Kedai Kyoto mulai ramai saat malam tiba Kyoto dan Emi sedikit kesulitan mengatasi pelanggan-pelanggan yang kelaparan itu.
Emi yang sibuk mengelap meja kotor, menerima pesanan, mengambilkan pesanan sampai tidak ada kata istirahat. Kyoto yang memasak di dapur pun sangat sibuk mulai merebus, menggoreng, mengkukus, memanggang dan kesibukan lainnya.
"Nona, tolong ambilkan Bir untuk ku." Pelanggan yang berada di meja nomer tiga mengangka tangannya.
"Tunggu sebentar pak, akan aku ambilkan." Emi yang masih mencatat pesanan di meja nomer satu
"Kyoto tolong beri aku ramen dua porsi." Kakek tua yang ada di depan dapur menunggu.
"Baik kek, akan aku siapkan." Kyoto memalingkan wajahnya ke kakek itu sekejap dan melanjutkan untuk merebus mie.
"Bir untuk meja nomer dua." Emi berjalan menuju meja nomer 2
"Terima kasih nona. Siapa namamu? Kau pegawai baru disini bukan?" Pelanggan itu bertanya dengan tersenyum.
"Namaku Emi, aku baru saja bekerja di sini." Emi membalas senyuman itu.
"Oh… Ya sudah lanjutkan pekerjaanmu" Pelanggan itu sangat senang.
"Baik." Emi langsung berpindah menuju meja selanjutnya.
Hari sudah mulai tengah malam Kyoto dan Emi beristirahat sejenak untuk bernafas dengan lega.
"Bagaimana Emi? Kau terlihat sangat kelelahan" Sambil memberikan air putih.
"Terima kasih. Ini tidak seperti yang aku bayangkan." Menerima minuman dari Kyoto.
"Hahaha, aku juga baru pertama kalinya untuk memasak di dapur sendirian." Dengan tertawa lepas.
"Mungkin berat badanku turun sekarang karena banyak keringat yang aku keluarkan." Emi begitu khawatir.
"Tak masalah aku sudah memasak daging sapi untuk makan malam kita hari ini" Kyoto menunjuk panji yang ada di dapur.
"Wah… Ini yang aku inginkan tiap malam makan enak." Emi langsung bersemangat.
"Tunggu aku lihat dulu mungkin sudah meresap bumbu yang aku masukan tadi." Kyoto menuju dapur.
"Baiklah aku tunggu." Emi menuju meja makan dekat dapur.
"Ini dia, Sup Daging Sapi khas kedai Kyoto. Beda dengan yang lain." Kyoto menyajikan sup dengan kuah yang berwarna emas bening.
"Wow… apa ini ? Minyak? Sebentar aku coba dulu." Emi mengambil sendok plastic untuk meminum kuahnya.
Saat di coba Emi merasakan kuah tersebut ada yang aneh dari kuah sebelumnya.
"Sebentar, ini kaldu ayam! Bagaimana mungkin kau sajikan dengan daging sapi seperti ini?" Emi terkejut.
"Aku hanya memasukan daging ayam ke dalam kuah itu agar sedikit berasa saja." Kyoto sedikit merahasiakan.
"Oh… Begitu ternyata." Emi mulai memakan daging sapinya.
Saat membelah daging sapi dengan sumpit tak di sangka sangat empuk sekali dan mudah untuk di belah, saat Emi memulai memakan daging itu kuah dan daging yang empuk itu sangat lezat di lidah.
"Hemm… Baru kali ini aku makan sup sapi sangat lezat" Wajah senang dan mata tertutup seakan meluapkan kelezatan masakan Kyoto.
Kyoto yang melihat wajah Emi ikut merasa senang karena masakan yang dia buat sangatlah lezat.
"Jika sudah kita beres-beres lalu istirahat untuk besok upacara pembukaan." Kyoto membereskan dapur sedangkan Emi masih menikmati masakan Kyoto.
"booik…" Dengan mulut yang masih menguyah suara Emi menjadi buruk.
Setelah semuanya selesai Emi mandi untuk menyegarkan ubuhnya sedangkan Kyoto menuju ruang keluarga untuk menonton siaran tv sejenak.
Setelah menunggu cukup lama Emi keluar dari kamar mandi dan menggunakan baju tidur milik ibu Kyoto.
"Kyoto bak mandinya sudah siap" Emi berjalan menuju ruang tamu.
