Chereads / I am No King / Chapter 115 - Arc 4 Ch 9 - Overpowered

Chapter 115 - Arc 4 Ch 9 - Overpowered

Hahahahaha! Rasakan akibatnya. Lugalgin, kamu selalu menggangguku dan kini aku akan membunuh dua calon istrimu.

Aku melihat artileri yang terus mengeluarkan asap dari ujung laras. Meskipun aku harus mengorbankan rumput pada lapangan golf demi operasi ini, menurutku, sangat sepadan. Dengan serangan ini, Lugalgin dan Agade akan kehilangan dua anggota elitenya. Belum lagi dengan tewasnya Emir, Permaisuri pasti akan murka. Dengan demikian, dukungan kerajaan ini pada Lugalgin akan ditarik, Lugalgin akan dicopot dari posisi kepala intelijen.

Dengan dia dicopot dari posisi kepala intelijen, Lugalgin hanyalah pemimpin Agade. Dia tidak akan bisa meminta bantuan pada Akadia atau Guan. Aku yakin alasan Akadia dan Guan berpihak pada Lugalgin hanyalah karena dia intelijen. Dengan berpihak pada Lugalgin, mereka bisa mendapatkan kenaikan kuota transaksi.

Namun, setelah kejadian ini dan dicopot dari intelijen kerajaan, dia tidak akan memiliki wewenang untuk menaikkan kuota transaksi. Dengan kata lain, dia tidak akan lagi mendapat dukungan dari keduanya.

"Pak Leto, apa tidak lebih baik Anda pergi dari tempat ini? Berjaga-jaga kalau tiba-tiba diserang. Kita tidak mau pimpinan Apollo tewas begitu saja."

Rekan kerjaku memberi sebuah peringatan, yang menurutku, tidak berisi. Tempat ini berada di ujung kota. Bahkan walaupun mereka memiliki armada udara, butuh waktu beberapa belas menit untuk mencapai tempat ini.

Dan lagi, Justru dengan berada di sini, aku berada di tempat paling aman. Hampir seluruh anggota Apollo berada di tempat ini. Kalaupun ingin menyerang, mereka harus melalui para penjagaku ini. Seperti pepatah bilang, tempat paling berbahaya adalah tempat paling aman.

Hanya kelompok Karla yang tidak berada di tempat ini. Dia mengatakan bombardir dengan artileri tidak berseni. Jadi, dia memilih untuk pergi ke rumah Lugalgin, berharap ada orang yang bisa dia hadapi. Yah, aku tidak akan memaksanya.

"Ayah, Nana mau pulang."

Putriku yang aku gendong, yang terus menutup telinga, merengek.

"Terlalu berisik ya sayang? Mohon tunggu dulu ya sayang. Di luar sana berbahaya. Papa khawatir kalau ka–"

Blarr Blarr Blarr Blarr

***

Meski sudah bilang akan menanti penjelasan, aku tetap tidak bisa melepaskan pikiran dari Lugalgin. Apa yang akan dia lakukan? Kalau aku saja tidak memiliki kesempatan untuk menghentikan serangan ini, apa yang seorang inkompeten sepertinya bisa lakukan?

Aku akui, dia memang ahli strategi dan perangkap. Namun, sudah! Hanya di situ kekuatannya! Dia lebih cocok untuk pertarungan bertahan, bukan menyerang. Bukan hanya aku, Ukin pun juga sependapat.

Satu-satunya hal yang terpikirkan olehku adalah dia meminta Akadia atau Guan untuk melakukan serangan frontal. Namun, aku ragu dua organisasi ini mau melakukannya. Sebuah serangan frontal akan memberikan kerugian yang sangat besar, baik bagi pihak yang diserang dan menyerang. Bisa-bisa dua organisasi ini tidak layak menjadi enam pilar lagi setelahnya. Ada alasan kenapa Enam pilar tidak pernah mendeklarasikan perang secara terbuka.

