Arman tiba ditempat terakhir dia bersama guru Bahar, namun guru Bahar sudah tidak ada disitu, Arman lantas panik dan berusaha merasakan aura gurunya yang masih tersisa. Tak lama kemudian Ridho datang ketempat Arman,
"kak guru sudah tidak ada disini,.. tadi aku berusaha merasakan auranya namun sudah tidak bisa terjangkau lagi... gimana ini kak,..." panik Arman yang tidak bisa merasakan lagi aura gurunya,
"tenang man, mari kita sama-sama mencari keberadaan guru Bahar,...!!!!" ajak ridho untuk menenangkan Arman yang sedang kalut dan sulit untuk berfikir....
Tak jauh dari posisi mereka terdengar suara ledakan,...
"booommm"
Arman dan ridho kaget mendengar suara ledakan itu, mereka lalu menghampiri lokasi tersebut dan ternyata menemukan sebuah gedung yang hancur porak-poranda...
Arman melihat ada sesosok tubuh yang terbaring di tanah, di samping tubuh itu terdapat darah menetes dari sebuah pedang yang jatuh mengenai tanah hitam, sedikit demi sedikit merubah warnanya menjadi merah kelam.
Sesosok Pria bertubuh kekar, berambut panjang, sedang terbaring lemah bersimpah darah di sekujur tubuhnya. Dia berusaha untuk berbicara namun yang hanya bisa dia lakukan adalah memegang dadanya dan batuk.
Arman mengenali sosok itu, dia adalah guru Bahar,
"GURU apa yang terjadi!!!!!!" teriak Arman yang langsung merangkul tubuh gurunya yang bersimpah darah, dia merasa terpukul melihat kondisi gurunya saat ini, dia menyesal telah meninggalkan gurunya sendirian..
"KAK RIDHO!!!!!!!! GURU TERLUKA!!!!!!" Teriak Arman memanggil ridho yang berada tidak jauh dari posisinya,
"Apa yang kamu bilang man,... kamu dimana....????"
"aku disini kak,... CEPAT KESINI GURU TERLUKA,..." Teriak Arman lagi yang membuat tenggorokannya menjadi serak,
Ridho segera mendatangi Arman dan gurunya, namun ketika hendak melihat Arman, ridho malah dihadang oleh anggota badik merah, ridho dikelilingi oleh 5 orang berjubah hitam bergambar badik merah.
"siapa kalian,... apa tujuan kalian datang kesini,..??"
"kamu tidak mesti tahu siapa kami,.. malam ini kota Semoi akan terhapus dari benua Arsyila,... ahahahhaah" tawa salah satu kelompok badik merah
"maksud kamu,.????? siapa kalian sebenarnya,.."
Arman sudah merasa frustasi melihat kondisi gurunya, dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia bukan seorang alchemist ataupun seorang healer, yang bisa dilakukan adalah merangkul tubuh gurunya yang kian lama kian dingin,
"A-a-arman muridku,... Huuk huuk" suaranya serak disertai batuk darah,
"jangan bicara dulu guru,... kak ridho akan segera kesini,..." pinta Arman kepada gurunya disertai air mata yang membasahi pipinya.
"KAKAK RIDHO CEPAT KESINI....!!!!!!!" teriak Arman,..
Mendengar teriakan Arman membuat ridho menjadi gelisah, namun dia mesti melewati 5 orang ini terlebih dahulu sebelum dia bisa mencapai posisi Arman, dengan sigap ridho mencabut kedua pedangnya dan mengambil kuda-kuda untuk menyerang kelima anggota badik merah tersebut,
"cepat katakan siapa kalian,. kalau tidak aku akan menghabisi kalian saat ini juga,.." bentak ridho kepada kelima orang yang menghadang jalan ridho,
"ahahahaha bisa apa kamu,... bukannya kamu adalah seorang blacksmith,... tidak ada aturannya blacksmith bisa memainkan pedang,.." hina salah satu anggota badik merah,.
