"Baik, mari kita abaikan kakakmu untuk sementara. Jadi, Tera, bisa jelaskan apa yang ingin kamu lakukan setelah ini?"
"Ah, ya. Kami berencana mengundangmu untuk datang ke kerajaan kami, sebagai tamu kerajaan tentu saja. Tujuan mengundangmu, tentu saja, adalah untuk memberi penjelasan mengenai sejarah keluarga utama Alhold dan hubungannya dengan kami."
Aku dan Tera mengabaikan Rina dan meneruskan perbincangan. Sementara itu, Rina menutup mulut rapat-rapat dan memalingkan wajah. Tampaknya, dia tidak ingin mengatakan apa pun lagi, takut membuka rahasia lain.
Jujur. Aku masih belum percaya dia adalah calon ratu dengan kelakuan seperti ini. Mata Rina yang tertutup adalah pedang bermata dua. Dia tidak bisa menggunakan penghilang pengendalian, tapi aku juga tidak bisa melihat ke matanya. Dengan kata lain, aku tidak bisa mengetahui apa yang tercermin di matanya.
Perbincangan terus berlanjut dan, tentu saja, aku tidak menurunkan kesiagaan.
"Maaf, Tera, aku tidak bisa meninggalkan Bana'an."
"....apa ini berurusan dengan perang pasar gelap kerajaan ini?"
"Kalau kamu sudah tahu, baguslah. Ya, benar. Hal ini berhubungan dengan perang pasar gelap."
"Begitu ya...." Tera menunduk sejenak, lalu bangkit lagi. "Kalau begitu, apakah ada yang ingin kamu tanyakan? Aku akan menjawab apa yang aku tahu. Tentu saja, setelah mendapat izin kakak. Bagaimana kak?"
"Kalau aku tidak membuka mulut, anggap saja aku tidak keberatan."
Akhirnya Rina membuka mulut lagi. Namun, setelah satu kalimat itu, dia kembali terdiam.
"Baiklah, pertanyaan pertama. Nama keluarga kerajaan kalian adalah Silant, benar?"
"Ya, benar."
"Melihat kakakmu, aku bisa melihat kalau kalian adalah keturunan keluarga Alhold. Namun, untuk keluarga Alhold menyandang nama lain dan menjadi Ratu di kerajaan lain, bagaimana ceritanya?"
Meskipun sudah bisa menduga-duga penyebabnya, aku ingin mendapatkan konfirmasi langsung.
"Baik, aku akan mulai memberi penjelasan. Mungkin sebagian penjelasan ini sudah kamu dengar dari Raja Bana'an yang telah kamu bunuh."
Dan, waktunya sejarah.
Tera memberi cerita bahwa benar keluarga mereka adalah bagian dari keluarga Alhold. Namun, bisa dibilang, keluarga mereka hanyalah keluarga cabang, bukan keluarga utama. Dan karena itu, mereka tidak memiliki hak atas takhta kerajaan.
Dulu, keluarga mereka masih menyandang nama Alhold. Namun, ketika wabah penyakit menyerang Kerajaan Kish dan membunuh hampir semua keluarga kerajaan, mereka langsung membuang nama Alhold.
Bukan hanya keluarga Silant. Keluarga cabang Alhold lain pun membuang nama Alhold. Kenapa? Karena keluarga Alhold adalah keluarga kerajaan. Dan apa pun yang terjadi pada kerajaan adalah tanggung jawab Raja. Dengan kata lain, mereka berpikir nama Alhold hanya akan membawa petaka.
Jadi, menurut Tera, ada kemungkinan keluarga Alhold lain di luar sana, bersembunyi dari semua orang. Dan lagi, ciri khas keluarga Alhold yang paling kentara adalah mereka tidak ingin mencolok, tidak ingin tampil di depan umum. Jadi, orang-orang yang mencolok seperti aku adalah sebuah anomali.
Hei! Aku juga tidak ingin mencolok! Orang-orang di sekitarku lah yang membuatku tampak mencolok.