Sementara memikirkan semua itu, pandanganku masih fokus ke depan, memastikan pesawat ini tidak tiba-tiba menukik. Karena ukurannya yang kecil, aku duduk di atas kokpit. Meskipun dibilang kokpit, lebih tepatnya disebut tempat meletakkan kaki dan pegangan tangan. Dengan dua kali kecepatan suara, aku menuju lokasi sumber masalah.

Ide Emir membuat pesawat dan membiarkan orang berlutut di atas kokpit dengan tekanan beberapa G benar-benar ekstrem. Hampir semua anggota elite Agade mampu mengemudikan pesawat kecil ini kalau hanya kecepatan rendah. Di kecepatan menengah, jumlahnya menurun tinggal setengah. Pada kecepatan tinggi, hanya Umma, Mari, dan Aku yang mampu.

[Halo, Mulisu?]

"IBLA! Akhirnya! Ada apa?"

"Entahlah. Tadi semua alat elektronik tiba-tiba mati. Sekarang sudah aktif lagi. Tapi, entah bagaimana, serangan di rumah Lugalgin sudah berhenti. Kini kami sedang bergegas untuk menyelamatkan Inanna dan Emir."

Apa? Sudah selesai? Apa yang Lugalgin lakukan.

[Apa menurutmu Lugalgin memiliki senjata jarak jauh?]

"Entahlah. Tapi, operator dan navigator senjata jarak jauh kita, Emir dan Inanna, tidak bisa bergerak. Jadi, aku tidak yakin."

[Lalu, apakah dia memiliki skenario atau senjata rahasia yang tidak pernah dia gunakan?]

"Mungkin. Entahlah. Aku tidak yakin."

[....]

Tidak terdengar respon lebih lanjut dari Ibla. Tampaknya, dia tidak terlalu yakin dengan jawabanku. Jangankan dia. Aku sendiri saja tidak yakin.

Di lain pihak, jujur, aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Ibla. Semenjak dia membuat kesalahan dengan meletakkan Yarmuti sebagai penjaga Lugalgin, dia seperti panik setiap saat. Dia tidak mampu tenang setiap saat seperti dulu. Tampaknya, kesalahan itu benar-benar menjadi momok baginya.

"Ibla. Saat ini, yang bisa kita lakukan, hanyalah percaya pada Lugalgin."

[....tapi–]

"Daripada memikirkan apa yang akan dilakukan Lugalgin, lebih baik, kamu mulai berpikir untuk membuat senjata jarak jauh. Jadi, kalau hal seperti ini terjadi lagi, kita tidak akan panik."

[....baiklah]

Akhirnya, lapangan golf yang dimaksud sudah mulai tampak di pandanganku. Namun, aku sudah tidak mampu melihat artileri yang membombardir rumah Lugalgin. Harusnya, untuk sebuah artileri yang mampu mencapai jarak belasan kilometer, akan terlihat beberapa benda memanjang ke atas, seperti menara kecil. Namun, aku tidak melihat apa-apa.

[Mulisu, jangan lupa, Lugalgin hanya menyuruhmu untuk melihat. Kalau menelaah ucapan Lugalgin, perasaanku mengatakan sesuatu yang dia lakukan bisa membah–]

Tiba-tiba saja, suara Ibla terputus. Apa baterai headset ini habis? Atau baterai smartphoneku yang habis?

"Ibla? Halo Ibla? Lagi?" Aku memukul-mukul headset. "Eh?"

Aku tiba-tiba mengeluarkan suara seperti orang bodoh, terkejut.

Bagaimana aku tidak terkejut, tiba-tiba saja, pesawat ini menukik dengan cepat. Aku melihat ke belakang dan terlihat mesin jet sudah tidak menyala. Karena pesawat ini hanyalah miniatur, jadi tidak ada mekanisme pergerakan sayap. Oleh karena itu, dengan matinya mesin jet, pesawat ini tidak bisa melayang seperti pesawat normal.

Hah? Ada apa ini?

