Chereads / I am No King / Chapter 138 - Arc 4-3 Ch 1 - Rahasia Umum dan Rahasia Pribadi

Chapter 138 - Arc 4-3 Ch 1 - Rahasia Umum dan Rahasia Pribadi

"Selamat makan...."

Aku, Emir, dan Inanna sarapan di rumah sakit. Emir masih dalam perawatan karena terluka cukup parah, terutama perutnya. Dia baru dioperasi dua hari yang lalu. Menurut ayah, Emir harus opname selama beberapa hari, atau bahkan minggu, tergantung kecepatan pemulihannya.

"Ahh, dasar. Coba Emir tidak naif. Saat ini kita sudah sarapan di rumah, menikmati masakan rumah dan Lugalgin."

Kenapa aku juga ada di menu?

"Ahaha, maaf ya, Inanna. Aku menyesal."

"Ya, sudahlah. Mau bagaimana lagi. Kamu jadi lebih bodoh sih kalau sedang bertarung."

"Ugh....."

Aku tidak merasakan kebencian dari suara Inanna. Dia mengatakan itu semua hanya sebagai basa-basi. Sama, Emir dapat menerima itu semua dengan santai. Mereka berdua, meskipun mengeluh dan protes, masih memberi senyum terbaiknya.

Indahnya hidup ini kalau dua calon istriku akur. Ya, kalau akur. Kalau tidak akur? Nasibku akan sama seperti Fahren. Cepat atau lambat, istriku akan membunuhku dan istri yang lain.

Tidak lama kemudian, kami selesai sarapan dan aku membawa nampan bekas makan keluar. Aku meletakkan nampan kami di pantri yang terletak di ujung lantai, tempat piring kotor dikumpulkan. Rumah sakit memiliki prosedural yang berbeda untuk membersihkan alat makan dibanding rumah makan. Jadi, pengunjung dan pasien tidak diperbolehkan mencuci sendiri walaupun ada pantri. Ya, orang normal mana sih yang mau mencuci alat makannya sendiri di rumah sakit.

Dan, tentu saja aku memasukkan Emir ke rumah sakit milik Ayah. Aku ingin keamanan yang terbaik untuk calon istriku.

Ketika berjalan kembali ke kamar, aku berpapasan dengan dua perempuan yang wajahnya tidak kukenal. Mereka memiliki rambut dan mata coklat, fitur generik Bana'an. Yang satu memiliki rambut pendek, yang satu panjang.

Namun, meski sudah mengubah wajah dan penampilan, aku masih bisa mengenali mereka dari aura keberadaan yang dimiliki. Dan lagi, aku sudah diberi kabar oleh Yuan kalau mereka akan berkunjung. Namun, tidak ada salahnya aku bertanya, basa-basi.

"Mau bertemu Emir?"

Perempuan berambut pendek membelalak. Tampaknya dia terkejut karena aku tahu tujuan mereka.

Yang satunya, perempuan berambut pendek, tidak terkejut. Dia sudah tahu kebiasaanku yang bisa mengenali orang tanpa melihat. Kenapa bisa tahu? Karena perempuan ini sudah sering bertemu denganku sebelumnya.

"Ya, benar." Perempuan berambut pendek menjawab.

"Kalau begitu, ayo ikut aku,"

Aku mengajak mereka masuk ke ruangan Emir. Di sana, Emir dan Inanna masih mengobrol dengan santai. Begitu aku masuk membawa dua perempuan ini, mereka terdiam. Setelah memperhatikan dua perempuan di belakangku untuk sejenak, mereka melempar pandangan padaku.

"Gin, siapa mereka?"

Inanna adalah yang pertama bertanya.

Aku tidak menjawab, tapi justru mengajukan pertanyaan. Pertanyaan ini kuajukan pada Emir, yang sudah bersama mereka untuk waktu lebih lama.

"Emir, kamu tidak mengenali mereka?"

Emir menggeleng.

"Apa kalian masih belum bisa mengenali orang hanya dari auranya? Ayolah!"

"Gin, tidak ada orang normal yang bisa mengenali orang lain hanya dari auranya."

Emir dan Inanna menyanggah, bersamaan.

Perempuan berambut pendek tertawa kecil, "ahaha, aku setuju dengan mereka Gin. Sejauh yang aku tahu, hanya kamu yang bisa melakukan itu."

