Setelah semua tes dibagikan,
"Jadi nilai tertinggi disini, Ice" Guru itu tersenyum.
"Kok bisa orang indo dapet nilai seratus sedangkan kalian semua orang asli korea ga ada yang dapet nilai seratus??" Tanya guru itu. Tak ada yang menjawab.
~~~
Setelah guru bahasa Korea itu keluar dari kelas,
Aldrich mengambil kertas tes Ice kemudian meneliti. Ia kemudian mengalihkan tatapannya ke Ice kemudian kembali meletakkan tes nya diatas meja.
Aldrich kemudian bertepuk tangan mengakui kehebatan Ice. Mungkin inilah akibat ia yang dipilih untuk mendapat beasiswa.
Ice hanya tersenyum.
"Gyeon, lo pikir jawabannya dia emang beda jauh ga sih sama kita?" Ice menoleh ke sumber suara. Tak tersadari ternyata dua orang temannya berdiri disamping meja Ice sambil melihat hasil tesnya.
"Percuma lo bahas. Guru kita kan memang pilih kasih" balas temannya, Gyeon.
"Dia murid baru, cantik, putih, ya pantes aja dia yang disayangin." Lanjut Gyeon yang sedang menatap rendah Ice.
Ice langsung berdiri dari kursinya.
"Jawaban gue memang bener, kalau lo ga terima jawaban lo salah, lo ga perlu ngerendahin gue gitu, gue gasuka" balas Ice.
"Lo--" Perkataan Gyeon terpotong oleh temannya.
"Gyeon, jangan nyari masalah sama orang kek dia, kalo dia udah rendah, ngapain lo bawa diri lo jadi rendah kek dia?" Potong temannya.
Mereka berdua kemudian berjalan meninggalkan bangku Ice.
"Temen lo semua kaya gini Ald?" Ice kembali menoleh pada Aldrich.
"Gimana?" Tanya Aldrich.
"Ya gituu, ihh" Ice kesal sendiri.
"Dia muji lo tadi, ga denger? Cantik, putih.. haha" Aldrich sedikit terkekeh.
"Perkataannya sih iya, tapi tatapannya.."
"Emang kenapa? Gue mah liat tatapannya juga kek orang biasa, kek gue ni"
"Ihh, lo bukan cewek, lo ga bakal ngerti, gue males dah ah"
"Kalo ga suka ngapain lo nerima beasiswanya?"
"Gue ga mikir semua orang disini kayak gini"
"Kalo lo bisa liat sisi positif mereka, disini bisa jadi tempat yang indah bagi lo" Aldrich tersenyum.
"Tapi kalo ga bisa..." Aldrich mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Jangan liat bumi ini seindah itu, sebab ga semua orang punya sisi positif" balas Ice, ia tak mau kalah.
~~~
Ice berjalan keluar dari kelas sendiri, ia ingin ke perpustakaan guna mencari beberapa buku, tapi saat itu Aldrich tak ada, jadi ia keliling sendiri mencari perpustakaan.
"Eits eits, cewe cantik, mau kemana dik?" Goda seorang laki laki di
perkumpulan temannya.
"E-emm, a-aku mau ke perpustkaan, tapi gatau dimana perpustakaannya, kakak tau?" Balas Ice ragu ragu.
"Ohh, mau nyari perpustakaan ya? Kamu murid baru yaa?" Kakak kelas itu bangun dari tempat duduknya kemudian mendekati Ice.
Ice hanya mengangguk sedikit tersenyum.
"Manis banget kamu" kakel itu mulai menggerakkan tangannya dan berusaha menyentuh dagu Ice.
Ice mundur. "E-emm kak.."
Tak ada jawaban melainkan kakak kelas itu tambah mendekat ke Ice. Dan Ice yang semakin mundur.
Tiba tiba seseorang datang dan berdiri disamping Ice.
"Kalian mau ngapain?" Tanya orang itu, Aldrich.
"Dia nanya dimana perpus, kita cuma mau nganter aja"
Tanpa berbicara apapun Aldrich mengambil tangan Ice dan menarik tangan Ice pergi dari sana.
"Ni perpus"
"M-makasih" Ice tersenyum. Hanya sebentar.
"Hm.."
"Mau ditemenin? Tanya Aldrich.
"Gapapa kok, gue bisa sendiri.." balas Ice.
Aldrich hanya mengangguk kemudian berjalan meninggalkan Ice.
~~~
Jam pulang pun tiba, Aldrich dan Ice berjalan keluar dari kelas bersama.
"Yakin lo inget sama jalan ke asrama?" Tanya Aldrich.
"Iya, uda lumayan.."
"Tapi gue ga yakin, atau lo mau gue anter balik dulu? Baru gue ke bengkel?" Tanya Aldrich.
"Eh, gapapa kok, gue inget" Ice tersenyum.
"Beneran.." lanjut Ice.
Aldrich merasa tak enak bila Ice berjalan balik sendirian, sebab banyak orang yang mabuk berkeliaran di jam pulang sekolahnya.
"Oke gini aja. Pinjem hp lo" kata Aldrich. Ice dengan herannya pun memberikan hpnya.
