Chereads / I am No King / Chapter 112 - Arc 4 Ch 6 - Penderitaan

Chapter 112 - Arc 4 Ch 6 - Penderitaan

Maaf telat update. Kemarin seharian tidak mendapat sinyal dan baru hari ini dapat. XD

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================

"Apa ini sudah cukup?"

"Sebentar, biar aku baca dulu."

Aku melihat ke layar komputer. Saat ini, aku dan Maul berada di salah satu ruang kerja lantai 1. Karena Maul bukan anggota elite, dia tidak memiliki ruangan sendiri. Dan, aku tidak bisa mengistimewakannya begitu saja. Aku harus tegas karena Kak Lugalgin susah tegas pada kami.

Namun, aku masih sedikit memberinya perlakuan khusus dengan memperbolehkan karyawan dan anggota lain pulang duluan. Jadi, saat ini, yang ada di ruang kerja ini hanya aku dan Maul. Dan, kami sudah berganti pakaian, menggunakan pakaian kasual, tentu saja.

"Kenapa tidak kita katakan saja langsung pada Kak Lugalgin? Menurutku, akan lebih baik kalau Kak Lugalgin mendengarnya langsung dari mulutku."

"Tidak! Aku melarangnya!" aku menjawab dengan tegas tapi nada rendah. "Aku harus memilah informasi yang mencapai Kak Lugalgin. Kamu mungkin tidak tahu, tapi, tampaknya, Kak Lugalgin menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang menimpa kita. Jadi, aku harus mencegah Kak Lugalgin semakin menyalahkan dirinya."

Aku masih ingat ketika Kak Lugalgin menyelamatkanku. Dia memelukku begitu erat dan berkata, "maafkan aku, maafkan aku," berkali-kali. Bahkan, rasanya, aku masih bisa merasakan tangan Kak Lugalgin yang gemetaran memelukku. Kak Lugalgin memelukku begitu erat, seolah tidak ingin berpisah dariku lagi.

Bukan hanya aku. Kak Lugalgin selalu melakukan itu ketika menemukan anak lain dari panti asuhan. Hanya waktu menemukan Maul beberapa hari yang lalu Kak Lugalgin tidak melakukannya. Yah, normal sih. Dulu, anggota Agade selalu meninggalkan Kak Lugalgin ketika dia menemukan anak panti asuhan. Saat menemukan Maul, dia tidak sendirian. Mungkin orang bilang Kak Lugalgin sudah tidak memperhatikan citra. Namun, bagi kami, Kak Lugalgin benar-benar masih jaga sikap.

Ketika menyelamatkan kami, yang aku lihat, bukanlah Kami diselamatkan, tapi sebaliknya. Yang aku lihat justru seolah Kak Lugalgin yang terselamatkan. Yah, benar. Itu yang aku lihat dari Kak Lugalgin.

"Eh? Tapi, semua itu bukan salah Kak Lugalgin. Sistem kerajaan ini yang salah, kan?"

Ya, aku juga sudah mengatakan hal itu berkali-kali pada Kak Lugalgin. Namun, sayangnya, Kak Lugalgin tidak pernah bisa menerimanya.

"Sayangnya, tampaknya, Kak Lugalgin tidak berpendapat seperti itu."

"Kenapa?"

"Entahlah. Tampaknya, Kak Lugalgin menyembunyikan sesuatu dari kita. Mungkin, mungkin, ada cara yang masih belum ditempuh Kak Lugalgin untuk mencari kita. Mungkin, inilah yang disesalkan oleh Kak Lugalgin."

"Kalau dugaanmu benar, aku bisa memahami perasaan Kak Lugalgin. Tapi, Kak Lugalgin pasti memiliki alasan kuat kan kenapa dia tidak menggunakan cara itu?"

"Tentu saja!"

Meski mulut ini memberi jawaban dengan tegas dan penuh keyakinan, saat ini, hatiku tidak bisa setuju. Aku tidak benar-benar tahu apa yang ada di dalam pikiran Kak Lugalgin. Jadi, sebenarnya, aku sendiri juga ragu. Daripada penuh keyakinan, lebih tepatnya, aku ingin yakin dan percaya.

"Bagian ini, yang aku blok, tolong dihapus. Informasi ini tidak terlalu penting dan bisa membuat Kak Lugalgin menduga yang tidak-tidak."

"Ah...oke."

Maul menjawabku dengan setengah hati. Tampaknya, dia sendiri mempertanyakan metode yang kugunakan. Namun, untungnya, dia masih setuju.