Baru saja kusadari, tapi, pesawat ini....menghilang? Tidak! Tidak menghilang! Aku masih bisa melihat dan merabanya. Aku masih berlutut di atas pesawat ini. Namun, entah kenapa, aku sama sekali tidak bisa merasakan tembaga atau logam lain yang menyusun pesawat ini, seolah-olah pesawat ini menjadi seperti jalan atau kayu, benda yang tidak bisa dikendalikan.

Bukan hanya pesawat ini. Bahkan semua senjata dan logam yang kubawa juga menghilang. Aku memegang beberapa bagian jaket dan celana. Semua senjata itu masih ada. Namun, entah kenapa, aku tidak bisa merasakan keberadaan semua senjata itu.

Apakah ini ulah Lugalgin? Sejauh yang aku ingat, kejadian seperti ini hanya terjadi kalau aku berhadapan dengan Lugalgin, ketika senjataku bersentuhan dengan senjatanya. Apa ini berarti Lugalgin memiliki alat penghilang pengendalian yang bisa digunakan seperti jammer sinyal?

Sial! Kenapa kamu tidak cerita Gin?

Aku melepaskan pegangan dan melompat dari pesawat yang berubah menjadi logam tak berfungsi ini. Aku menarik tali di sebelah kiri dan membuka parasut. Tubuhku tidak lagi ditarik ke bawah dengan cepat, tapi perlahan. Untung saja aku tidak mengenakan jubah bertarung seperti biasa atau nekat berangkat seperti Mari saat menyelamatkan Lugalgin.

Sementara pesawat itu ditarik oleh gravitasi dengan cepat, aku turun dengan perlahan, sedikit dimainkan oleh angin.

Dari langit, dari atas, aku melihat keadaan sekitar.

Ini.....

***

"Dia benar-benar menggunakan serum pembangkit pengendalian."

"Bagus! Sekarang kita memiliki masalah lain!"

Memalui teropong monokuler, pandanganku masih fokus pada ledakan di kejauhan.

Inkompeten kerajaan ini, Lugalgin, benar-benar merepotkan. Dia menjuarai kompetisi kerajaan, menggaet tuan putri kerajaan lain, menempati posisi kepala intelijen, lalu mendeklarasikan perang dengan pasar gelap, dan juga membuat dua kerajaan berperang. Sebenarnya apa yang ingin dia capai?

Seharusnya, Alhold adalah orang yang malas, tidak mau repot, ataupun muncul ke permukaan. Namun, yang dilakukan laki-laki ini justru sebaliknya. Aku tidak percaya di dalam tubuh kami mengalir darah yang sama, darah Alhold.

Dan, setelah kejadian ini, semua pihak pasti akan mengawasi kami, inkompeten. Bahkan, ada kemungkinan kami akan menjadi kelinci laboratorium.

Aku tidak mau menjadi kelinci percobaan. Tidak! Aku tidak mau!

"Tera, seperti yang kuinstruksikan sebelumnya, tolong kamu retas semua kamera keamanan di sekitar sini. Matikan semuanya."

"Sudah kulakukan...."

"Satelit?"

"Juga sudah..."

Seperti biasa, adik laki-lakiku ini bekerja sangat cepat. Bahkan, dia bisa melakukan itu semua hanya dengan satu tangan di atas laptop sementara tangan yang lain makan donat.

"Jadi, apa Kak Rina akan pergi ke sana?"

"Sekarang? Tentu saja tidak? Kamu ingin aku menerjang hujan peluru dan ledakan di lapangan golf itu dan mati? Tidak terima kasih."

"Lalu?"

"Aku akan menunggu hingga peluru dan ledakannya mereda. Setelah itu, saat hanya dia yang tersisa, aku akan masuk."

***

AAAAHHHHHH!!!!!!

Ruangan ini tidak membantu!

Mumpung tubuh ini masih bisa digerakkan, aku berlari keluar. Namun, baru beberapa langkah keluar dari gudang senjata sesuatu yang sangat aku benci terjadi. Tiba-tiba saja kepalaku seperti ditekan dari segala arah.

