannya beberapa bulan lagi dengan putra Duke Tai dari keluarga Reishka, kau pasti berpikir untuk membalas dendam, kan? Kau pasti berpikir keluarga Reishka akan membantumu, kan?"

"Tidak! Aku tidak berpikir demikian. Kumohon, percayalah."

Apa aku percaya? Tentu saja tidak. Namun, ada sesuatu yang ingin kusampaikan.

"Hei, Duke Sein, Putri Kari, biar aku beri informasi yang menarik. Pernikahan keluarga Fafniari dan Reishka tidak akan terjadi."

"Eh?"

"Dalam satu atau dua bulan, Keluarga Reishka akan pergi, meninggalkan kerajaan ini untuk selamanya. Mereka akan menerima identitas baru dan hidup mewah di luar sana. Kenapa aku tahu? Karena aku lah yang memberinya tawaran itu."

Layaknya bangsawan, perempuan keluarga Reishka banyak yang terjun di pasar gelap. Dan, mereka, menerima tawaranku beberapa saat lalu.

"Kalian tidak mengetahuinya? Hahaha. Tentu saja. Di mata Keluarga Reishka, kalian tidak sepenting nyawa dan hidup mereka."

Aku tertawa kencang, terbahak-bahak. Sementara aku tertawa, Duke Sein hanya memandangku dengan tatapan kosong. Tampaknya, dia memercayai ucapanku. Sejak menerima tawaranku, keluarga Reishka meminimalisir komunikasi dengan keluarga Fafniari. Jadi, wajar kalau Duke Sein terpaksa percaya.

Ya, sudahlah. Sudah waktunya mengakhiri semua ini.

Aku memutar tombak dan menusukkannya ke meja.

"Ahhh!!!!"

Terdengar teriakan dari bawah meja.

Oops. Tampaknya, aku tidak berhasil membunuh Kari dengan satu tusukan.

"Kari!"

Duke Sein bangkit dan menerjangku.

Tidak ambil pusing, aku melayangkan tinju ke leher Duke Sein. Menahan tenaga, aku memastikan leher Duke Sein tidak putus. Namun, karena tinjuku masih cukup kuat, Duke Sein tidak baik-baik saja. Pukulanku membuat trakeanya bergeser. Duke Sein tidak akan bisa bernafas ditambah rasa sakit di leher, lima menit terakhir dalam hidupnya akan menjadi lima menit paling menyiksa dalam hidupnya.

Aku berjalan ke balik meja dan jongkok. Di bawah meja, terlihat perempuan menangis dengan tombak menembus bahunya. Wow, perempuan ini lebih cantik dari fotonya.

"Kumohon, ampuni aku. Aku menyesal."

Kalau ini adalah novel generik, aku pasti memilih untuk memaafkan Kari dan menjadikannya istri keempat. Di masa depan, dia akan menyesal dan menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, sayangnya, ini adalah kenyataan, bukan cerita novel dimana kamu bisa bertahan hidup hanya dengan meminta maaf.

Di lain pihak, kalau Emir tahu aku berpikir Kari cantik dan menawan, dia pasti sudah ... tidak. Aku tidak tahu apa yang akan Emir lakukan. Terakhir, dia menendang kemaluan Illuvia yang mungkin membuatnya tidak bisa hamil. Jadi, aku tidak tahu apa yang akan Emir lakukan kalau aku berpikir Kari cantik dan menawan.

"Jangan khawatir. Aku tidak akan membuatmu tersiksa seperti ayahmu."

"Ku–"

Sebelum Kari mengucapkan kata lain, aku sudah menyarangkan peluru di kepalanya. Dia pun tewas dalam posisi membungkuk dan tombak menembus bahunya.

Aku bangkit dan melihat Duke Sein yang memegangi lehernya di atas lantai. Dia belum mati ya.

Ngomong-ngomong, bukan aku yang mencari informasi rekam jejak keluarga Fafniari, tapi Yuan. Dia bilang ada beberapa orang yang mungkin masih bisa diampuni kalau mereka memintanya. Orang-orang ini baik dan memiliki masa lalu yang menjanjikan. Namun, mereka terkekang oleh kondisi keluarga. Dan, dengan membunuh keluarga besar Fafniari, aku sama saja membebaskan mereka. Dengan kata lain, Yuan mencari pengikut setia.

Aku tidak membersihkan keluarga Fafniari sepenuhnya. Tadi, aku membiarkan beberapa orang hidup dan membuat intelijen membawa mereka. Jadi, sebelum memulai pembersihan, aku sudah tahu siapa yang boleh diampuni dan siapa yang tidak.

"Target selanjutnya, Permaisuri Rahayu."

Bersambung