Aku berdiri kembali, membiarkan Maul membenahi laporannya di depan komputer.

"Ha–"

"HA?"

"Ma, Mari...."

Maul hampir memanggil nama lamaku. Namun, dia langsung mengoreksinya saat mendengar suaraku yang memberi tekanan.

Jujur, sebenarnya, aku tidak peduli dia mau memanggilku apa. Namun, sekarang, aku merasa nama ini, Mari, lebih mengena dan melekat di hati daripada namaku yang sebenarnya. Mungkin karena nama ini diberi oleh Kak Lugalgin, orang yang benar-benar memedulikan dan menyayangiku. Di lain pihak, nama lamaku diberi oleh orang tua yang tidak pernah kutemui. Yah, kemungkinan besar seperti itu.

"Jadi, Mari, kamu bilang Kak Lugalgin sudah menyelamatkan hampir semua teman-teman kita. Jadi, apa kamu tahu dimana mereka berada?"

"Ya, tentu saja aku tahu. Namun, aku sama sekali tidak memiliki niatan untuk membawamu menemui mereka. Sejak mereka diselamatkan Kak Lugalgin, aku baru menemui mereka satu kali. Itu pun tidak semua. Bahkan, Kak Lugalgin jauh lebih parah. Hingga saat ini, Kak Lugalgin masih rutin mengirimkan uang dan mempermudah pekerjaan mereka semua dari balik layar. Namun, dia tidak pernah menemui satu pun dari mereka sejak diselamatkan."

"Eh? Tidak menemui mereka? Kenapa?"

Aku terdiam sejenak, melihat ke arah Maul. Dia berhenti mengetik. Kepalanya sedikit memutar, memberi kesempatan untuk matanya memandang ke arahku.

"Itu pertanyaan serius?"

"Iya."

"Benar serius?"

"Apa aku tampak bercanda?"

Maul berhenti, bahkan membalikkan badan ke belakang, menghadapku. Matanya lurus, menatap ke mataku. Tampaknya, dia benar-benar serius dengan pertanyaannya. Rasanya, ingin sekali aku mencaci makinya. Kenapa dia bisa sebodoh ini?

Namun, setelah aku mengingat dia bersama True One sebelum bergabung dengan kami, aku terpaksa maklum. Aku banyak mendengarkan kisah kebodohan True One dari Kak Lugalgin. Bahkan, saat aku mencoba menelusuri rekam jejak True One, aku berpikir cerita Kak Lugalgin masih terlalu halus. True One jauh lebih bodoh dari ucapan Kak Lugalgin. Kalau tidak bertemu dan diberi arahan oleh Kak Lugalgin, aku yakin True One sudah menjadi sejarah.

"Alasannya adalah karena Kak Lugalgin adalah Sarru, pemimpin Agade, satu dari Enam Pilar. Selain itu, aku adalah anggota elite dari Agade juga. Kami adalah target semua orang. Hanya dengan mengenal kami, nyawa mereka sudah terancam. Mereka, kita, adalah korban perdagangan anak-anak. Dengan kata lain, kita semua sudah tercebur di dunia pasar gelap. Karena hal ini, aturan pasar gelap untuk tidak menyentuh dunia normal tidak berlaku bagi mereka."

"Oke. Lalu? Pasti ada alasan lain, kan?"

"...tidak. Tidak ada alasan lain."

"Eh? Sudah? Hanya itu?"

"Iya hanya itu. Dengan memutus komunikasi, kami memastikan mereka tidak akan disaiki hanya karena musuh mengincar kami. Memangnya alasan apa yang ingin kau dengar?"

"Itu....entahlah. aku juga tidak tahu. Hehe."

Hah.... Jujur. Tidak dulu, tidak sekarang, aku masih tidak mampu memahami jalan pikiran Maul. Dia benar-benar acak.

"Jadi, dari informasi yang kamu ketahui, ada berapa orang yang belum ditemukan?"

"Itu... sebentar"

Aku tidak langsung menjawab Maul. Aku berjalan dulu ke seluruh sudut ruangan ini, memastikan tidak ada kamera atau perekam yang aktif. Setelah memastikan keadaan aman, aku kembali ke Maul.

"Kak Lugalgin masih mencari keberadaan Weidner dan Shanna. Tapi, sebenarnya, aku sudah mengetahui keberadaan mereka berdua."

"EEEHHH!?"

"Shh!!!!"

Aku langsung menutup mulut Maul. Bahkan, aku hampir melompat menerjangnya.

"Jangan teriak! Mengerti?"

Meskipun membentak, aku memastikan suaraku pelan, hanya dapat didengar oleh Maul.

