Chereads / I am No King / Chapter 144 - Arc 4-3 Ch 7 - Pengumuman Pernikahan dan Gejolak

Chapter 144 - Arc 4-3 Ch 7 - Pengumuman Pernikahan dan Gejolak

[Sebenarnya, sosok yang berusaha membunuhku dan adikku, Tera, adalah ibu kami sendiri, Ratu Amana. Saat itu, kami berada di Kerajaan Bana'an untuk kabur dari ancaman ibu. Namun, tanpa kami duga, ternyata berita kematian kami justru digunakan oleh Ratu Amana untuk mendeklarasikan perang pada Bana'an.]

Sial! Sial! Sial!

Aku terus mengumpat sambil menonton proyeksi televisi dari ruang kerja, yang dulunya milik Fahren. Di proyeksi, terlihat Lugalgin duduk bersama dua orang lain. Duduk di sebelah kanan Lugalgin adalah perempuan berambut putih, Tuan Putri Rina. Dan, di sebelah perempuan berambut putih, duduk laki-laki tua mengenakan pakaian militer hijau, Kolonel Jenderal Saban.

[Lalu, kenapa Anda memutuskan untuk muncul ke permukaan sekarang, Tuan Putri Rina? Padahal, Anda seharusnya aman karena Kerajaan Nina mengira Anda sudah tewas.]

[Alasan pertama, saya merasa bersalah. Karena masalah keluarga kami, kini, Kerajaan Bana'an dan Kerajaan Nina berperang. Kalau saja kami tidak kabur ke Kerajaan Bana'an, mungkin peperangan ini bisa dihindari. Lalu ... ]

Rina terdiam sejenak dan menoleh ke kiri, melihat ke Lugalgin. Setelah melihat Lugalgin mengangguk, Rina berbicara kembali.

[Sayangnya tidak. Hingga saat ini, kami masih dikejar. Dan, sekitar satu setengah minggu yang lalu, adikku, Tera, tewas. Dia dibunuh oleh salah satu orang yang mengejar kami.]

Suara ruangan di proyeksi televisi menjadi riuh. Tampaknya, semua orang terkejut pada yang dikatakan oleh Rina.

Aku melihat baik-baik raut wajah Rina. Matanya lurus, tidak terlihat adanya kebohongan. Namun, entah kenapa, aku merasa ada yang dia sembunyikan. Sebagai seseorang yang telah bersandiwara selama bertahun-tahun, instingku memberontak.

[Setelah Tera tewas, aku berusaha kabur sambil membawa tubuhnya. Ketika mereka hampir membunuhku juga, kebetulan, Lugalgin ada di wilayah tersebut.]

[Apakah ini berarti Anda bertemu dengan Tuan Lugalgin di kota Merkaz?]

[Ya, benar. Karena Kota Merkaz adalah lini depan peperangan. Sebagai lini depan peperangan, penjagaan militer di kota itu pastilah ketat. Jadi, kami berpikir kota itu aman dari pengejar dan mata-mata Nina. Namun ... kami salah.]

Perempuan ini ahli. Dia berhenti sejenak dan melanjutkan dengan suara terisak, memberi kesan kalau dia menyesal. Sial!

[Tuan Lugalgin, apa tujuan Anda menyelamatkan Tuan Putri Rina? Apa–]

[Saat itu,] Lugalgin memotong wartawan. [Saya melihat perempuan yang berlari sambil menggendong seseorang. Tidak lama kemudian, saya mendapati beberapa orang mengejarnya. Saya rasa akan normal bagi siapa saja untuk bergerak dan mengulurkan bantuan. Bahkan, saat itu, saya belum tahu kalau dia adalah Tuan Putri Rina.]

[Apakah Anda menyatakan kalau Anda tidak melihat Tuan Putri Rina sebagai tokoh penting?]

[Dia memang tokoh penting. Namun, perlu kita ingat kalau dia bukan hanya tokoh penting. Dia juga seorang manusia biasa. Sebagai sesama manusia, kita patut saling menolong.]

Hah? Patut saling menolong? Omong kosong! Itu adalah ucapan paling munafik yang pernah aku dengar dari Lugalgin.