"oh jadi menurut kalian seperti itu,.. sekarang coba maju dan buktikan apakah kalian bisa menghancurkan aku atau kalian yang akan aku hancurkan...." tantang ridho kepada kelima anggota badik merah,
mereka lantas saling melirik satu sama lain, ridho sangat ingin mengetahui kondisi Arman serta gurunya, dengan cepat ridho memenggal kepala salah satu anggota badik merah tersebut. Satu tumbang sisa empat, keempat orang tersebut tidak menyangka ridho yang seorang blacksmith bisa menggunakan sebuah pedang dengan sangat baik, mereka lantas memutuskan untuk menyerang ridho bersama-sama.
"ayo semua,... sekarang kita bersama-sama menyerang blacksmith itu,.. kita tidak punya banyak waktu lagi,.. cepat serang dia,...!!!!!" teriak salah satu anggota badik merah yang merupakan seorang prajurit tingkat kelima, dua tingkat di atas ridho....
Mendengar perkataan dari pria itu, ridho lantas menarik nafas dalam-dalam. Ia lalu mengemgam kedua pedangnya dengan erat sembari bersiap menerima setiap serangan yang akan dia terima.
"Ayo Kalian!!! Tunjukan serangan terbaik kalian!!!" Teriak ridho kepada keempat anggota badik merah.
Mereka melesat dengan cepat, satu orang menyerang ridho dengan sebuah pedang dan mengincar tangan kiri ridho, namun ridho berhasil menepis serangan tersebut dengan mudah. Ridho lantas menebas pedangnya kearah dada anggota badik merah, dia berhasil lagi melukai salah satu anggota badik merah, sekarang tersisa 3 anggota yang mesti ridho hadapi sebelum bisa mencapai posisi arman.
Tanpa membuang waktu, ridho lantas mengambil inisiatif untuk menyerang mereka bertiga. Ridho melesat dengan lebih cepat lagi dari sebelumnya, ia menyerang pria yang menggunakan tombak, saking cepatnya pria itu tidak melihat ridho telah berada dihadapannya dan menusuk pedangnya tepat tembus ditenggorokannya.
Kini tersisa dua anggota badik merah, salah satunya adalah pria yang menjadi prajurit di Pemerintahan Pusat. Kedua pria itu saling melirik dan segera melancarkan serangan yang bertubi-tubi kepada ridho, namun lagi-lagi ridho dengan mudahnya menepis setiap serangan uang dilancarkan oleh kedua anggota badik merah.
"KAKAK RIDHO!!!!!! CEPAT!!!!!" Teriak arman,
Lagi-lagi teriakan arman membuat ridho merasa panik, dia sangat khawatir telah terjadi sesuatu kepada arman.
"Apa yang telah kalian lakukan,.? cepat katakan,." tanya Ridho kepada mereka.
"Ahahahahah!!!!!! kami telah membunuh Bahar..." Jawab prajuti pemerintah.
"Apa yang kalian bilang,.!!!! aku akan membunuh kalian...!!!! teriak ridho.
Ridho lantas melesat lebih cepat dari yang sebelumnya, kini dia menggunakan salah satu jurus yang dia pelajari dari guru bahar yaitu 'Tarian Asoka', yang membuat kedua anggota menjadi panik dan ketakutan. Mereka berusaha berlari menghindari serangan ridho namun mereka tidak bisa mengalahkan kecepatan ridho.
Dengan satu gerakan dan tebasan, ridho berhasil lagi memenggal kepala anggota badik merah, kini yang tersisa hanyalah seorang prajurit dari pemerintahan pusat.
"Tolong jangan bunuh aku,.!!! aku tidak mengerti apa-apa, kami hanya disuruh..." pinta prajurit yang merasa ketakukan akan kehebatan ridho bermain pedang.
"-siapa yang menyuruh kalian..?" tanya ridho.
"S-s-a..." jawab sang prajurit, namun dia tidak bisa menyelesaikan kata-katanya karena sebuah panah telah melesat tembus didadanya.
"Siapa itu,...??" teriak ridho, mencari dari mana asal panah itu melesat, namun dia tidak menemukan satupun orang yang berada disekitar situ.
Setelah tidak menemukan siapa yang melesatkan panah itu, ridho lantas segera menuju kearah Arman. Setibanya dilokasi Arman, Ridho sangat kaget melihat Guru Bahar telah tersungkur dan bersimpah darah dalam pelukan arman.