Sebenarnya, aku ingin menyanggah karena ada orang lain yang bisa melakukannya seperti Lacuna, Ukin, Mulisu, dan Jin. Bahkan, akhir-akhir ini, Yuan sudah bisa mengenaliku sebelum aku menyapanya. Namun, itu tidak penting.

Dua perempuan yang bersamaku masuk dan menutup pintu. Setelah pintu tertutup mereka langsung meletakkan kedua tangan masuk ke kaos, ke dalam kerah. Dalam waktu singkat, mereka berdua melepas wajah mereka.

"Eh? Kakak? Jeanne?"

"Hi..."

Ya, benar, kedua perempuan ini adalah Yurika dan Jeanne. Sementara Jeanne hanya melepas wajah silika, Yurika juga harus melepas wignya. Sekarang, Yurika memiliki rambut pendek. Dan ketika aku bilang pendek, bukan short bob haircut, tapi pendek rapi seperti laki-laki.

Keluarga Herizzeta sudah menerima tawaranku dan menghilang dengan uang yang mereka dapat. Hanya Jeanne yang tersisa. Dia mengatakan ingin kembali menjadi agen schneider. Jeanne berkata dia merasa bersalah karena dirinya adalah salah satu orang yang membujukku untuk menerima posisi kepala intelijen. Dia berharap bisa melihat sifat buruk ayahnya, yang membuat nyawa warga sipil hilang, lebih awal.

Kedua adik Yurika, Maxwell dan Lexicon, juga seharusnya sudah hidup dengan identitas baru. Yurika masih tinggal karena dia tidak tega meninggalkan adiknya yang paling muda seorang diri, Bemmel. Meski sudah hidup di tempat yang berbeda, aku mendapat laporan tidak jarang Yurika mengawasi dan mengikuti adik bungsunya. Pada titik ini, Yurika hampir seperti stalker.

"Emir, aku dengar kamu terluka."

"Ah, ini? Tidak apa-apa. Hanya luka kecil. Hehe."

Halooo! Emir lukamu bukan luka kecil! Kamu ditusuk dengan pisau bergerigi ke perut. Bahkan ginjalmu juga sobek! Jangan lupa kalau yang baru kamu makan hanya bubur! Bahkan aku terkejut kamu bisa bangkit sekarang!

Fuck!

"Gin, kamu tidak apa-apa?"

Tampaknya Emir bisa membaca wajahku karena aku tidak mengenakan poker face untuk kali ini.

"Aku mengkhawatirkanmu, Emir. Apalagi besok pagi aku harus berangkat ke perbatasan, memeriksa dan mendengar laporan langsung dari Ibla dan personel perang."

Mungkin orang berpikir kalau di zaman sekarang kami cukup melakukan konferensi video atau mengirim email atau teknologi komunikasi jarak jauh lainnya. Namun, tentu saja, tidak ada satu pun dari tiga kerajaan yang cukup bodoh dan ingin melakukannya. Potensi kebocoran data atau peretasan data sangat tinggi. Bahkan, terlalu tinggi.

Apalagi, di saat perang seperti ini, dunia internasional akan memperhatikan kami. Bisa saja ada sekutu Kerajaan Nina atau Mariander yang meretas data kami dan menawarkannya pada mereka. Atau kalau ada informasi sensitif mengenai kemungkinan kejahatan perang, meski hanya kemungkinan tanpa bukti konkret, Kerajaan Bana'an bisa diseret ke pengadilan internasional. Walaupun tidak akan terbukti, tetap saja "diduga" sudah memberi efek buruk ke kerja sama internasional yang akan datang.

Jadi, ya, aku harus pergi langsung ke markas lapangan atau personel lapangan yang melakukan perjalanan ke sini.

Pilihan pertama dipilih karena kalau personel lapangan yang ke sini, akan ada delay waktu informasi. Jadi, bisa saja laporan yang dia berikan sudah tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Di perang, banyak hal bisa terjadi dalam waktu singkat.

Meskipun aku memiliki handphone khusus yang tidak bisa disadar atau diinterupsi, sayangnya, handphone ini tidak diketahui oleh siapa pun selain yang memilikinya. Dan, daripada penyampaian informasi, kedatanganku lebih kepada menunjukkan muka kepada petinggi militer yang terlibat dalam perang, hanya untuk meningkatkan moral tentara. Setidaknya mereka tidak akan terlalu kesal karena berpikiran, "orang yang membuat perang ini pecah tidak pernah peduli,".

