"Sevilla.. Sevilla.. Sevilla.." Lia terus bergumam menyebut daerah itu, entah mengapa nama itu menghantuinya. Dia segera berlari turun dari taksi dan menuju parkir kampus.
"Lia!" Sapa pak bellen ramah dengan senyuman."Kau pagi sekali hari ini?"
"Sayang sekali aku tak datang untuk bekerja pak bellen."
"Apa katamu?" Pak bellen mentautkan alis tak paham.
"Aku akan mengajukan cuti, jika bisa. Atau aku akan mengundurkan diri dan berhenti bekerja.."
"Ada apa Lia?"
"Bibiku masuk rumah sakit.." lirih gadis itu. "Dan aku harus pergi ke suatu tempat" ujar Lia menyerahkan kunci toko dari dalam tasnya.
"Ini, ku kembalikan kunci tokomu. Aku akan menghubungi kau lagi saat aku butuh pekerjaan dan kembali" bellen bingung. Haruskah dia mengangguk kehilangan pekerja keras yang menjadi aset tokonya.
"Ya, baiklah. Hati hati. Aku titip doa untuk bibimu." Lia mengangguk dan melangkah meninggalkan bellen.
"Lia! Aku akan mentransfer sisa gajimu!" Lia tersenyum dan melambaikan tangan.
"Ouyaaa.. sampaikan salamku pada Maximilian Edwardo!!" Teriak Lia, suaranya mencuri perhatian beberapa gadis yang mulai berdatangan dari gerbang kampus. Dia sengaja ya.
Lia mengambil name tag dari saku jaket milik max yang dia kenakan. "Biar aku menyimpan ini, sebagai kenang kenangan." Gadis itu berlari dan meraih skuternya. Dia meninggalkan kampus mahal dimana max kuliah.
"Selamat tinggal max!" Lirih Lia tersenyum lebar. "Senang bisa mengenalmu.."
Grruuumm.. skuter Lia meninggalka parkiran dan hilang di balik gerbang kampus. Max menoleh mendapati skuter Lia sudah berlalu.
"Ada apa?" Tanya Pauline mendapati putranya terlihat bingung.
"Ah, bukan apa apa." Max berbohong. Dia tadi jelas melihat Lia kan. Bahkan gadis itu masih mengenakan jaketnya. Membuat max tersenyum. Dia seakan bisa merasakan pelukan hangat tubuh Lia di dalam dadanya. Itu ilusi max.
"Aku tak akan lama ma" ujar max turun dari mobil. Dia menghampiri toko pak bellen untuk mengembalikan kunci.
"Hai max!" Sapa bellen ramah, tapi wajahnya tak seceria sebelumnya.
"Aku kesini memberikan kunci tokomu. Aku tak akan ke kampus beberapa hari ini" bellen mengangguk saja dan menerima kunci dari tangan max.
"Baiklah aku harus pergi. Ibuku sudah menunggu!"
"Tentu saja. Oiya, Lia menitip salam padamu"
"Mana dia?"
"Sudah pergi."
"Kemana?"
"Ke Sevilla.."
"Apa!!" Max tak percaya mendengar nama kota itu. "Apa Lia pergi ke sevilla untuk waktu yang lama?"
"Mungkin.." bellen sendiri tak bisa menjawab pasti, Lia tak bercerita sedetail itu.
"Apa kau tahu dia kemana, maksudku alamatnya di Sevilla?"
"Mana aku tahu" balas bellen singkat padat dan tak jelas. Baiklah.
"Kalau begitu aku pergi dulu!"
"Ya, silahkan.."
Max melangkah cepat dengan wajah berpikir. Sevilla, mereka memiliki tujuan yang sama tapi waktu yang berbeda. Pauline heran mendapati wajah heran max.
"Ada apa max?" Heran Pauline. Pria itu bahkan tak mendengar pertanyaan risau mamanya.
"Max??" Dia baru tersadar dan segera menoleh. "Ada apa?" Pauline terlihat sedikit gusar. Anaknya segera menggeleng.
"Bukan apa apa, hanya urusan kampus saja" Pauline memutar stir, kembali keluar gerbang kampus.
"Kau tak perlu ikut jika tugasmu tak bisa di tangguhkan"
"Ah, tidak ma. Bukan apa apa. Hanya acara organisasi saja" max berbohong padahal di kepalanya jelas sedang memikirkan Lia.
Max berharap Lia tak lama meninggalkan Ohio sehingga dia bisa bertemu lagi dan ingat akan janji mereka.
____
Lia mendatangi rumah sakit dan melakukan deposit. Delapan puluh lima persen penjualan perhiasan dijadikan deposit oleh Lia. Demi perawatan terbaik untuk bibinya. Dia meraih kertas di dalam saku.
"Siapapun pemilik benda mahal ini, aku akan mengatakan kalau aku meminjamnya.." lirih Lia membaca nama Melinda di kertas itu.
