Chereads / antara CINTA atau UANG / Chapter 29 - Jalan cerita

Chapter 29 - Jalan cerita

"Liaa.. Liaaa.." Jack menahan bahu Lia agar tak membabi buta menyerangnya. Wanita berbahaya juga kalau sedang mabuk. Lia membuka pakaiannya hingga menggunakan bra saja. Melihat dua gundukan kenyal yang masih kencang dan menantang sontak membuat mata Jack membulat. Tapi dia menggeleng. 

Ayolah Jack! Kau tak pernah selemah ini sebelumnya!

Jack meminta Lia menghentikan godaan maut yang membuat senjatanya kian berdiri sempurna.

"Shiitt!! Shitt!!" 

Bagian terburuk sebagai lelaki apabila hasratnya tak tersalurkan. Pusing, terbawa emosi. Itu yang akan Jack alami. Sementara Lia terus memburu nafsunya, enggan menjeda ciuman panas mereka hingga Jack terpojok pada sandaran kursi kayu yang cukup keras. Jika boleh jujur punggungnya sudah lelah menopang tubuh Lia di atas tumpuan tulang punggungnya yang semakin terdesak saja.

Lia masih tak menyerah, gadis itu memburu bibir penuh Jack melumat habis. Mendesah, bergerak naik dan turun seakan baru merasakan betapa nikmatnya berciuman. Betapa candu. Katakan saja Jack memang pandai bermain lidah, ya dia sepertinya sangat lihai bermain dalam rongga mulut lawan mainnya. Menghisap seperti vacum saja.

"Lia hentikan.." lirih Jack, jelas nada suaranya tak ingin kegiatan ini berhenti.

"Max.. ayolah.. kau biasanya sangat bersemangat. Kenapa kau lain sekali kali ini!"

"Apa katamu?"

"Ayolah.." Lia menggeser tali bra hingga sebagian salah satu asetnya menyembul hampir mengeluarkan bagian nipple yang masih kencang bersembunyi. Berwarna sedikit kemerahan.

"Jadi maksudmu, pria sebelumnya lebih bersemangat daripada diriku"

"Hahahaa.. ya. Jika boleh jujur. Tapi kau kan orang yang sama!"

"Liaa.." Jack mendorong pelan dada Lia. Dia membetulkan kembali tali bra yang tadi hampir lepas.

"Ada apa Jack!" Hah! Jack membulatkan mata.

"Apa kau Jack! Oh tidak! Apa yang terjadi!" Lia mengerutkan dahi, wajah mereka tadi begitu dekat hingga raut wajah max berubah jadi Jack!

"Apa kau sudah sadar!" Jack menggeser duduk, membuat Lia bisa ikut duduk di sebelahnya. Pria itu lebih baik bangkit. Dia mencari minuman dingin untuk Lia.

"Ya, ampun apa yang aku lakukan!" Seru Lia mendapati kaosnya di lantai. Dia menatap Jack. Pria itu masih berpakaian utuh.

"Bagus kau sadar!" Sindir Jack. Lia merona malu. Dia menyambar uluran minum dari tangan Jack dan segera meneguknya.

"Ah, ini segar sekali. Terima kasih.." lirih Lia menyandarkan kepala hingga wajahnya menengadah menatap langit langit yang minim cahaya.

"Aku bahaya kalau mabuk!"

"Ya, kau menggodaku!" 

"Shit! Aku bahaya mabuk bersama pria!"

"Kau benar! Aku bahkan tak percaya kau masih virgin. Permainan mu sungguh lihai!"

"Apa maksudmu?"

"Ya, untuk seseorang yang mengaku tak berpengalaman, kau tak masuk katagori!" Tuding Jack yakin. Lia mengangkat bahu.

"Kepala ku pening, aku mau tidur. Ah! Kenapa jadi aku yang jetlag!" 

Tanpa sungkan Lia merebahkan diri di kasur. Dia mengambil posisi tengkurap dengan melebarkan dua tangannya. Jack berbalik badan dan menatap punggung seksi Lia yang sudah menggunakan kaos.

Kalau saja aku tak mendapat banyak uang dari Edward, mungkin kita sudah melakukannya malam ini! Batin Jack tersenyum sinis dan meraih sisa minuman Lia. Dia meneguknya habis. Pria itu meraih handuk, menuju kamar mandi. Tubuhnya sangat panas saat ini. Dia melepas pakaian satu persatu. Menyalakan shower untuk mendinginkan pikiranny. Ah, tubuh Lia yang setengah telanjang terbayang lagi. Dada yang ranum nan menggoda. Membuat Jack kembali on. Dia meraih senjatanya. Membayangkan dirinya berada dalam kenikmatan bersama Lia. 

"Aaakkhh!!" Lirihnya menikmati dinginnya air malam, bersama bayangan gadis yang sudah merangkai mimpi indah.