Di saat itu, indraku bertambah satu. Kini, aku bisa merasakan semua logam atau benda non organik yang ada di sekitarku. Tidak! Bukan hanya sekitarku. Aku bisa mengetahui lokasi detail setiap benda yang ada di seluruh pelabuhan ini dan sekitarnya. Bahkan, aku bisa merasakan dan mengetahui lokasi setiap cincin, liontin, atau perhiasan lain yang sedang dikenakan. Semua informasi itu muncul dan masuk ke kepalaku dengan bersamaan. Hanya gudangku beserta isinya yang tidak tampak.

Tubuhku terjatuh di atas tanah, terjerembap. Karena semua informasi itu, tampaknya, otakku memilih untuk mematikan fungsi motorik tubuhku. Kini, hanya fungi dasar tubuh yang masih berfungsi seperti bernafas dan melihat. Ya hanya dua ini. Aku bahkan tidak dapat membuka mulut untuk berteriak melampiaskan rasa sakit.

Untuk membantu dalam penggunaan pengendalian, aku membayangkan semua benda yang ada di sini adalah miniatur, sebuah model. Aku mengambil beberapa benda yang berserakan di ujung pelabuhan, mengubahnya menjadi baju zirah, dan memasangkannya pada tubuhku. Dengan begini, aku bisa bergerak dengan menggunakan pengendalian.

Di waktu sempit ini, aku jadi teringat pada Enlil yang mengonfrontasiku walau kehabisan stamina. Dia menggunakan pengendalian pada baju zirah untuk menggerakkan badannya, mirip sepertiku. Jadi, tidak terelakkan lagi, aku memang cucu dar Enlil.

Menurut laporan tertulis, dan yang dilihat langsung oleh ayah, ibu, dan dokter yang terlibat, sebenarnya ada tanda-tanda pengendalianku akan bangkit ketika menggunakan serum. Tanda-tanda itu adalah benda-benda di ruangan bergetar, seolah ada orang yang berusaha mengendalikannya. Normalnya, kesakitan yang kualami hanya bertahan beberapa menit lalu setelah itu pengendalian akan muncul.

Namun, hal yang tidak normal terjadi padaku. Kesakitan yang kualami tidak berhenti walaupun 10 menit berlalu, bahkan 1 jam. Hingga akhirnya, selama 7 hari, rasa sakit itu terus muncul. Sayangnya, walaupun sudah menahan rasa sakit selama 7 hari, pengendalianku tidak juga muncul.

Sejak saat itu, aku sudah menerima keadaan sebagai inkompeten. Namun, beberapa tahun lalu, saat mencari anak-anak panti asuhan, aku kembali mencoba serum pembangkit tersebut. Aku berusaha mencari setiap cara yang mungkin ditempuh. Pada percobaan kedua, aku mendapati di saat rasa sakit itu muncul, aku bisa menggunakan pengendalian.

Dan, hal yang paling tak terduga adalah, aku tidak memiliki pengendalian utama. Aku mampu mengendalikan dan mengubah semua benda hanya dengan memikirkannya. Di saat itu, aku paham kenapa nama leluhur kami adalah Alhold.

Meski bisa mengendalikan semua material, aku tidak bisa mengendalikan kekuatan ini dengan baik. Hampir semua yang kulakukan akan memiliki kekuatan yang terlalu besar. Aku bisa membentuk benda seperti baju zirah.

Namun, aku tidak bisa mengendalikan benda-benda kecil seperti keyboard dan sejenisnya. Kalaupun aku mencoba mengetik sesuatu pada papan keyboard, tombol yang aku ketik pasti langsung hancur. Dengan kata lain, kekuatan yang kumiliki terbatas pada perubahan bentuk material dan pengendalian.

Sayangnya, hal ini juga lah yang menjadi ketakutan utamaku. Jika orang tahu aku mampu mengendalikan semua material dan benda, kehidupanku akan selesai. Orang-orang akan waspada bahkan berusaha membunuhku. Satu-satunya cara untuk menghindari hal itu adalah membiarkan peneliti melindungiku atau tidak menggunakan serum ini lagi. Dan, aku mengambil pilihan kedua.

Dan, saat ini, aku tidak lagi mengindahkan ketakutan tersebut. Aku harus menyelamatkan Emir dan Inanna.