[Maaf, saya juga ingin menyampaikan sesuatu.] Rina menarik nafas. [Para bangsawan dan pemimpin daerah Feodal Lord di Kerajaan Nina, aku tidak tahu alasan kalian mendukung perang antara Kerajaan Nina dan Kerajaan Bana'an. Namun, jika kalian berperang karena ingin membalas dendam kematianku dan Tera, ketahuilah, dalangnya adalah Ratu Amana. Jadi, kalau benar alasan kalian adalah ingin membalas dendam, saya memohon agar kalian menghentikan peperangan ini. Peperangan hanya akan membawa kehancuran dan kesengsaraan.]

Rina menundukkan kepalanya. Dengan suara yang sesenggukan, Rina berhasil memberi kesan kalau dia benar-benar tidak menginginkan perang. Mengikuti ucapan Rina, proyeksi televisi mengeluarkan suara tepuk tangan, ramai. Tampaknya, mereka semua berhasil diperdaya oleh perempuan ini. Bahkan, perempuan itu mengangkat kepalanya dengan mulut sedikit terbuka, memberi kesan terkejut. Sandiwara perempuan ini benar-benar bagus. Aku harus akui itu.

[Kami berharap,] Saban Masuk. [Kerajaan Nina melihat siaran ini dan menghentikan serangan. Kami juga akan melakukan hal yang sama, menghentikan serangan. Kami benar-benar berharap kita bisa menghentikan peperangan ini dan mencapai perdamaian.]

Tepuk tangan kembali terdengar. Bahkan, kali ini, lebih kencang. Mereka ini wartawan atau penonton sih? Bukankah seharusnya wartawan membenci berita baik seperti ini? Bukankah seharusnya mereka lebih suka kalau yang diumumkan adalah berita buruk?

Saban melanjutkan, [Namun, kami sadar hal ini tidaklah mudah. Kami sadar bahwa pasti banyak orang jahat yang tidak menyukai hal ini. Oleh karena itu, dengan konferensi pers ini, kami dari pihak Militer Bana'an, menyatakan akan memberi perlindungan kepada Tuan Putri Rina.]

Suara tepuk tangan terhenti. Kali ini, para wartawan itu saling berbicara satu sama lain. Sebagian wartawan mengangkat tangan.

Saban memberi tambahan, mengabaikan wartawan yang mengangkat tangan. [Tentu saja Militer Bana'an tidak sendirian dalam hal ini. Intelijen Kerajaan, yang dipimpin oleh Lugalgin, juga akan turut serta dalam perlindungan Tuan Putri Rina. Dan, tentu saja, langkah ini telah disetujui langsung oleh Permaisuri Rahayu. Handout yang diberikan pada para wartawan sekalian adalah salinan dari keputusan kami yang telah dicap dan ditandatangani oleh Permaisuri Rahayu.]

Aku tidak pernah menandatanganinya! Bullshit! Ini adalah tindak kriminal! Bahkan, ini adalah kejahatan kelas nasional. Aku adalah kepala kerajaan ini. Berani-beraninya kalian memalsukan tanda tanganku!

Namun, meskipun mereka melakukan pemalsuan tanda tangan, aku tidak bisa terang-terangan protes. Kalau aku protes terang-terangan, ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, Lugalgin dan Militer menyatakan sudah memberi dokumen tersebut padaku. Mereka akan berdalih mungkin aku yang tidak teliti. Kalau terjadi, kepercayaan masyarakat akan menurun drastis.

Kemungkinan kedua, rakyat menyadari kalau ada masalah internal antara aku dengan militer dan intelijen. Bahkan, bukan tidak mungkin rumor baru menyebar, menyatakan militer dan intelijen memberontak.

Aku mengembalikan pandangan ke proyeksi televisi, melihat Lugalgin yang mulai berbicara.

[Dan, untuk menunjukkan komitmen kami dalam memberi bantuan dan melindungi Tuan Putri Rina ... ] Lugalgin berhenti dan melihat ke kanan, ke arah Rina.

Entah kenapa, perasaanku tidak enak ketika Lugalgin memberi jeda. Perasaan ini mengatakan kalau aku tidak akan suka dengan apa yang akan diucapkan oleh Lugalgin.

[Kami akan melangsungkan pernikahan. Tuan Putri Tina akan menjadi istriku, bersama dengan Emir dan Inanna.]

"APA!"

Tanpa kusadari, aku sudah berdiri dari kursi dan menggebrak meja.

Bukan hanya aku, orang-orang di proyeksi televisi juga ribut. Mereka semua mengangkat tangan, ingin mengajukan pertanyaan. Bahkan, aku mendengar beberapa wartawan sudah mengajukan pertanyaan tanpa menunggu izin.

Dan, seolah mengabaikan itu semua, Lugalgin melanjutkan pengumumannya.