Selain perang antar negara, intelijen ketiga kerajaan juga sekarang saling serang. Dalam waktu kurang dari 1 bulan sejak perang dimulai, aku tidak menghitung sudah berapa banyak agen gugalanna dan marionette ditangkap. Ah, marionette adalah sebutan agen dari kerajaan Nina. Dan karena intelijen, tidak ada aturan, tidak seperti perang. Semua yang dilakukan intelijen "tidak pernah terjadi".

Dan lagi–

"Jangan khawatir. Kan ada Inanna dan anggota Agade. Jadi, meski kamu pergi untuk bekerja, kami masih bisa menjaga diri."

"Aku tidak mengkhawatirkan itu. Aku mengawatirkan hal yang lain," aku menolak dugaan Emir. "Dasar! Dia tidak bisa menunggu hingga putrinya sembuh dulu baru mengirimku apa? Jangan-jangan ketika aku tidak ada, dia mau mengirim serangan psikologi ke putrinya agar dirinya bisa maju? Atau jangan-jangan dia mau mengadakan kunjungan dadakan ke perbatasan untuk menemuiku? Permaisuri sialan!"

"Gin, jaga mulutmu! Permaisuri sialan itu ibuku."

Tiba-tiba saja, Yurika menyela. Tampaknya dia tidak terima dengan ucapanku yang barusan.

"Kamu juga, Emir. Kenapa kamu membiarkan Lugalgin menghina ibu begitu saja?"

"Hah? Ibu? Ibu macam apa yang ingin menikahi calon suamiku?"

"Hah?"

Yurika tersentak ketika mendengar respons Emir? Aku penasaran dia tersentak karena Emir memandang buruk ibunya sendiri atau karena Rahayu ingin menikahiku? Atau dua-duanya?

"Kalau kakak belum tahu, biar aku perdengarkan."

Dengan muka kecut, Emir mengambil smartphonenya di meja samping ranjang. Dengan cepat, dia memainkan sebuah rekaman audio. Dan, tentu saja, rekaman itu adalah ucapan Rahayu ketika dia mengatakan ingin menikahiku.

Yurika dan Jeanne yang mendengarnya terdiam dengan mulut mengaga dan mata setengah terbuka. Aku tidak heran kalau mereka terkejut.

Di lain pihak, tadi malam, Emir dan Inanna kesal dan melempar sumpah serapah ketika mendengarnya. Reaksi Emir dan Inanna seperti itu karena Yuan sudah pernah mengatakan kemungkinan Rahayu mengambilku sebagai suami, jadi mereka tidak terkejut. Daripada terkejut, mereka lebih ke arah kesal karena dugaan Yuan benar.

Bahkan, Inanna langsung menelepon Tante Filial, mengancam kalau dia tidak akan segan-segan memotong hubungan keluarga kalau Tante Filial mengincarku.

Aku beruntung Tante Filial tidak berpikir demikian.

Tante Filial sudah berhutang banyak padaku. Sejak Mariander dan Bana'an resmi berperang, Tante Filial dan beberapa karyawan kedutaan yang menetap mengajukan perpindahan status kependudukan. Setelah melewati proses yang panjang dan lama, dan tentu saja dengan aku dan ibu juga bergerak di belakang layar, akhirnya minggu lalu mereka resmi menjadi warga kerajaan Bana'an.

Setelah resmi menjadi warga Kerajaan Bana'an, aku dan ibu patungan untuk membelikan rumah dan perabotan untuk tempat tinggal Tante Filial dan Ninshubur. Kami beruntung karena ada rumah kosong di dekat rumah ayah. Jadi, lingkungan Ninshubur tidak berubah drastis. Ditambah, ibu memberi tante Filial pekerjaan di salah satu perusahaannya.

Sebenarnya, awalnya, aku ingin membelikan rumah dan furnitur tante Filial sendiri, tanpa bantuan ibu. Namun, ibu menolak dan memaksa agar dia ikut patungan. Ibu memaksa ikut patungan agar dia bisa mengambil keputusan dalam desain interior rumah. Kalau dilepas begitu saja padaku, ibu khawatir aku hanya akan membeli rumah sebagaimana adanya dan akan ada ruang yang tidak digunakan, seperti satu kamar kosong di lantai bawah rumahku.

Ditambah lagi, menurut ibu, desain yang ibu pilih akan lebih memudahkan Tante Filial sebagai single parent. Jadi, sederhananya, tante Filial memiliki lebih banyak pikiran dan kesibukan yang lebih penting daripada mencari pasangan lagi. Dan lagi, kalaupun dia menikah lagi, tante Filial khawatir Ninshubur tidak akan bisa menerima ayah barunya.