Aku membayangkan mengangkat baju zirah ini dan lalu melemparkannya sekuat tenaga, ke arah utara. Kini, aku pun melayang, menembus langit.

Aku terus dan terus melemparkan tubuh ini ke arah rumah. Dalam waktu singkat, rumah sudah ada di pandangan. Aku melemparkan tubuh ke atas, mendatangi semua peluru artileri yang datang.

Begitu peluru-peluru artileri yang berdatangan masuk ke radar otak, aku langsung mengendalikannya. Aku melakukannya sambil terus melemparkan badan ini ke arah utara, ke lapangan golf Emeza. Sepanjang perjalanan, semua peluru akan terhenti lalu mengikutiku. Kini, kalau orang melihat, seolah-olah aku sedang terbang cepat, berusaha kabur dari peluru.

Lapangan golf dengan asap terlihat di pandangan. Asap itu tidak berasal dari pohon atau bangunan yang terbakar, tapi dari ujung laras artileri yang tidak henti-hentinya melepaskan tembakan. Namun, sayangnya, peluru-peluru itu tidak akan pernah bisa mencapai rumahku lagi. Semua peluru yang mereka tembakkan kini sudah kembali bersamaku.

Makan senjata kalian sendiri!

Aku berhenti di udara sementara peluru-peluru yang mengikutiku masih melanjutkan perjalanan. Dalam waktu singkat, pemandangan abu-abu logam dan hijau rumput menghilang. Ledakan demi ledakan terdengar, menghancurkan artileri dan menghujani rerumputan.

"AHH!!!"

"GAAHHH!!!!"

"KYAAA!!!!"

Teriakan demi teriakan terdengar. Orang-orang berlari kalang kabut. Namun, baru saja mereka bergerak, sebuah peluru artileri sudah mendarat di dekat atau bahkan tepat di tubuh mereka, menghancurkan dan menghamburkan anggota tubuh mereka.

Dari langit, aku melihat api yang bermunculan, tanah yang penuh dengan lubang karena ledakan, dan anggota tubuh manusia yang berserakan.

Aku merasakan ada beberapa bom dan bahan peledak lain di beberapa ruangan taman golf. Aku meledakkan semuanya, menghancurkan bangunan yang normalnya digunakan wisatawan untuk mendaftar.

Sayangnya, ledakan dari peluru artileri dan bahan peledak belum membersihkan kelompok yang berada di tempat ini. Ratusan peluru sudah mendatangiku dari berbagai arah. Peluru ini tidak hanya ditembakkan dari senapan sniper, tapi juga dari assault rifle, pistol, bahkan senapan mesin.

Semua peluru yang menuju ke tubuhku berhenti di udara. Bahkan, peluru itu masih melayang beberapa meter dari sumbernya. Jadi, tidak terlihat satu pun peluru di dekatku.

Aku mengembalikan semua peluru itu ke sumbernya, membunuh siapa pun yang menembakkannya. Tidak berhenti sampai situ, aku mengendalikan semua senjata api dan melakukan pembersihan pada orang yang masih hidup. Aku tidak suka menyiksa orang, jadi aku langsung menyarangkan peluru ke kepala mereka.

Sementara itu, tubuhku hanya diam di udara, melihat semuanya terjadi. Ketika melakukan pengendalian secara membabi buta seperti ini, entah kenapa, rasa sakit yang kurasakan sedikit berkurang. Semakin banyak pengendalian yang kulakukan, semakin berkurang pula rasa sakitnya.

Namun, masih kurang. Aku ingin meredakan rasa sakit ini.

Meski tidak ada tujuan, aku memorak-porandakan tempat ini. Di pikiranku, aku berlaku seperti anak-anak yang menghancurkan miniatur bangunan. Asal melempar dan mengubah benda apa pun di sini, demi mengurangi rasa sakit.

Tiba-tiba saja, sebuah suara terdengar dari pengeras suara.

"Lugalgin Alhold, sudah cukup! Sudah waktunya kamu berhenti!"

Bersambung