[Pernikahan kami akan dilangsungkan 7 hari dari sekarang, 30 Miriad. Pengumuman ini tidak disebarkan jauh-jauh hari karena kondisi yang mendesak. Dan, bagi kalian yang ingin diundang, harap menghubungi Wedding Organizer kami, You Wedding. Namun, perlu diingat bahwa siapa pun yang ingin diundang harus mematuhi protokol keamanan ketat.]

Pernikahan Lugalgin 7 hari lagi? Kenapa aku tidak mendengar ini? Seharusnya, jangka waktu 1 tahun yang diberi oleh keluarga Alhold masih 2 atau 3 minggu lagi, kan? Dan, bahkan, seharusnya mereka tidak langsung menentukan tanggal pernikahan. Seharusnya, 2 atau 3 minggu lagi masih di tahap keputusan apakah Emir akan diterima menjadi istri Lugalgin atau tidak. Bahkan, aku sudah menyiapkan argumen untuk menarik Emir dari pernikahan Lugalgin.

Belum berhenti sampai di situ, Lugalgin juga membuat masalah baru lagi. Dengan masuknya Tuan Putri Rina sebagai calon istri, pernikahan Lugalgin bukanlah hal yang biasa lagi. Dengan ini, pernikahan Lugalgin resmi menjadi aksi demi hubungan diplomatis. Kalau berusaha menggagalkan pernikahan mereka, secara tidak langsung, aku akan dipandang sebagai pihak yang pro perang.

Sial! Sial! Sial!

Lugalgin .. .ah, percuma saja. Aku tidak bisa membencimu, Lugalgin. Strategi dan keberanianmu lah yang membuatku jatuh hati. Akan aneh kalau aku justru membencimu karena hal ini.

Baiklah, Rahayu, tenang. Percuma saja marah dan menyesali semua yang sudah berlalu. Aku kembali melihat ke proyeksi di depan meja. Jumpa pers sudah diakhiri dan aku pun mematikan televisi.

Aku berjalan, meninggalkan meja. Begitu sampai di depan ruangan, dua pelayan menyambutku.

"Aku ingin istirahat di taman. Tolong siapkan teh dan kue ya."

"Baik, permaisuri."

Sambil jalan, aku menggerak-gerakkan tanganku. Sudah agak lama tanganku sembuh, tapi masih terasa aneh. Entahlah, tangan ini terasa tidak ada isinya, lebih ringan.

Tidak lama kemudian, aku sudah sampai di taman. Ada satu pelayan dan kesatria berjaga. Tidak peduli berapa kali melihatnya, aku hanya bisa menghela nafas ketika melihat kesatria. Kesatria dan kepolisian yang lebih mementingkan citra daripada hasil sama sekali tidak berguna ketika dihadapkan dengan orang pasar gelap, militer, dan intelijen.

Kalau boleh jujur, sejak awal, aku ingin mengganti kesatria yang ada di istana menjadi tentara. Namun, butuh proses lama dan panjang untuk melakukannya. Kalau melakukannya, secara tidak langsung, aku menunjukkan kalau Bana'an lebih memilih Militer daripada kepolisian.

Kalau hal tersebut terjadi, rakyat tidak akan hormat pada kepolisian, yang kebetulan diisi oleh bangsawan. Dengan berkurangnya hormat rakyat pada kepolisian dan bangsawan, kriminalitas akan meningkat.

Belum selesai dengan urusan keamanan, banyak Duke yang mengirim surat tawaran pernikahan padahku hanya karena Fahren sudah dinyatakan tewas. Dasar! Aku benci orang-orang yang haus kekuasaan seperti mereka.

Sambil memikirkan itu semua, aku makan kue dan minum teh. Setiap meminum teh kerajaan yang murni, tanpa campuran atau gula, aku jadi teringat ketika mengantar Emir ke rumah Lugalgin. Aku ingin minum teh herbal lagi. Walaupun Lugalgin sudah menyatakan efek positif teh herbal terhadap kesehatan, orang-orang di istana masih menolaknya. Mereka masih berpikir hanya rakyat jelata yang minum teh dengan campuran.

Aku juga tidak memiliki stok teh herbal. Walaupun membelinya, tidak mungkin orang istana akan membiarkanku menyeduh teh sendiri. Dengan kata lain, kemungkinan aku bisa mendapatkan teh herbal di istana adalah nihil.

Ah, Lugalgin, aku harap kamu ada di sini dan menyeduh teh herbal untuk.