Setelah menyelesaikan pembayaran rumah sakit, tak mengulur waktu lagi, Lia menghubungi agen perjalanan dia, memutuskan pergi ke Sevilla dengan beberapa pakaian. Dia merasa ada sesuatu yang menantinya di Sevilla.
Alangkah terkejutnya Lia mengetahui pria dengan mobil Jeep biru itu adalah sosok yang pernah dia lihat. Pria yang waktu itu di club'.
Jack si pemilik club'. Dia sedang ada misi khusus dari Edward, dan takdir menemukan partner perjalanan terbaik. Pria itu memarkir mobil. Memakai kaca mata hitam dan bersandar pada Jeep nya. Tangannya melambai pada Lia.
"Kau!" Seru Lia terkejut. Pria itu juga sama, dia terlihat terkejut karena Lia menjadi teman perjalanannya.
"Aku mencari teman perjalanan ke Sevilla, tak berpikir panjang lagi saat menemukan teman seperjalanan di waktu yang sama!" Ujar Lia. Jack mengangguk. Kali ini pria tinggi dengan potongan look ala latin ini mengenakan knit warna biru muda dengan motif tambang, dia melengkapi dengan parka biru tua. Sementara Lia, sangat casual dengan kaos dan celana jeans.
"Baiklah, ayo berangkat!" Lia mengangguk setuju. Dia masuk ke mobil Jack. Pria itu menyalakan musik dan yang mengalun adalah lagu country Taylor swift sangat pas sekali dengan perjalanan mereka.
Tepat sekali aku bertemu dengan wanita ini. Misi ku akan 100% komplit setelah perjalanan Sevilla. Sebuah rumah mewah di tepi pantai dan gadis muda. Ah, tapi aku harus memastikan apa dia masih perawan!!
Jack mengelus ujung dagu dengan lirikan ke arah pangkal paha Lia. Dia ingat bagaimana misinya gagal karena max saat di club'. Tapi hari ini max tak ada disini. Tapi dia masih cemas. Jangan jangan wanita ini sudah tidur dengan max. Akan turun nilai jualnya. Edward akan bayar mahal ketika pria itu mendapatkan lubang sempit yang berteriak kencang di malam pertama. Jack harus memastikan ini terlebih dahulu.
"Mmm.. kau tak pergi dengan kekasihmu?" Pancing Jack.
"Siaa?" Lia bingung.
"Pemuda tampan yang hot di club'!" Balas Jack dengan wajah datar berpura pura tak mengenal sosok max.
"Oh, max!" Balas Lia menyembunyikan senyuman. Ya, mereka sudah berjanji untuk bertemu dan melewatkan malam pertama bersama. Sayang sekali dia harus bepergian ke Sevilla mungkin nanti setelah urusannya selesai. Membawa max dalam obrolan mereka membuat wajah Lia merona. Jack mengangkat alis. Ada yang aneh di sini.
"Kami belum berpacaran.." Lia menoleh dan mendapati tatapan aneh Jack mengarah pada dadanya. Gadis itu seketika kikuk. Apa dia tak salah lihat. Jack mengalihkan tatapan dan mulai serius meneliti jalanan. Dia mempercepat laju mobil menelusuri jalanan.
Lia terdiam sesaat. Dia merasa teman perjalanannya ini sedikit mencurigakan. Tapi, ah sudahlah! Kau tak boleh berpikir macam macam! Lia menggeleng.
"Pukul berapa ini? Apa kau sudah makan malam?" Lia melirik jam tangan, dengan banyak kegiatan jangankan makan malam, sejak pagi selain taco dia belum menikmati apapun dalam mulutnya.
"Kau mau burger?" Lia mengangguk saja. Jack membelokkan mobilnya, memesan dua ukuran jumbo burger lengkap dengan kentang goreng dan soda. Lia menyambut nya gembira.
"Tak ada minuman lain. Jika kau ingin mineral aku punya!" Jack mengangkat dua botol Vodka di sampingnya. Lia menautkan alis.
"Kenapa kau membawa alkohol, kau kan mengemudi"
"Ayolah Lia, ini perjalanan santai. Kita bisa menginap kapanpun dan dimana pun. Jangan terlalu memaksakan diri.." Lia ragu menggeleng. Dia sudah salah memilih teman perjalanan.
"Terserah kau saja!" Ujar Lia pasrah.
"Tenang saja, aku akan membayar kamar sewa hotel dan semua yang kau butuhkan!" Ujar Jack mencolek dagu Lia dengan gemas. Gadis itu menahan geram. Haruskah dia kabur?
"Sekarang kita mengganjal perut dulu, sampai bertemu di rest area nanti. Perjalanan kita masih sangat jauh.." ya, Jack betul. Perjalanan masih amat jauh. Belum lagi lahan kosong dan tanah tandus tak berpenghuni. Lia berpikir keras untuk tak ceroboh. Dia mencari rekan seperjalanan agar menghemat onkos. Ya sudahlah, terima saja apa kata Jack! Lia pasrah saja.