Maul pun mengangguk, menyanggupi ucapanku.

"Baiklah, bisa tolong kamu ceritakan apa yang sebenarnya terjadi?"

"Begini...."

Aku menceritakan informasi yang kudapatkan dari Lili. Di awal, saat kami semua dijual, kebetulan Lili bersama dengan Weidner dan Shanna. Mereka cukup sial karena berada di organisasi pasar gelap yang memang suka bermain-main dengan penderitaan orang lain.

Di saat itu, entah apa alasannya, Weidner disuruh memilih antara Shanna dan Lili. Weidner refleks memilih Shanna, dan lalu Lili mulai dilatih untuk menjadi pekerja seks komersial. Sejak kecil, tubuh Lili memang sudah berkembang lebih awal. Meskipun baru menginjak usia SMP, tubuhnya seolah dia sudah duduk di bangku SMA. Oleh karena itu, Lili pun sudah mulai dipekerjakan sejak usia 14 tahun.

"Eh? Diperkerjakan usia 14 tahun? Sebentar, kalau usia 14 tahun sudah siap, berarti dia sudah dilatih sebelumnya, kan?"

Aku mengangguk, memberi konfirmasi pada dugaan Maul.

Pada usia 14 tahun, Lili sudah siap menjadi PSK. Seperti ucapan Maul, dia sudah dilatih sebelum itu. Di usia yang lebih mudah, keperawanan Lili sudah direnggut oleh orang lain. Dan, yang merenggutnya, tidak lain dan tidak bukan, adalah Weidner.

Sebelum Maul berteriak, ketika mulutnya terbuka, aku langsung menyumpalnya dengan buku tebal. Setelah memastikan dia tidak lagi berteriak, aku melanjutkan cerita.

Pada awalnya, Lili memahami dan mencoba memaafkan Weidner. Dia menganggap Weidner dipaksa oleh organisasi itu. Pada akhirnya, Lili tidak pernah menjadi PSK. Dia menjadi budak seks Weidner. Lili tidak memberi detail apa yang dilakukan Weidner. Yah, kamu bisa bayangkan sendiri.

Suatu ketika Shanna muncul di hadapan Lili. Lili berharap Shanna akan menghentikan Weidner. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Shanna langsung menyerang Lili, menghajarnya habis-habisan. Selama menghajar Lili, Shanna terus berteriak, "gara-gara kamu! Gara-gara kamu! Kalau saja kamu tidak ada!".

Shanna terus menerus menginjak dan menendang perut dan sekitar area vital Lili. Shanna pun menjual Lili ke organisasi lain. Beberapa minggu setelahnya, Kak Lugalgin mendapatkan informasi mengenai keberadaan Lili. Dia pun menggerakkan Agade untuk membersihkan organisasi pasar gelap tersebut.

Namun, ketika Kak Lugalgin menemui Lili, dia sudah terlambat. Organ vital Lili telah terluka terlalu parah. Rahimnya pun terpaksa diangkat. Bukan hanya tidak bisa memiliki keturunan, Lili pun tidak bisa berhubungan lagi seumur hidupnya. Namun, menurut Lili, ini juga adalah hal bagus karena dia sendiri masih trauma dengan segala sesuatu yang berbau seks.

"Weidner dan Shanna tega melakukan itu?"

"Sejak dulu, kita tahu kalau Weidner memang nakal dan Shanna selalu menaruh perhatian lebih pada Weidner. Dan, mungkin, gara-gara suatu hal, Weidner lebih memilih untuk berhubungan dengan Lili daripada Shanna. Ini juga lah yang membuat Shanna menyerang Lili."

"Tapi....tapi....."

Kini, Maul menutup mulutnya sendiri. Aku bisa melihat matanya yang membelalak dan pandangan yang tajam. Urat nadi pun mulai muncul di pelipis dan telapak tangannya. Mungkin, kalau tidak aku suruh dia, Maul sudah berteriak sekuat tenaga sekarang, melampiaskan semua amarahnya.

"Sebagai catatan, Kak Lugalgin tidak mengetahui ini semua. Lili menghubungiku beberapa saat setelah dia berpisah dengan Kak Lugalgin."

"Kenapa? Apa dia tidak ingin Weidner dan Shanna dibunuh oleh Kak Lugalgin. Apa dia masih merasa kasihan pada mereka berdua?"

"Tidak! Lili tidak melakukan itu demi Weidner atau pun Shanna. Dia melakukannya demi Kak Lugalgin."

"Demi Kak Lugalgin?"