Ketika perang saudara selesai, menurut catatan, Ratu pertama, Kuba, adalah orang yang paling berjasa di medan perang daerah Nina. Dia mampu meramu strategi yang memberikan probabilitas menang paling besar. Dari semua pertarungan yang dipimpin, tercatat, dia hanya kalah sebanyak 3 kali.
Bukan hanya itu, dia pun dipercaya memiliki kekuatan bertarung yang tidak tertandingi. Konon, dia bisa membunuh beberapa pasukan sekaligus seorang diri, tanpa bantuan siapa pun. Dan, karena hal ini lah, dia diangkat menjadi Ratu.
Ketika Tera menceritakan hal ini, entah kenapa, aku merasa semua orang, tidak termasuk Rina dan Tera, menatapku dalam. Apa yang kalian pikirkan? Kalau hanya membunuh beberapa pasukan, Ukin dan Mulisu juga bisa melakukannya. Bahkan, jauh lebih cepat. Apalagi kalau yang turun tangan Lacuna.
Kembali ke sejarah. Mengingat sifat keluarga Alhold, seharusnya, Kuba tidak mau menerima posisi itu. Kalau menurut sejarah dan yang tercatat, Ratu Kuba melihat warga yang kesulitan hidup dan akhirnya merasa iba. Namun, mengingat sifat keluarga Alhold, cerita ini diragukan. Tentu saja, yang meragukan bukanlah orang luar, tapi anggota keluarga kerajaan sendiri.
Meski demikian, pada akhirnya, tidak ada yang tahu alasan sesungguhnya Kuba menerima gelar menjadi Ratu. Selain alasan Kuba menjadi Ratu, ada hal lain yang masih simpang siur, yaitu tentang statusnya sebagai inkompeten. Ada yang mengatakan Kuba adalah inkompeten terakhir. Ada juga yang mengatakan Kuba sudah bukan inkompeten.
Namun, ada satu hal yang pasti. Kuba adalah orang yang menetapkan calon ratu dilarang menggunakan pengendalian walaupun mereka berbakat atau spesial, dan harus ditemani saudara atau pelayan hingga menemukan suami. Dengan kata lain, Kuba sudah memprediksi kelahiran inkompeten. Akhirnya, beberapa generasi lalu inkompeten lahir di keluarga kerajaan. Hingga Rina, mungkin sudah ada 9 atau 10 inkompeten terlahir.
Informasi mengenai keberadaanku sebagai inkompeten baru mencapai telinga Ratu setelah battle royale. Ketika mendengar hal ini, Ratu benar-benar geram. Bahkan dia langsung memotong anggaran intelijen kerajaan karena keberadaanku terselip. Lalu, Ratu semakin geram ketika ada laporan bahwa Mariander juga memiliki inkompeten, bahkan beberapa tahun lebih tua dariku.
Ratu mendirikan intelijen kerajaan bukan dengan tujuan menjaga stabilitas pasar gelap, tapi untuk mencari informasi mengenai kelahiran inkompeten di semua negara dan kerajaan bekas Kerajaan Kish. Seluruh aliran informasi hanyalah tujuan sampingan.
Aku bertanya, "ung, boleh aku menyela?"
"Ya, silakan."
"Apa ini berarti kalian sudah berada di Bana'an sejak aku memenangkan battle royale?"
"Ya, benar. Kami sudah berada di sini sejak kamu memenangkan battle royale. Dan, tentu saja, kami tidak menggunakan wajah asli. Setiap beberapa bulan sekali, kami akan pindah dan ganti wajah. Kami cukup beruntung karena topeng silikon kerajaan ini benar-benar bagus. Mungkin, hanya pindai retina yang tidak bisa dikelabui topeng silikon ini."
Tera memberi pujian ringan sambil mengangkat topeng silikon yang terletak di samping kursinya.
"Tera, aku penasaran dengan penjelasanmu. Apakah semua inkompeten yang lahir di keluargamu adalah perempuan? Dan, kalau Rina adalah inkompeten generasi ke-9 atau ke-10, bukankah seharusnya sudah ada lebih banyak inkompeten? Maksudku, tidak mungkin kan satu generasi hanya memiliki satu inkompeten?"
"Maaf, untuk itu–"
Rina menyela, "biar aku yang menjawab."