Ketika mengingat itu semua, tanpa kusadari, sebuah kalimat terucap dari mulut ini.

"Inanna, kamu beruntung."

"Ya, aku beruntung."

Oke, kembali ke masalah utama.

"Emir, dari mana kamu mendapatkan rekaman ini? Ini palsu, kan?"

Tampaknya, Yurika masih tidak mampu mempercayai telinganya. Namun, meski tidak percaya, tampaknya ada sebagian dari dirinya yang mempercayainya. Dia berkata "kan", menunjukkan sebagian dari dirinya percaya kalau itu memang ibunya.

"Yurika, kamu ingat kan bagaimana aku memutar rekaman telepon saat mengeksekusi keluarga kerajaan? Kalau rekaman telepon saja punya, apa yang membuatmu berpikir aku tidak meletakkan penyadap di istana?"

"I, itu..."

Sementara Yurika ingin menyangkal, Jeanne mengangguk.

"Dan, sebagai informasi tambahan, informasi ini sudah tersebar di seluruh kalangan intelijen kerajaan ini, baik agen schneider maupun hanya karyawan."

"Hah? Kok bisa?"

"Itu ideku, kak." Emir menjawab. "Kalau rekaman ini tersebar, karyawan intelijen dan agen akan memandang ibu sebelah mata. Mereka akan memandang ibu sebagai perempuan tanpa moral. Di lain pihak, karyawan intelijen dan agen akan mengasihiku. Selain itu, kesetiaan pada Lugalgin juga akan semakin kuat karena mereka semakin disadarkan kalau keluarga kerajaan ini sudah bobrok. Kemungkinan untuk adanya pengkhianat semakin rendah."

"Emir...."

Yurika muram ketika mendengar jawaban Emir.

"Sebelumnya, Bemmel sudah membenci Rahayu. Dengan rekaman ini, Emir jadi lebih membenci Rahayu. Kita lihat apakah Yurika akan ikut membenci ibunya setelah ini."

Aku memberi monolog singkat.

Dan, ya. Bemmel, anak terakhir Rahayu, membencinya.

Beberapa saat sebelumnya lalu, setelah eksekusi keluarga kerajaan, hanya Bemmel yang dinyatakan selamat. Dia sempat menginap di rumah sakit untuk luka minor. Ketika pulang, seharusnya, Bemmel disambut oleh pelukan dan senyum ibunya. Namun, tidak! Rahayu lebih fokus pada urusan kerajaan. Bahkan, ternyata, Rahayu tidak pernah sekalipun menelepon rumah sakit ketika Bemmel dirawat.

Orang-orang di sekitar hanya bisa memaklumi karena sekarang Rahayu sudah menjadi kepala negara. Mereka menganggap wajar bagi Rahayu yang menjadi kepala negara secara tiba-tiba untuk mengabaikan Bemmel.

Di istana, yang menemani Bemmel hanyalah pelayan kerajaan. Bahkan, ada momen ketika dia menelepon Emir, meminta Emir mengunjunginya. Sayangnya, saat itu, kondisi pasar gelap kerajaan ini sedang tidak kondusif, Jadi Emir hanya bisa menelepon Bemmel. Baru akhir-akhir ini Emir mengunjungi Bemmel karena berada di masa gencatan senjata.

Ketika mengunjungi Bemmel, tentu saja, aku dan Inanna ikut. Sebagai orang yang sudah mengeksekusi keluarga kerajaan dan menjadikan Rahayu kepala kerajaan, secara tidak langsung, aku adalah pihak yang membuat Bemmel kesepian. Jadi, aku sedikit bertanggung jawab dan menerima semua caci maki dan kekesalan Bemmel.

Namun, aku sama sekali tidak mengira dengan kelakuan Bemmel. Dia berterima kasih karena aku tetap menyayangi Emir walaupun ayahnya sudah mengkhianatiku. Dan, bahkan, dia mengatakan kalau dirinya menjadi paham kenapa aku membenci bangsawan dan keluarga kerajaan. Tampaknya ada sesuatu hal yang terjadi padanya dalam beberapa waktu kami tidak bertemu.

Oke, kembali ke masa sekarang.

"Setidaknya, Emir, kita harus bersyukur. Karena kelakuan ibumu yang sudah tersebar, rencanamu akan berjalan semakin mulus, kan?"

"Ya, aku harus berterima kasih pada ibu untuk yang satu itu."