Aku mengangguk.

"Seperti yang kubilang, ketika Kak Lugalgin menemukan Lili, dia memeluknya erat dan terus berkata, 'maafkan aku, maafkan aku,'. Di saat itu, Lili menganggap kalau Kak Lugalgin mengira yang menyakitinya adalah orang-orang pasar gelap. Dia, kami, tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Kak Lugalgin ketika mengetahui kalau yang melakukan perbuatan keji itu bukanlah orang pasar gelap, tapi Weidner dan Shanna, orang yang dia cari-cari, yang ingin dia selamatkan."

"Weidner....Shanna....teganya kalian."

Mungkin Maul sulit percaya kalau ada anak panti asuhan Sargon yang melakukan hal itu. Di lain pihak, aku justru terkejut dari semua anak panti asuhan, hanya Weidner dan Shanna yang berakhir menjadi seperti itu. Kalau dihitung, persentasenya kurang dari 10 persen. Ya, aku terkejut, dan terkagum.

Wajah Maul memerah. Pandangannya tampak tajam dan membara. Namun, di lain pihak, dia menitikkan air mata. Tampaknya, perasaan antara marah dan sedih bercampur aduk di pikiran Maul.

"Lalu, Ha–Mari, apa ini berarti, tujuanmu bergabung ke Agade..."

Aku melanjutkan Maul, "Ya, benar. Alasan utamaku bergabung ke Agade adalah berjaga-jaga kalau hal ini terjadi, ketika salah satu dari kita justru menjadi musuh. Ketika hal ini terjadi, aku tidak ingin Kak Lugalgin yang mengonfrontasi orang itu/"

"Ya, aku setuju. Kita harus menyelesaikan masalah ini sendiri. Kita tidak boleh membiarkan Kak Lugalgin lebih menderita lagi."

Ya, aku tidak mau membuat Kak Lugalgin membunuh Weidner dan Shanna. Aku tidak mau. Aku tidak mau membuat Kak Lugalgin semakin menderita. Kehilangan Kak Tasha dan yang lain sudah lebih dari cukup untuk Kak Lugalgin. Aku tidak mau memaksanya mencabut nyawa orang yang ingin dia selamatkan. Biar aku, kami, yang melakukannya.

"Kamu sadar kan kalau kita melakukannya, Kak Lugalgin mungkin akan marah atau bahkan membenci kita."

Aku mengangguk.

Aku sadar kalau nyawa Weidner dan Shanna kucabut, bukan hanya Marah, Kak Lugalgin mungkin akan membenciku. Namun, aku sudah siap dengan konsekuensinya. Lebih baik Kak Lugalgin marah padaku daripada menderita. Ya. Aku sudah siap.

"Tampaknya aku harus segera menjadi kuat supaya bisa membunuh mereka sebelum Kak Lugalgin mendapatkan informasinya."

"Ya, kita harus bergegas, sebelum Agade berkonfrontasi secara langsung dengan mereka, yang berakibat pada Kak Lugalgin terpaksa menghadapi Weidner dan Shanna."

"....sebelum Agade berkonfrontasi? Tunggu dulu, memang mereka musuh Agade?"

"Maul, menurutku, aku sudah cukup memberikan petunjuk mengenai organisasi yang dimaksud. Yah, mereka menjadi anggota dari Enam Pilar lain. Lebih tepatny–"

Kring Kring Kring

Ung? Telepon? Dini hari seperti ini?

Aku mengambil smartphone dari atas meja dan melihat identitas peneleponnya.

Emir? Ada apa?

"Ya, halo Emir?"

[Ah, un, Mari, apa Lugalgin bersamamu?]

"Ah? Tidak. Kak Lugalgin tidak bersamaku. Memangnya Kak Lugalgin belum pulang?"

[Sebenarnya, tadi dia sempat menelepon mengatakan malam ini tidak pulang. Tapi, setelah itu, teleponnya tidak bisa dijangkau lagi]

Hah? Tidak bisa dijangkau? Apa Kak Lugalgin diserang oleh enam pilar? Tidak! Tidak mungkin! Kalau Kak Lugalgin diserang oleh enam pilar, mereka pasti sudah membuat deklarasi atau semacamnya. Fakta kalau tidak ada deklarasi membuktikan kalau Kak Lugalgin baik-baik saja.

"Ahh....iya...aku lupa."

[Eh? Mari? Ada apa?]

"Kak Emir tentang saja. Kak Lugalgin tidak apa-apa kok. Kemungkinan besar, nanti pagi, Kak Lugalgin sudah pulang kok. Percaya saja."