Aku melempar pandangan ke Rina. Karena matanya ditutup, mungkin dia tidak menyadari kalau aku melihatnya.
"Apa kau yakin? Aku kira kau tidak ingin rahasia kerajaan bocor."
"Percuma juga aku menyimpannya. Aku tidak bisa mengawasimu 24 jam juga, kan? Sudahlah! Dengarkan saja."
Aku tidak akan menolak informasi masuk.
"Dari setiap rahim, hanya 1 inkompeten yang bisa terlahir. Ketika inkompeten yang lahir adalah laki-laki, seperti kamu, maka kamu diharuskan memiliki lebih dari 1 istri agar setidaknya ada anak laki-laki."
"Kenapa laki-laki?"
"Karena, aku sendiri tidak tahu benar alasannya, dan aku tidak peduli, jika inkompeten yang terlahir adalah perempuan seperti aku, maka inkompeten yang terlahir dari rahimku juga perempuan. Pasti. Dan, karena dari 1 rahim hanya 1 inkompeten terlahir, jumlah inkompeten tiap generasi tidak ada perubahan. Namun, jika inkompeten yang lahir laki-laki, maka inkompeten generasi selanjutnya bisa laki-laki atau perempuan. Ada alasan kenapa seorang Raja harus memiliki banyak istri. Dan, karena inilah keluargaku hanya keluarga cabang, bukan keluarga utama Alhold."
Alasan Raja harus memiliki banyak istri adalah hal yang umum, agar ditemukan anak laki-laki dan menghindari perebutan takhta dengan keponakan atau adik. Aku tidak peduli.
Yang lebih menarik perhatianku adalah fakta 1 rahim hanya bisa melahirkan 1 inkompeten. Kenapa bisa seperti itu? Kalau seandainya inkompeten go public, mungkin bisa diteliti penyebabnya. Namun, karena kami sendiri tidak suka go public, jadi semua itu hanya sekedar pengetahuan keluarga inkompeten.
"Ngomong-ngomong, kalau kamu ingin bertanya lebih lanjut, mungkin ibu tahu lebih banyak. Setidaknya, apa kamu mau melakukan panggilan video?"
Panggilan video dengan Ratu Kerajaan Nina. Apa aku perlu berpikir?
"Maaf, tapi aku tidak ada niatan untuk menjalin komunikasi dengan ibumu."
"...."
"Dan lagi, anggap, aku bilang anggap, aku mau menemui Ratu bahkan datang ke Kerajaan Nina, bagaimana caranya ibumu akan mengalihkan hak takhta yang sebelumnya milik Kakakmu ke aku?"
"Wah, itu...." Tera menggaruk-garuk kepala. "Maaf, aku sama sekali tidak tahu."
Ah, selain Rina, ada satu lagi yang mengganjal, yaitu kelakuan Tera. Tera tidak tampak bodoh, tidak seperti Rina. Dia lebih seperti polos, seperti anak kecil yang masih percaya dengan keadilan.
Jujur, aku sama sekali tidak merasa nyaman berbicara dengan dua orang ini. Sama sekali tidak. Dan, aku ingin mencoba sesuatu.
"Rina," aku menoleh ke kanan. "Aku tidak akan mempertanyakan soal inkompeten. Yang ingin aku tanyakan adalah undangan Ratu agar aku mengambil takhtanya darimu. Namun, benar seperti ini adanya? Apa benar ibumu mengundangku?"
Rina, dengan mata masih tertutup, menjawab, "Menurutmu?"
"Aku tidak merasakan adanya kebohongan dari kata-kata dan gerak-gerik adikmu. Namun, aku merasa ada hal lain yang mengganjal."
"Dan, kenapa itu?"
"Kalau aku bilang, adikmu tidak terlihat seperti keluarga Alhold."
"Eh?" Tera terkejut dengan pernyataanku.
"Dia mengatakan itu semua tanpa ada permintaan, tanpa negosiasi. Padahal, sejauh yang aku alami, bahkan dengan keluargaku, kami masih memikirkan keuntungan dan kerugian dari semua hal, walaupun hanya keinginan pribadi. Di sini, aku tidak melihatnya di adikmu."