"Arman,.!!! apa yang terjadi kepada Guru Bahar...??!" tanya ridho,
"Aku tak tahu kak, tiba-tiba aku menemukan Guru sudah terbaring seperti ini...!!" jawab arman.
"Ayo segera kita antarkan guru ke Heller,.." desak ridho,
"T-t-uunggu muridku,.!!" serak suara guru bahar,
"-Tenang guru, kami akan menyelamatkan guru,.." desa arman,
"-tidak perlu muridku, waktu guru hanya sebentar lagi, sebaiknya kini kalian meninggalkan kota Semoi ini dan menuju ke Desa Sepaku..." ungkap guru.
"Tidak guru, kami akan menyelamatkan dirimu,!!" teriak arman, namun segera ditahan oleh ridho, dia sangat paham akan kondisi gurunya yang sedang sekarat.
Ridho lantas berkata kepada gurunya, "Baik guru kami akan menuju ke Desa Sepaku, namun sebelumnya kami mengucapkan terimakasih kepada Guru yang telah mendidik dan mengajarkan kami tentang kehidupan serta ilmu beladiri."
"uhuk, uhuk" batuk guru seraya memuntahkan darah.
"GURU!!!!!!!! siapa yang telah melakukan semua ini...?" tanya arman,
Mendengar hal itu, ridho lantas menepuk pundak arman seraya mengatakan, "Sudah arman, nanti kakak akan menceritakan semuanya,"
"-Tapi kak"
"-sudah man..."
"Ridho, ambillah cincin ruang ini untukmu, didalamnya terdapat berbagai senjata, mulai dari pedang dan yang lainnya, serta beberapa buku petunjuk ilmu beladiri..." pinta guru bahar, seraya melepaskan cincin ruang yang berada di jari telunjuk sebelah kanannya.
"Baik guru, aku akan menerima cincin ini," jawab ridho yang menerima sebuah cincin ruang pemberian dari gurunya.
"Cincin yang satu ini buat kamu man, guru berharap kelak kamu bisa menyatukan seluruh ras yang ada didunia ini, jangan adalagi perbedaan diantara suku dan ras, karena semuanya sama dimata Tuhan.." pinta gurunya,
"Baik guru, arman akan berjanji akan mewujudkan mimpi guru, untuk menyatukan seluruh ras yang ada didunia ini..." sumpah arman seraya menerima cincin pemberian guru bahar yang berisikan beberapa senjata kuno, buku beladiri serta harta yang selama ini dimiliki oleh guru bahar.
"Terima kasih, guru bangga bisa memilikui murid seperti kalian, sekarang kalian tinggalkan guru sendirian disini, kalian langsung menuju ke Desa sepaku untuk bertemu Sahabat guru yang bernama Rasyid, perlihatkan cincin milik kalian dan dia akan paham dan mengerti semuanya." pinta guru, seraya mendorong arman dan ridho.
"Tapi Guru...!!!!" teriak arman yang tidak ingin meninggalkan guru bahar sendirian, namun dia mesti meninggalkan kota semoi segera, karena anggota badik merah telah menyebar dimana-mana.
Ridho lantas menarik tangan arman dan segera berlari dari lokasi itu, mereka berdua lantas kabur meninggalkan guru bahar, kini tertinggal guru bahar sendirian yang menunggu sisa-sisa waktunya berada didunia ini.
Guru bahar teringat akan masa lalu dimana dia pertama kali bertemu dengan ridho dan arman disebuah gubuk tua yang tidak layak huni, dia lantas mengajak kedua anak itu untuk hidup bersama dirinya, kala itu arman masih berusia 10 tahun dan ridho berusia 15 tahun.
"Guru berharap kalian bisa mewujudkan mimpi dari guru kalian ini, dimana itu merupakan mimpi dari leluhur guruku, terutama kamu man, guru melihat kamu sangat berbakat dan bisa mewujudkan mimpi itu, selamat tinggal muridku tersayang," ucap guru bahar sebelum menutup mata untuk selamanya.