"Aku tidak menyukai gadis itu.. aku tidak menyukai gadis itu.. aku tidak menyukai gadis itu.." lirih Jack berulang ulang, untuk memastikan dia memang tak jatuh cinta pada Lia. Tapi lagi lagi, tawa dan wajah polos Lia terbayang. Ciuman panas, bibir menggoda. Desahan, membuat hasrat Jack kian bergelora.

"Damn!!" Dia memukul tembok dengan tangannya. "Jack! You dig your own grave! " Kesal Jack mengumpat pada dirinya sendiri. Dia belum mau mati perihal berebut gadis dengan tuannya.

____

Kontras dengan penginapan tepi jalan yang ditempati Lia. Ibu anak Edwardo memesan hotel terbaik dengan fasilitas lengkap. Mereka memilih masing masing kamar sesuai dengan selera. Tapi max memerlukan waktu lebih untuk bercengkrama dengan Pauline, di merindukan quality time seperti saat ini. Sudah lama mereka tak berpergian bersama.

Pauline sedang menikmati pijatan relaksaksi sambil membaca majalah dengan kedua kaki terangkat santai di sofa bed. Maxi mengambil minuman dingin dan duduk tepat di depan Pauline, tak berjarak jauh.

"Ma, apa yang kau lakukan di Sevilla? Hanya jalan jalan?"

"Yaa.." jawab Pauline ragu.

"Aku pikir tidak mungkin. Sebetulnya apa yang kau lakukan setiap period. Kau sering berkunjung kesini"

"Tidak juga. Hanya jika aku perlu saja"

"Keperluan yang mendesak?"

"Yaa.."

Pauline menoleh pada terapis yang memijat punggungnya.

"Bisa kau nyalakan mesin terapis saja. Aku akan merebahkan diri. Kau bisa tinggalkan kami"

"Baik nyonya" tanpa ba bi bu lagi, terapis memasang mesin pijat relaksasi dengan batu alam di permukaannya, Pauline menyandarkan tubuh setelah tekanan udara dan hangat suhu pada alat canggih itu sudah pas. Terapis menempatkan posisi punggung Pauline sebelum dia undur diri dan meninggalkan Pauline bersama Maximilian.

"Max kau sepertinya tidak bisa sabar menunggu besok"

"Ya.."

"Aku mengajakmu kesini karena aku merasa kau sudah besar. Mungkin sudah sewajarnya kau tahu.." max mengangkat bahu tak mengerti maksud omongan Pauline.

"Di sini. Di Sevilla. Ayahku, kakekmu. Sebelumnya adalah keluarga terpandang dan kaya raya. Hampir semua usaha pertambangan disini adalah milik keluarga mereka. Bahkan Edwardo bukanlah apa apa." Pauline menikmati pijatan sambil memejamkan mata. Tapi bibirnya masih terus berceloteh lancar.

"Tapi itu dulu. Sebelum keluarga besar Salomon terpecah belah. Itu semua karena kedatangan seorang wanita!"

Dari wajah Pauline jelas dia menyimpan kebencian yang dalam.

"Sudah diingatkan sebelumnya, jika wanita itu adalah bencana. Tapi Salomon junior tak pernah mendengarkan keluarga. Dia menikahi wanita rendahan itu. Yang lebih tak masuk akal adalah!" Pauline membuka mata, menatap wajah Maxi dengan serius.

"Wanita yang menjadi nenek mudamu itu, adalah cinta pertama Edward, papamu!"

"Apa!" Max mengerutkan dahi. "Bagaimana mungkin?"

"Ya, wanita itu menguras habis harta Salomon, dia membuat keluarga Salomon bercerai berai. Saling bertikai dan berebut harta. Puncaknya adalah ketika dia membunuh junior Salomon dan Edward menuntut atas kasus itu. Wanita itu tidak mengaku jika dia membunuh Salomon, padahal mantan suaminya sendiri yang menjadi saksi. Keluarga Salomon di tuntut habis habisan hingga hancur!!" Terdengar tak masuk akal. Tapi max tak berani menyela.

"Wanita itu membunuh Salomon. Dan Edward menuntut atas tuduhan Melinda. Sementara aku yang sedang mengandungmu, harus menikahi Edward! Ah, pria gila itu!!" Decak Pauline kesal. Dia lupa dengan alat pijat di tubuhnya. Pauline merubah posisi, menegakkan tubuh.

"Tapi dengan aku menikahi Edward, setidaknya aku dan kau masih bisa hidup enak!"

"Lalu, kenapa kau harus kembali ke sini?" Max masih tak paham.

"Aku harus mengambil hak yang Melinda larikan atas nama besar keluarga Salomon! Bahkan kini kakek nenekmu harus tinggal di desa dan hidup miskin! Karena adiknya yang konyol itu!"

***

jangan lupa tambahkan review kalian, semakin banyak semakin up novelnya. jangan lupa tinggalkan komentar kalian, spam komentar untuk dapat banyak freepass juga.. kirimkan batu kuasa sebagai bentuk dukungan untuk tulisan ini.

segala bentuk dukungan kalian sangat berarti bagiku.