[Yah sudahlah. Tampaknya kamu tahu Lugalgin ada di mana. Aku titip Lugalgin ya, Mari.]

"Baik."

Aku pun mengakhiri telepon. Sementara itu, di depanku, Maul duduk dengan wajah datar.

"Siapa?"

"Kak Emir. Dia khawatir karena Kak Lugalgin tidak pulang."

"Eh? Tidak pulang?"

"Tenang. Kak Lugalgin tidak apa-apa kok."

Aku menoleh ke kanan. Di kejauhan, di luar jendela, tampak cahaya sudah mulai menampakkan diri.

"Ayo, ikut. Akan aku tunjukkan sesuatu yang membuatmu semakin ingin mengakhiri masalah Weidner dan Shanna tanpa melibatkan Kak Lugalgin."

Aku melangkah pergi dan Maul pun mengikutiku. Kami pergi ke basemen dan mengambil satu mobil. Dengan cepat, kami pergi meninggalkan markas, menuju ke pinggir kota.

Dalam dunia pasar gelap, ada beberapa kesepakatan tidak tertulis seperti dilarang menyerang orang yang belum pernah berhubungan dengan pasar gelap atau waktu istirahat yang tidak boleh diganggu antara jam 3 hingga 6 pagi.

Aku hampir lupa karena sudah lama tidak menemukan anak panti asuhan lain. Namun, setelah menemukan mereka, Kak Lugalgin selalu pergi ke tempat yang sama.

"Makam?" Maul bertanya.

Selain dua aturan yang kusebutkan, pasar gelap memiliki beberapa safe haven atau tempat yang harus bebas konflik. Di lokasi yang telah ditentukan, tidak diperbolehkan adanya pertikaian oleh anggota organisasi mana pun atau siapa pun. Bagi yang melanggar, dia akan dikucilkan oleh semua organisasi dan diburu. Bahkan, kalah sampai hal ini terjadi, akan sangat mungkin enam pilar melakukan gencatan senjata hanya untuk mengejar orang ini.

Safe haven yang dimaksud bukanlah rumah sakit atau kantor pemerintah, tapi makam. Jika ada orang berada di makam, maka dia tidak boleh diserang oleh siapa pun. Diawasi atau diintai boleh, tapi tidak boleh diserang. Makam menjadi safe haven adalah sebuah penghormatan oleh semua organisasi kepada orang-orang yang telah tewas dan yang ditinggalkan.

"Ayo, masuk."

Aku membuka gerbang dan masuk ke dalam makam. Makam ini terletak di bukit kecil. Sepanjang mata memanjang, hanya terlihat abu-abu batu nisan dan hijau rumput. Satu-satunya pohon yang ada di tempat ini berada di puncak bukit.

Setelah berjalan beberapa menit, kami sampai pada salah satu sisi makam. Ketika tiba, sebelum aku, Maul telah berhenti duluan.

Di depan kami, terlihat sebuah tubuh terbaring di tanah.

"Ka, Kak Lugalgin...."

Ya, benar, seperti ucapan Maul, kami mendapati Kak Lugalgin di depan kami. Di situ, terlihat Kak Lugalgin yang terbaring di samping makam. Terlihat kelopak yang basah, mungkin bekas tangisan. Posisi Kak Lugalgin layaknya seseorang yang tidur dengan menggunakan pangkuan orang terkasih sebagai bantal.

Namun, sayangnya, yang digunakan sebagai bantal oleh Kak Lugalgin bukanlah pangkuan seseorang, melainkan gundukan tanah makam, seolah gundukan tanah itu adalah pangkuan Kak Tasha, seolah-olah dia sedang ditenangkan dan dihibur oleh Kak Tasha. Dia sudah tidak mengenakan topeng lagi, tapi masih mengenakan jubah dan pakaian bertarung Agade.

Ya, Kak Lugalgin selalu melakukan hal ini ketika menemukan satu orang dari panti asuhan, baik hidup maupun mati.

Aku berbisik, "Kak Lugalgin, istirahatlah. Biarkan aku yang menangani Weidner dan Shanna."

Bersambung

===========================================================

Halo semuanya.

Dan, seperti biasa. Author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜 / QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri. Atau bisa juga kalian search twitternya. User Id artisnya @QYSThree

Author benar-benar berterima kasih kepada semua reader yang telah membaca I am No King sejak chapter prolog hingga chapter 100 ini. Sekali lagi, terima kasih.

Dan, ini ada sebuah endcard dari pokarii, sebuah ucapan terima kasih dari Emir dan Inanna