'Tidak ada satu pun tanda dari dirinya. Entah jawaban, cara ia bicara, dan tingkah lakunya. Semua tidak ada yang janggal.
"Siluman ular? Seperti yang kau tahu, tentu aku percaya pada hal seperti itu. Aku sudah pernah bercerita kepadamu soal tempat di mana aku tinggal dan tumbuh besar. Bahkan warga di daerahku masih memberikan sesajen di tanggal-tanggal tertentu ke lautan,"
Hadyan menjawab pertanyaanku dengan wajah datar. Terkesan seperti benar-benar dirikulah yang terserang sakit mental karena mencurigainya bahwa ia mempunyai hubungan dengan hal mistis.
Dan.. ada hal yang semakin aneh. Sejak saat itu, perlahan-lahan Hadyan mulai kerap muncul di dalam mimpiku dan bahkan jika aku hampir tertidur setiap malam, seperti samar terdengar suara pria itu.
Wajahnya, suaranya, dan kehadirannya. Sekan ia meletakkan sesuatu di dalam diriku hingga aku terus terhubung dengannya.
Sekilas aku berpikir, apakah ini adalah rasa suka? Apakah sebenarnya aku menyukai Hadyan?
Jelas ia tampan, gagah, tinggi, baik, dan ramah. Semua gadis di sekolah bahkan menggila-gilainya.
Tapi entah mengapa aku yakin bahwa ini adalah perasaan yang berbeda. Perasaan ini mengatakan bahwa aku telah dikutuk oleh pria itu.'
- Tasia
***
'Ia mulai curiga padaku. Aku tahu. Diam-diam, Tasia memata-mataiku.
Benar kata kak Rangin. Ini semua kemungkinan besar terjadi karena aku terlalu sering keluar masuk alam goib untuk memeriksa keadaan kerajaanku.
Tidak aku sangka dampaknya akan muncul secepat itu pada tanda sihir yang aki buat di tubuh Tasia.'
- Hadyan
***
Tiba-tiba Hadyan tersetak dari lamunan ketika ia merasakan hentakan tangan pada pundaknya.
"Hei! Kenapa melamun? Apa kau sedang memikirkanku? Haha.." Sapa Marya, ikut duduk di samping Hadyan yang sedang duduk bersantai di bangku taman sekolah, namun dengan wajah yang terlihat sedikit gelisah.
"Kau suka sekali mengejutkan orang, ya? Aku sedang memikirkan sesuatu, tapi bukan kau," Jawab Hadyan dengan tawa kecil sembari bergeser untuk memberikan Marya ruang lebih agar tidak terlalu menempel padanya.
"Oh.. jadi bukan tentang aku.." Marya berlagak sedih dan langsung mendapat gelengan dari kepala Hadyan. "Lalu apa?"
Hadyan nampak berpikir sebentar. Ia tidak mungkin menceritakan masalahnya pada Marya yang adalah seorang bangsa manusia.
Meskipun sebenarnya Hadyan sangat membutuhkan sebuah tempat untuk mencurahkan kegelisahaannya dan juga membutuhkan saran, Marya bukanlah orang yang tepat untuk itu.
"Em, sulit untuk diceritakan. Ini sebuah masalah rahasia yang tidak sembarang orang boleh mengetahuinya." Jawab Hadyan.
"Ah! Kau pelit sekali! Kau sudah besar tapi masih bermain rahasia-rahasiaan seperti anak SD!" Keluh Marya dengan memukul-mukul bercanda lengan Hadyan.
Hadyan terbahak dan berpura-pura kesakitan sambil menahan kedua lengan Marya dengan susah payah. "Ampuni aku, Baginda Ratu!"
"Ampun katamu? Kau harus menerima hukuman! Aku perintahkan kau harus lari seribu putaran di lapangan sambil mengenakan rok SD!"
"Apa?! Hahaha.." Hadyan tidak habis pikir atas syarat aneh dan gila itu. Gadis ini sangat lucu dan membuatnya lupa akan masalah yang sedang ia hadapi saat ini.
Di belakang, Tasia mememperhatikan mereka berdua dengan seksama dari koridor. Tatapannya bagai mengeluarkan leser panas yang siap membolongi apa saja yang ada di depannya.
"Sepertinya mereka mulai dekat.." Tanpa sadar, Tasia bergumam sendiri. Nada suaranya terdengar jengkel.
"Ehem.. Apakah aku mencium bau kecemburuan di sini?"
Tasia tersontak ketika menyadari kata-katanya didengar Patra yang ternyata sudah berdiri di belakang punggungnya bagai hantu di siang bolong.
"Hey! Jaga mulutmu, Patra! Aku tidak menyukainya," Sahut Tasia kesal
'Dasar munafik! Memangnya aku bilang kau menyukai Hadyan? Haha..' Cibir Patra di dalam hati. Ia sudah hafal dengan sifat Tasia yang seperti ini setiap ia menyukai seseorang.