Di lain pihak, meski tidak tampak, aku yakin ada satu orang, atau bahkan lebih, yang mengawasiku. Orang-orang yang dikirim Lugalgin bukanlah orang biasa. Tidak peduli bagaimana kerasnya mencari, aku tidak pernah menemukan mereka.

Baiklah. Setelah sedikit kue dan teh yang tidak enak, pikiranku sudah lebih tenang. Aku mulai memikirkan kondisiku saat ini. Militer dan intelijen jelas-jelas tidak berada di bawah kendaliku. Mereka sudah jelas berada di bawah kendali Lugalgin. Saat ini, yang masih ada di bawah kendaliku hanyalah kepolisian.

Namun, kalau aku hanya menggunakan kepolisian, rasanya sulit untuk bisa menghadapi Lugalgin. Kekuatan tempur kepolisian terlalu rendah. Satu-satunya cara adalah memelintir hukum dan mendakwa Lugalgin atau keluarganya dengan sebuah kasus. Dengan begitu, pasti, pernikahan Lugalgin akan diundur. Namun, aku ragu metode ini berhasil. Semua barang bukti palsu yang dibuat oleh kepolisian pasti akan dibuat menghilang oleh intelijen.

Semakin menambah buruk keadaan, koneksi pribadiku juga sudah hilang. Entah Lugalgin sengaja atau tidak, tapi bangsawan-bangsawan yang menjadi sumber informasiku hilang, terbunuh ketika perang pasar gelap.

Sekarang, posisiku benar-benar seperti katak dalam tempurung. Informasi yang datang padaku hanyalah informasi yang dilaporkan. Aku bahkan tidak bisa mengecek kebenaran informasi yang masuk.

"Permaisuri Rahayu, ada tamu mencari permaisuri."

Pelayan lain datang dan menundukkan kepala di samping meja.

"Siapa?"

"Beliau adalah ibunda Permaisuri Rahayu, Bu Fatima, Ibu dari Duke Sien."

Ah, iya! Aku hampir lupa kalau masih ada ibu, kakak, dan keluarga yang lain. Ya, aku bisa meminta tolong pada mereka.

Aku pun meminta pelayan untuk menerima ibu dan membawanya ke sini. Tidak lama kemudian, ibu datang. Sepertiku dan Yurika, ibu memiliki rambut merah cerah. Meski seharusnya usia ibu sudah kepala 7, wajahnya masih terlihat cukup kencang, seolah dia belum menyentuh kepala 6. Kalau kami jalan berdampingan, orang sering mengira ibu adalah kakakku.

Ibu duduk dan meminum teh yang baru diseduh oleh pelayan. "Ahh ... sungguh nikmat. Teh istana memang berbeda dengan teh lain."

Berbeda denganku yang sudah tidak menyukai teh ini, ibu masih terlihat menikmatinya. Kalau ibu mencicipi teh herbal buatan Lugalgin, aku berani bertaruh dia tidak akan menyukainya lagi.

"Ada acara apa ibu kok tiba-tiba ke sini?"

"Ah, iya. Apa ibu bisa berbicara secara pribadi?"

Ketika mendengar ibu, pelayan dan kesatria yang berjaga melangkah. Mereka tidak meninggalkan kami, hanya menjaga jarak. Aku fokus ke sekitar, berharap ada gerakan atau suara yang bisa menjadi petunjuk lokasi pengawas Lugalgin. Namun, aku tidak menemukannya.

"Rahayu. Dalam waktu 7 hari, Lugalgin akan menikah dengan Emir dan dua perempuan lain. Dia hanya rakyat jelata tapi berani menikahi lebih dari satu wanita? Apa dia tidak tahu betapa beruntungnya dia bisa mendapatkan Emir? Dan kini, menikahi dua wanita lagi? Dia seolah-olah mengatakan Emir tidak cukup untuknya. Secara tidak langsung, dia mencoreng nama baik keluarga kita. Apa kamu tidak ada niatan untuk menghentikannya?"

"Bukan tidak ada niatan untuk menghentikannya. Namun, aku bahkan tidak tahu kalau mereka akan menikah minggu depan. Tidak ada seorang pun yang mengatakan padaku tentang tanggal pernikahan mereka."