Sebuah senyum sinis dan licik terkembang di wajah jelita Emir.

Kalau belum melihat secara langsung, aku pasti berpikir cerita ibu yang mencoba merebut calon suami anaknya hanya ada di acara televisi kacangan. Namun, setelah melihatnya langsung, apalagi terlibat di dalamnya, aku harus mengakui kalau acara televisi tidak sepenuhnya mustahil. Meskipun kecil, masih ada kemungkinan.

"Dan, Kak Yurika, kalau kakak tiba-tiba ingin menikahi Lugalgin juga, aku akan menganggap kakak sebagai musuh, mengerti?"

"Tidak! Kakak tidak akan melakukannya!"

"Benarkah? Kakak kira aku tidak tahu kalau kakak sebenarnya juga sudah jauh hati pada Lugalgin tapi menyerah karena dia tidak mau menjadi bangsawan? Sekarang, setelah kakak bukan lagi bagian dari keluarga kerajaan, alasan kakak menahan diri sudah tidak ada kan?"

"I, itu....."

Yurika tidak mampu memberi jawaban pasti. Dia mengalihkan pandangan.

Wow, urusan keluarga ini semakin menjadi-jadi. Kalau seperti ini, seolah-olah keluarga Emir rusak karena aku. Apa aku bisa disebut perusak rumah tangga orang? Ya, mungkin.

Tiba-tiba saja smartphoneku berbunyi. Aku mengambilnya dan memeriksa pesan yang masuk.

"Emir, Inanna, aku harus menemui ayah."

"Oke...."

Emir dan Inanna menjawab bersamaan. Bahkan, aura sengit Emir yang baru muncul langsung menghilang.

"Jeanne, Yurika, kalau kalian pergi jangan lupa melapor pada Yuan."

"Siap!"

"I, iya...."

Sementara Jeanne menjawab dengan sigap, Yurika tampak ragu.

Setelah meninggalkan ruangan, aku langsung naik ke lantai atas, ke ruangan pribadi ayah. Dan, seperti biasa, setengah ruangan ini rapi, setengahnya lagi seperti kapal pecah. Ayah duduk di sofa, di bagian yang rapi. Aku pun duduk di sofa seberang ayah.

"Jadi, hasilnya?"

"Benjolan di jari tengah kananmu adalah tumor." Ayah memberi jawaban sambil melihat dokumen yang ada di tangannya. "Ayah tidak mendapati tumor ini beberapa bulan lalu saat memeriksa tubuhmu setelah menyelamatkan Ninlil. Jadi, dengan kata lain, tumor ini tumbuh dalam waktu yang sangat singkat. Ayah khawatir tumor ini sudah bisa dikategorikan sebagai tumor ganas, kanker."

Ucapan Rina menjadi kenyataan. Tidak! Sejak awal, aku sudah tahu kalau ucapan Rina memang adalah fakta dan kenyataan. Namun, aku sama sekali tidak menduga kalau kejadiannya secepat ini.

"Di lain pihak, kemungkinan tumor ini menyebar ke bagian tubuhmu yang lain sangat kecil. Berkat anomali dagingmu yang terlalu padat, tumornya tidak bisa tumbuh ke arah lain. Satu-satunya arah tumor ini bisa tumbuh adalah ke permukaan kulitmu. Jadi, tumor ini tidak akan mengancam nyawamu."

Seolah berusaha memberi semangat, ayah mengatakan sisi baik dari kabar ini.

"Jadi, aku sudah mulai membuat jadwal untuk mengangkat tumor ini."

"Operasi?"

"Ya," ayah mengonfirmasi. "Setelah operasi, kamu masih harus menjalankan kemoterapi atau radioterapi, tergantung respon tubuhmu."

Aku harus memotong, "ayah, tampaknya, aku tidak bisa diobati."

"Jangan konyol." Ayah menjawab enteng. "Teknologi kemoterapi dan radioterapi zaman sekarang sudah sangat maju. Kematian karena kanker sudah sangat kecil. Bahkan, kami bisa hanya memberikan radiasi pada tanganmu. Kamu tidak usah khawatir rambut rontok atau tidak nafsu makan."

Aku menghela nafas. "Bukan itu maksudku. Maksudku, setelah operasi, sangat besar kanker ini justru semakin parah."

Ayah menurunkan dokumen dan melihat ke arahku.

"Jelaskan!"

"Ayah sudah tahu kan kalau kanker ini ditimbulkan karena kecepatan penyembuhanku yang tinggi."