"Benarkah demikian?" Rina balik bertanya. "Aku rasa dia sudah mempertimbangkan keuntungannya, yaitu mencegah peperangan Bana'an dan Nina. Iya, kan?"
"Apakah benar demikian?"
"...."
"Mungkin, dari segi umum, ini cukup menguntungkan. Namun, kalau dilihat dari kaca mata Alhold, tidak, kan?"
Tiba-tiba saja sebuah seringai terkembang di wajah Rina. Di saat ini, aku bisa merasakan sebuah topeng seolah dilepas.
"Apa kau sudi mengatakan apa yang ada di pikiranmu, Lugalgin Alhold?"
"Baiklah, menurutku, sejak awal tujuanmu dan Ratu adalah perang dengan Bana'an. Kenapa? Dengan perang, kalian memiliki posisi yang lebih menguntungkan dariku."
"Eh?"
Semua orang di ruangan ini terkejut mendengar dugaanku. Hanya Rina yang tidak terkejut. Wajahnya masih menyeringai.
"Jika terjadi perang, ada dua kemungkinan, dan ini sangat tergantung pada partisipasiku." Aku mulai memberi penjelasan. "Jika aku tidak berpartisipasi, hampir bisa dipastikan Bana'an kalah. Kenapa? Karena kerajaan Nina pasti memiliki senjata penghilang pengendalian. Dan karena kendaraan militer terbuat dari logam yang saling terhubung, satu peluru sudah cukup untuk mematikan mesin rotasi tank dan membuatnya tidak berfungsi.
"Namun, jika aku berpartisipasi, Bana'an bisa menang, bisa juga kalah. Semuanya bergantung pada sejauh mana aku bisa memasang alat anti penghilang pengendalian atau menyuplai senjata penghilang pengendalian. Jika sukses, Bana'an bisa menanggulangi senjata penghilang pengendalian yang dimiliki oleh Kerajaan Nina. Dan, tentu saja, bisa memenangkan peperangan."
"Hoo, kalau begitu, kau tinggal berpartisipasi, kan?"
Meski tampak bertanya, nada dan katanya lebih kepada mengetes. Dan, aku menerima tes itu. Aku pun mulai memberi jawaban.
"Ya. Sayangnya, mau tidak mau, aku harus berpartisipasi. Kenapa? Karena jika Bana'an kalah, kerajaan Nina bisa mengeksekusi seluruh keluarga Kerajaan, yang hanya tersisa Permaisuri Rahayu dan Emir, dan juga orang-orang yang mereka anggap berbahaya. Dengan kata lain nyawaku, Inanna, dan keluarga kami ikut terancam.
"Namun, kalau aku turun tangan dan menang, kontribusiku terhadap kemenangan Bana'an tidak bisa dipungkiri lagi. Dan, secara tidak langsung, warga, mungkin militer dan bangsawan juga, akan mendorong agar Emir mengambil gelar putri kerajaan kembali dan menjadikanku Raja.
"Dan karena Kerajaan Nina kalah, sangat besar kemungkinan militer akan terus mendorong dan bahkan meleburkan kerajaan Nina menjadi salah satu bagian dari Bana'an. Dengan kata lain, pilihannya adalah, kalah dan keluargaku dieksekusi atau menang tapi aku menjari Raja dari Kerajaan Bana'an dan Nina."
Tidak ada yang memberi respon. Semua orang terdiam. Bahkan, Tera membelalakkan mata dan mulutnya terbuka lebar.
"Gin," Emir masuk. "Apa kamu tidak berlebihan? Apa kamu berpikir Ratu kerajaan Nina, dan Tuan Putri Nina, akan mengorbankan rakyatnya hanya untuk keinginan pribadi?"
"Emir, apa kamu ingat ucapanku ketika kamu mengancam akan menyebarkan rekaman percakapan kita di mobil itu? Saat kamu memintaku menjadi regal knight."
"Ahh..."
Emir tidak memberi respon lanjutan. Dia hanya terdiam.
Agar semakin meyakinkan, aku menambahkan pendapat.