"Oh? Aku pikir benar, karena wajahmu terlihat.. Hm.. berbeda?" Ia menusuk pipi tembam Tasia dengan ujung jari telunjuknya, membuat sebuah lesung pipi yang dalam.
"Itu karena aku menggunakan BB cream hari ini," Bantah Tasia meski tidak logis.
Sungguh, dalam hati, Tasia sedang gelagapan karena terpergok oleh Patra yang bermulut besar bagai ember bocor.
"Kau menggunakan cream untuk bokong bayi di wajahmu? Aneh sekali! Hahaha.." Tawanya.
"Apa?! Itu BB cream. Bukan baby cream untuk bokong bayi! Wajahmu yang bokong bayi!" Tasia melotot galak dengan kedua tangan di kedua pinggang.
Patra dengan cepat menelungkup kedua pipi Tasia dengan kedua tangannya karena gemas, hingga membuat bibir merah Tasia menjadi monyong seperti mulut ikan Louhan. "Wajahmu yang seperti bokong bayi! Lihat ini.. Mana ada bokong terletak di kepala?"
Tasia mulai mengoceh panjang lebar tanpa membalas ataupun mencoba melepaskan tangan Patra.
Sedangkan, Patra hanya tertawa bagai tidak mendengar omelan-omelan itu. Ini adalah hal yang sudah sering mereka lakukan sejak kecil. Karena itu, banyak sekali orang mengira bahwa mereka berpacaran, meski sebenarnya tidak.
"Hey kalian! Jangan bercanda di tengah jalan!" Teriakan Marya untuk menghentikan canda gurau dua orang itu.
Di belakang gadis dengan bandana itu, Hadyan membuntuti dengan sorot mata siap membunuh.
Dengan gaya berlebihan, Patra melepaskan kedua tangannya, meninggalkan Tasia yang langsung mengucap-usap kedua pipinya yang terasa pegal.
Hadyan menatap Tasia dengan kesal dan tentu saja tidak disadari olehnya karena terlalu seru bercanda dengan Marya dan Patra.
"Apa kau pemilik sekolah ini, hah? Tante?" Tanya Patra sambil melipat lengan di depan dada.
"Aku yang menyumbang prestasi dan mendali paling banyak di sekolah ini." Gurau Marya berlagak sombong.
Patra dan Tasia sontak terbahak mendengar hal yang tidak pernah dan tidak akan terjadi itu.
"Jangan kau pikir bisa melakukan semua hal sesukamu hanya karena memiliki pacar yang tampan," Lanjut Patra dengan melirik Hadyan.
"Ah.. Kau bisa saja.. Kami hanya dekat, kok. Belum sampai ke tahap sejauh itu," Balas Marya dengan menggandeng manja lengan Hadyan bagai seekor monyet.
'Sialan! Apa-apaan gadis ini? Ia bisa membuat Tasia..' Namun Hadyan mengurungkan niatnya untuk menarik diri dari jeratan lengan Marya ketika melihat tidak ada respon apa pun dari Tasia. Bahkan, gadis itu malah ikut tertawa.
"Ya, Tuhan.. Semoga pangeran dan putri kodok di depanku ini cepat menjadi pasangan dan mendapat banyak momongan," Patra berlagak khusyuk berdoa, mengundang tawa Tasia.
Mendadak sebuah tendangan mendarat di tulang kering kaki kanan Patra dari sang korban lawakan. Marya paling kesal dipanggil kodok karena ia jijik sekali dengan hewan jelek dan berlendir itu.
"Kau bahagia sekali, ya?" Tanya Hadyan berusaha santai pada Tasia yang terbahak-bahak menertawai Patra yang sedang terkapar bergulingan di lantai.
Dari tadi, Hadyan terus memperhatikan gadis itu tanpa bisa sedikit pun merasakan kelucuan yang disuarakan ketiga manusia bodoh di hadapannya.
Tasia mengangguk dan menoleh pada Hadyan yang tersenyum tipis padanya. Namun tatapan lembut itu malah membuatnya seketika membeku.
Tasia tidak pernah melihat wajah Hadyan yang seperti itu di dunia nyata. Tatapan lembut namun tersirat kesedihan dan ancaman di sana.
Tatapan itu ada pada sosok hantu Hadyan yang kerap muncul di dalam mimpinya. Sosok Hadyan yang anehnya sanggup menenangkannya ketika ia ketakutan.
Jantung Tasia langsung merespon dengan mulai berdegub cepat. Tasia menjadi kebingungan.
"Akh!" Pekik Tasia tiba-tiba ketika merasakan sebuah hentakan ngilu pada punggungnya, tepat pada luka mermar yang ada di sana.
Hadyan langsung menangkap bahu Tasia ketika gadis itu kehilangan keseimbangan dan nyaris terjatuh ke depan. Ia tahu penyebabnya adalah tanda kutukan yang ia buat.