"Ya, lalu?"

"Tumor di jari tengahku ini, seharusnya, baru berumur 2 hari."

"Dua hari? Apa yang membuatmu mengatakan hal itu?"

Aku bercerita mengenai pertemuanku dengan Rina dua hari lalu dan bagaimana sayatan di tanganku tidak meneteskan darah.

"Dan, kemarin, aku sudah merasakan benjolan ini dan memeriksakannya. Dengan kata lain, tumor ini tumbuh karena sayatan yang aku lakukan."

"Gin, kalau ucapanmu benar, maka data tumor yang aku pegang ini bukanlah berumur dua hari, tapi satu hari."

Ah, iya juga.

"Apa kamu merasakan rasa sakit?"

"Ya, aku merasakannya. Namun, aku bisa menahannya. Tidak. Lebih tepatnya, aku sudah terbiasa dengan rasa sakit."

"Justru itu adalah alasan kenapa kita harus segera melakukan operasi!"

Aku menggeleng. "Ayah tidak mendengarkan dengan baik. Aku bilang, tumor ini timbul karena aku menyayat jariku. Sekarang, coba ayah pikir. Apa yang akan terjadi kalau ayah melakukan operasi, menyayat daging di sekitar tumor ini untuk mengangkatnya?"

Ayah terdiam. Matanya terbuka lebar. Tanpa memberi jawaban, dia menutup mulutnya dan menunduk.

"Ya, benar, kalau daging di sekitar tumor ini disayat, maka sayatannya akan menjadi tumor baru. Dengan kata lain, operasi justru akan memperparah tumornya. Jangankan pisau bedah. Aku bahkan khawatir jarum suntik sudah bisa menimbulkan tumor baru."

"Kalau begitu, radiote–"

"Ayah," aku memotong. "Radioterapi memiliki efek merusak sel. Walaupun teknologi sudah maju dan target radioterapi bisa detail, sayangnya, radioterapi masih bisa merusak sel di sekitarnya, kan? Dan kita belum tahu apakah tubuhku akan menganggap sel yang rusak sebagai luka atau tidak. Kalau ternyata tubuhku menganggap sel yang rusak ini sebagai luka, maka, efeknya juga bisa memperparah tumor ini."

Tidak hanya radioterapi. Seribu satu skenario yang bisa membunuhku mulai melintas di kepalaku. Kalau aku menerima serangan dan tulangku retak atau bahkan patah, apa setelahnya aku langsung memiliki kanker tulang? Kalau aku memar saja, apakah aku juga akan memiliki kanker otot? Kalau aku mengalami luka bakar, apakah aku akan langsung memiliki kanker kulit?

"Tapi Lugalgin–"

"Ayah,"

Aku mengangkat jari tengah kanan ke arah ayah, menunjukkan jari yang normal, tidak lagi benjolan. Bahkan, tidak ada bekas luka. Setidaknya untuk sekarang.

"Aku bisa memotongnya dengan mudah, seperti yang kulakukan tadi pagi. Dengan demikian, selama aku hanya memotong keloid yang muncul di kulit, tumorku tidak akan semakin parah."

Ayah terdiam, tidak mampu berkata-kata lagi. Dia hanya menunduk. Matanya kosong seperti ikan mati. Ayah pasti menyadari kalau memotong keloid sama saja dengan melukai diri sendiri. Selain kankerku yang mungkin akan semakin parah, aku juga harus merasakan sakit setiap memotongnya. Tiba-tiba saja, aku mendengar ayah menggumam.

"Maafkan ayah, Gin. Maafkan ayah...."

Saat ini, aku tidak terkejut kalau ayah menyalahkan dirinya sendiri. Dia menyalahkan dirinya karena di masa lalu ayah tidak bisa melakukan apa-apa saat aku dihantam dan dihajar oleh keluarga Alhold. Bukan hanya itu. Mungkin, kalau ayah lebih aktif di dunia pasar gelap dan mencegah Tasha dijual oleh kerajaan, aku tidak akan pernah terjun ke pasar gelap. Dan kalau aku tidak terjun ke pasar gelap, aku tidak akan terluka. Dengan kata lain, semua ini bisa dicegah.

Namun, semua itu hanyalah seandainya dan mungkin. Tidak ada yang tahu pasti.

"Aku harap ayah merahasiakan hal ini dari semua orang, termasuk ibu, Ninlil, Emir, dan Inanna."

Bersambung