"Dan ingat, aku sudah membersihkan keluarga Cleinhad dan juga para pengkhianat hanya karena keinginan pribadiku. Padahal, kalau dipikir, keluarga Cleinhad adalah yang membuat Kerajaan ini stabil. Dan para pengkhianat itu hanya menuruti atasan. Lalu, apa menurutmu Ratu itu, dan juga tuan Putri ini, tidak akan melakukan hal yang sama denganku? Apalagi, mengingat darah yang sama mengalir dalam tubuh kami."
"Itu....."
Aku kembali mengingatkan Emir kalau aku lah yang menyebabkan pasar gelap di Bana'an menjadi liar gara-gara keluarga Cleinhad menghilang. Dan aku juga mengingatkan padanya bagaimana nasib agen schneider yang berkhianat walaupun hanya menuruti perintah Fahren. Mereka semua tewas hanya karena kepentingan dan keinginan pribadiku, tidak lebih.
Apa aku peduli dengan kerajaan ini? jawabannya adalah tidak.
"Jadi, tampaknya, aktingku sebagai tuan putri bodoh sudah tidak dibutuhkan, ya?"
Ya, kalau kelakuannya sebagai tuan putri bodoh adalah akting, semuanya jadi masuk akal. Namun, entah kenapa, aku merasa masih ada yang mengganjal ketika melihat tuan putri ini.
"Kalau begitu, Asura."
Asura?
Tiba-tiba saja Tera melompat ke arahku. Refleks, aku langsung menangkap dan melemparnya ke ujung ruangan. Walaupun terjatuh, dia tampak tidak terganggu. Gerakannya menjadi aneh. Kini, dia berdiri dengan kedua tangan menjulur ke bawah. Matanya membelalak, tapi tidak terlihat ada cahaya, seolah-olah, dia tidak sadar.
Aku menoleh ke kanan, melihat ke arah Yuan dan mengangguk. Yuan pun mengangguk dan berjalan ke samping Inanna dan Emir.
"Pangeran Tera, apa yang kamu lakukan? Kamu mau memantik perang juga?"
Emir mencoba meyakinkan Tera. Namun, usahanya tidak akan berhasil. Tera yang sekarang mungkin tidak akan mendengar apa pun. Di lain pihak, Inanna sudah menodongkan senjatanya ke arah Tera.
Tera kembali melompat ke arahku. Inanna melepas tembakan. Namun, tidak ada satu pun peluru yang berhasil mendarat di tubuh Tera. Logam di ujung ruangan, yang sebelumnya digunakan Tera, dikendalikan dan melindunginya.
Aku menerima Tera dan membantingnya ke meja rendah kaca. Meskipun memecahkan kaca dan beberapa beling menusuk di punggung, Tera tampak tidak peduli. Dia kembali bangkit dan lari ke arah Mulisu.
Mulisu melepas tembakan. Bukan ke arah Tera, tapi ke arah Rina. Sayangnya, tembakan yang dia lepas tidak pernah mendarat di Rina. Tera melompat dan menggunakan badannya untuk melindungi Rena. Dia menjulurkan tangan ke depan, ke kepala Mulisu.
Aku tidak tahu apa yang Mulisu rasakan atau pikirkan, tapi dia tidak menghindar kecil seperti memiringkan kepala. Dia langsung melompat ke samping, menjauh dari Tera. Dan apa yang dilakukan Mulisu adalah tepat. Tangan Tera tiba-tiba berubah menjadi bola api, meledak.
Setelah Mulisu pergi, Tera mengambil satu beling yang menancap di tubuhnya. Membelakangi kami, dia memotong tali yang mengekang Rina dengan beling itu.
"Sial! Makhluk apa dia?"
Karena Tera berdiri di antara kami dan Rina, tidak satu pun tembakan yang dilepaskan oleh Emir, Inanna, maupun Mulisu mampu mendarat di Rina. Semuanya bersarang di tubuh Tera. Dan, dia tampak tidak terganggu walaupun belasan atau bahkan puluhan peluru bersarang di tubuhnya.
"Bagus."
Suara Rina terdengar bersamaan dengan dia mencengkeram Tera. Kali ini, Rina benar-benar menggunakan Tera sebagai pelindung.