"Apa?" Ibu sedikit meninggikan nada. "Dia hanya rakyat jelata tapi berani mengabaikanmu? Apa dia lupa kalau yang akan dia nikahi adalah tuan putri, Hah? Dan, Emir, apa yang salah dengan pikiran perempuan itu. Apa dia sudah lupa jasa dan usahamu, sebagai ibu, membesarkannya sejak kecil? Begitu menemukan laki-laki, dia langsung meninggalkan keluarganya begitu saja, hah?"

Jujur, aku tidak bisa benar-benar menyalahkan Emir. Pasti salah satu mata-mata Lugalgin sudah menyampaikan kalau aku juga mengincar Lugalgin. Dan, mungkin, gara-gara ini juga mereka tidak mengumumkan tanggal pernikahan. Aku lengah gara-gara Fahren sudah tewas. Kalau aku tidak pernah menunjukkan semua itu, walau sedang sendirian, pasti hal ini tidak akan terjadi.

Namun, aku tidak mungkin mengatakan hal ini ke ibu. Jadi, aku harus mencari alasan lain.

"Masalahnya, ibu, Emir sudah bukan tuan putri atau keluarga kerajaan lagi. Sejak battle royale tahun lalu, dia sudah menjadi rakyat jelata, mantan tuan putri. Walaupun ingin menemuiku, dia tidak bisa langsung datang. Emir masih harus menjalani prosedur normal seperti rakyat jelata. Dan, di lain pihak, Lugalgin juga sibuk."

"Kamu terlalu lunak pada Emir!" Ibu menolak alasanku. "Dan lagi, Lugalgin adalah kepala intelijen, kan? Kalau mau, kamu bisa memanggilnya kapan pun juga. Bahkan, walaupun sedang ada di garis depan peperangan seperti minggu lalu, dia harus langsung datang ketika kamu, Permaisuri, memanggilnya."

Well, itu tidak mungkin, mengingat aku lah yang mengirim Lugalgin ke garis depan peperangan minggu lalu. Dan, aku tidak menduga rencanaku untuk memberi jarak antara Lugalgin dan Emir justru menjadi bumerang. Kalau aku tidak mengirimnya ke Kota Merkaz minggu lalu, pasti Lugalgin tidak akan menemui Rina. Dengan demikian, pernikahan mereka bisa kuhambat dengan mudah.

"Kita tidak bisa membiarkan hal ini begitu saja. Kita harus membatalkan pernikahan mereka. Atau setidaknya memundurkannya hingga mereka menyanggupi syarat yang kita beri. Bagaimanapun juga, Emir adalah putri dari permaisuri. Status dia lebih tinggi dari rakyat jelata tidak tahu diri itu."

Jujur, aku merasa marah dan sedikit emosi ketika mendengar ibu menjelek-jelekkan Lugalgin. Namun, di sisi lain, aku bisa tersenyum dalam hati karena ibu menawarkan untuk menghambat bahkan menggagalkan pernikahan Lugalgin. Ya, aku bisa memanfaatkan hal ini.

"Ya, ibu akan coba menggunakan koneksi ibu untuk menghambat atau bahkan membatalkan pernikahan Lugalgin. Kamu tenang saja."

"Baik, bu."

Setelah menyeruput, Ibu pun bangkit dan mendatangiku. Setelah memberi ciuman di kening, ibu pergi.

Aku bangkit dan kembali ke ruang kerja. Namun, sebelum ke ruang kerja, aku berbelok, pergi ke kamar mandi. Mereka tidak mungkin mengikuti hingga ke kamar mandi.

Ketika Ibu mencium keningku, dia menjatuhkan sesuatu ke belahan dadaku. Dengan cepat, aku membuka pakaian dan mengambil sebuah tabung kecil yang dijatuhkan ibu. Dari dalam tabung, selembar kertas panjang tergulung. Aku membuka dan membaca isinya.

-

Ayah, ibu, dan kakakmu sudah menyiapkan orang-orang yang bisa mengganggu Lugalgin. Sejak kudeta, kami menyadari kalau Lugalgin adalah ancaman besar. Jadi, kami sudah mempersiapkan ini sejak lama. Meski tidak bisa mengalahkannya, kami yakin mereka bisa mengulur waktu.

-

Aku tersenyum setelah melihat surat ini. Karena surat ini ditulis dengan tinta pada kertas, aku hanya butuh menyiramnya ke toilet. Dengan demikian, hilang sudah jejak surat dari ibu. Namun, kalau hanya ibu yang bergerak, waktu yang didapat mungkin tidak cukup. Aku harus bergerak juga.

"Saatnya kepolisian dan bangsawan menunjukkan taringnya."

Bersambung