Aldrich mengetik nomer hpnya di hp Ice dan miss call ke hpnya tanpa sepengetahuan Ice. Aldrich kemudian mengembalikan hpnya ke Ice. "Itu nomer hape gue, kalo ada apa apa telfon aja"
"Hm?" Ice sedikit heran.
"Gue pergi dulu ya, hati hati" Selesai bicara, Aldrich langsung berjalan meninggalkan Ice.
Ice merasa senang dengan apa yang diucapkan barusan oleh Aldrich.
Ice kemudian berjalan balik ke asramanya. Sampai di asrama, Ice langsung berjalan masuk ke kamarnya. Ia mengganti pakaiannya dengan kaos putih santai dan celana panjang.
Ice duduk di kasurnya, ia duduk sambil flashback sendiri tentang Aldrich.
"Itu nomer hape gue, kalo ada apa apa telfon aja"
"Gue pergi dulu ya, hati hati"
Kini Ice tersenyum senyum sendiri seperti orang gila.
"Lo khawatir sama gue, Ald?" Gumam Ice dengan senyuman lebarnya.
Ice mengambil hpnya, ia kemudian menelepon Dinary.
"Eh Ice, tumben nelpon, ada apa?" Tanya Dinary di seberang sana.
"Ga ada apa si, pengen aja ngomong sama lo.. pa kabar?"
"Siapa? Gue atau Sea"
"Ya lo lah, gue nelpon lo ngapain gue nanyain Sea"
"Lah, siapa tau, lo biasanya kan nanyain dia ae"
"Hehe, mon maap my friend"
"Gue baik kok, trus lo gimana disana? Oh iya trus gimana tuh sama yang mukanya kaya Sea?"
"Oh, itu dia namanya Aldrich, sesekolah sama gue, gue udah akraban kok sama dia.." Ice tersenyum sendiri, walau tak ada yang melihatnya.
"Trus dia memang kembaran Sea?"
"Gue sih mikirnya gitu, soalnya gaada alasan lain, nanti liburan semester, gue mau jalan jalan ke rumah ibunya, gue juga pen tau kenyataannya"
"Eh, eh, tunggu, gue ga salah denger kan? Lo mau ke rumah ibunya? Haha, jangan jangan lo..."
"Apaaa??"
"Jangan jangan lo mau minta restu sama ibunya??"
"Jauh banget pikiran looo"
"Hahaha, tapi gue ga yakin deh lo ga ada rasa suka nya sama Aldrich, Kan dia mukanya sama kayak Sea, pastilah ada perasaan perasaan gimana gitu.."
Ice hanya tersenyum, ia bahkan tak menjawab pertanyaan temannya.
"Eh Icee, kok ga jawab?? Atau beneran, cerita woyy, apa yang lo sembunyiin dari gueee??"
"Apaansi lo nih"
"Aee, lo usah berpindah dari Seaa??"
"Gu-gue gatau juga, tapi, gimana ya gue bilangnya. Gue sama Sea ga pernah dapet perhatian, tapi kalo sama dia, dia kayak care banget sama gue Ry, gue juga gatau kenapa" Ice sudah tak bisa menahan senyumannya lagi, ia sambil ngkmong sambil senyum.
"Hahaha, fix ya, lo udah move on dari Sea dan lo suka sama dia" Dinary sangat senang, akhirnya sahabatnya bisa move on dari Sea.
"Eh Ry, ada panggilan masuk, gue putusin sambungan lo dulu yaa" kata Ice.
"Oh okeoke, sip, good luck my friend, gue akan selalu nunggu hari lo balik"
"Oke, bye"
Sebenarnya tak ada panggilan masuk dari siapapun, Ice hanya ingin mencoba menelpon Aldrich saja.
Ia pun mencari kontak Aldrich dan menekan tombol call.
"Ada apa Ice, lo tersesat? Atau ada yang ngapain lo?" Aldrich terdengar gawat.
"Ga ada apa Ald, gue cuma mau nanya aja, lo uda nyampe kamar?"
"Udah, gue baru nyampe.. lo uda juga kan?" Tanya Aldrich balik.
"U-udah, gue uda nyampe.."
"Padahal, gue baru mau nelpon lo mastiin lo ga tersesat, tapi uda lo duluan.." kata Aldrich. Ice langsung tersenyum.
"I-iya.. engga kok, gue kan uda bilang inget.." kata Ice.
"Iyaa, yauda, lo ga tersesat gue uda tenang" Aldrich berbicara tanpa berpikir.
"Ha?"
"E-eh, ma-maksud gue kan gue gausa lagi susah susah nyari lo keluar"
"O-ohh iya iya" Ice tersenyum.
"Yauda--" ucapan Aldrich terpotong.
"Eh Ald tunggu" kata Ice dengan cepat."
"Kenapa?"
"E-emm.. save nomer gue ya" kata Ice malu malu tapi ia tetap tersenyum. Ice tak tau padahal Aldrich sudah miss call ke nomernya sejak pertama kali.
"Iyaa, tenang aja"
Panggilan terputus. Ice tersenyum tak hentinya. Di sisi lainnya Aldrich juga tersenyum tak kalah lebarnya dengan Ice.