"Lugalgin Alhold, di dalam tubuh Tera, terpasang bom yang cukup kuat untuk meledakkan seisi ruangan ini. Aku peringatkan kamu segera pergi kalau tidak ingin tewas?"
"Sial!"
Instingku mengatakan Rina tidak hanya memberi gertak sambal. Aku langsung menggendong Yuan di depan dan pergi dari ruangan ini. Emir dan yang lain mengikuti. Tidak lama setelah kami pergi dari ruangan, sebuah getaran kuat terasa. Pintu ruangan Yuan pun terlempar. Kalau tidak ada pilar di luar ruangan Yuan, mungkin pintu itu sudah terlempar ke lantai dasar mal.
"Yuan, menurutmu?"
"Tera memiliki gejala yang mirip dengan adikmu ketika dicuci otak, kebal terhadap rasa sakit, fokus pada tujuan. Namun, kalau harus aku bilang, intensitasnya berbeda. Tera menunjukkan tingkat cuci otak yang terlalu tinggi."
"Begitu ya."
Kalau teknik cuci otak yang digunakan adalah berbasis pengendalian, seharusnya, efeknya hilang atau setidaknya melemah ketika aku memegangnya atau dia dilihat oleh Rina. Namun, karena tidak, besar kemungkinan dia dicuci otak dengan cara lama, penyiksaan dan penanaman ingatan.
Karena orang ini meledakkan diri, kemungkinan besar dia bukanlah Tera yang asli, hanya orang yang dicuci otaknya agar percaya kalau dia Tera. Dan kata Asura yang diucapkan oleh Rina lebih kepada pelatuk untuk memunculkan sisi ini.
Aku menurunkan Yuan dari gendongan dan kembali ke ruangan. Ruangan ini sudah berwarna hitam dengan beberapa benda masih membara. Selain itu, terlihat juga kaki, kepala, bola mata, usus, dan anggota tubuh lain yang kuperkirakan adalah milik Tera, tersebar berserakan di ruangan.
"Menurutmu kenapa dia memberi tahu kalau ada bom di tubuh adiknya?"
"Karena dia tidak ingin membunuh Lugalgin? Maksudku, tampaknya, dia benar-benar serius ingin menjadikan Lugalgin Raja, kan?"
Sementara yang lain berbincang-bincang, aku berjalan ke balkon, mengabaikan benda-benda yang membara.
Mulisu sudah menggeledah tubuh Rina. Seharusnya, tidak ada satu pun alat yang bisa dia gunakan untuk kabur. Namun, dugaan itu pun hilang ketika aku tiba di balkon. Di balkon, terlihat sebuah kabel baja yang memanjang hingga ke dasar tanah di luar. Namun, yang menjadi perhatianku bukanlah kabel baja ini, tapi benda yang ada di ujungnya.
Di bagian ujung kabel baja, terlihat sebuah benda seperti mangkuk yang menempel di tembok balkon, seperti menghisapnya. Mangkuk ini memiliki warna sawo matang, sama seperti kulit Rina. Memastikan, aku pun menyentuh mangkuk ini. Teksturnya.... lembut dan kenyal.
Sekarang aku paham kenapa perasanku masih mengganjal meskipun Rina mengatakan dia hanya berakting. Selama ini, aku terlalu fokus pada status sebagai inkompeten untuk memastikan dia adalah Alhold. Sampai-sampai, aku lupa satu ciri khas perempuan keluarga Alhold. Ya, itu adalah dada mereka yang datar.
Hingga saat ini, aku tidak pernah menaruh perhatian pada dada Rina karena ukurannya normal. Namun, seharusnya aku sadar kalau bagi perempuan Alhold, ukuran dada normal adalah tidak normal. Jadi, Rina menggunakan mangkuk kenyal ini sebagai payudara palsu untuk menyembunyikan kabel baja yang dia gunakan untuk kabur. Dan karena di dalam mangkuk kenyal, walaupun dia digeledah atau diremas pun tidak akan ketahuan.
"SIAL! BRENGSEK! BAJINGAN! BODOH!"
Bersambung