"Baik Ibu…" Tak sadarkan diri karena baju yang di gunakan Emi adalah milik ibunya.
"Kyoto, ini aku Emi! Dasar aneh." Emi sedikit malu saat mengenakan baju itu.
"He… Heeh… Emi? Kenapa kau menggunkana baju ibuku.?" Kyoto kaget dan terjungkal kebelakang.
"Kau tidak apa? Karena aku tak punya baju lagi jadi aku pakai baju ibu kamu yang masih bagus." Emi khawatir dengan Kyoto yang terjungkal kaget.
"Tidak apa-apa, ya sudah aku ke kamar mandi dulu." Kyoto berdiri berjalan menuju kamar mandi.
"Dasar Kyoto mentang-mentang aku pakai baju ini jadi genit begitu matanya." Emi merasa kesal di hatinya.
Emi duduk di depan tv dan bersantai sembari memakan jeruk mandarin yang ada di meja.
Tak perlu waktu lama Kyoto sudah selesai mandi dan menuju ke ruang keluarga untuk bergabung dengan Emi.
"Aku pulang." Terdengar suara dari depan rumah.
"Selamat datang."Kyoto lansung berdiri dan menengok ke depan rumah.
Ternyata Takeshi yang pulang dari luar kota. Dengan sedikit terkejut Kyoto mendatangi ayahnya.
"Kenapa ayah sudah pulang?" Kyoto memegangi Tas yang di bawa Takeshi.
"Ayah terlalu capek untuk kerja di luar kota, mungkin besok aku akan membuka kedai ini kembali sendiri." Takeshi yang sangat kelelahan membuka sepatunya.
Emi penasaran siapa yang datang dan ikut menengok ke depan rumah.
"Eh… Emi ini Ayah aku dia baru saja pulang tanpa memberitahuku." Kyoto memperkenalkan ayahnya.
"Selamat datang Pak. Namaku Emilia bisa di panggil Emi." Dengan memberikan jabat tangan.
"Oh… Aku Takeshi, panggil saja sesukamu saja." Takeshi membalas jabat tangan Emi.
"Baik paman." Emi tersenyum.
Takeshi pun menuju ke kamar tidur untuk bersiap-siap mandi malam itu, sedangkan Kyoto dan Emi kembali ke ruang keluarga untuk menonton tv.
Tidak lama Takeshi keluar dari kamarnya. "Kyoto tolong buatkan ayah sesuatu yang enak di makan, perut ayah lapar." Dengan mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Sudah ada di kompor Sup daging sapi jika ayah ingin panas nyalakan saja kompornya." Kyoto yang masih melihat tv.
"Benarkah? Coba aku lihat." Takeshi segera menuju dapur.
Emi ikut ke dapur untuk membantu Takeshi
"Heem… Kelihatannya enak dari aroma sangat pas." Takeshi menyalakan kompor.
"Paman ingin teh atau kopi?" Emi menyiapkan gelas.
"Beri aku teh saja, aku juga ingin istirahat setelah makan." Takeshi mengeluarkan bahan lain untuk di tambahkan di sup daging.
"Baiklah, Kyoto kau ingin the juga!?" Emi sedikit berteriak.
"Beri aku apa saja." Kyoto masih focus di depan tv tersebut.
Emi yang sibuk menyiapkan teh dan Takeshi menyiapkan sup daging untuk bertiga.
Tak butuh waktu lama Emi menyiapkan the untuk Takeshi dan Kyoto dan di letakan di meja makan.
"Kyoto tehmu sudah jadi cepat kemari." Emi memanggil dengan lembut.
"Sebentar." Kyoto tak memalingkan wajahnya.
"Kyoto buruan kita makan lagi malam ini." Takeshi memanggilnya.
"Baiklah." Kyoto segera mematikan tv dan berpindah menuju ruang makan.
Setelah semua berkumpul di meja makan yang penuh sekali hidangan pembuka dan penutup yang di buat Takeshi, mereka bertiga makan bersama.
"Aku teringat kembali saat ibumu masih di sini Kyoto" Takeshi sedikit sedih.
"Sudah ayah jangan bahas ibu dulu aku tak mau suasanaku berubah menjadi sedih." Kyoto mengambil semangkuk nasi.
"Waktunya makan dulu, jangan berfikir yang aneh-aneh" Emi menenangkan suasana.
"Kau benar Emi mari kita makan." Takeshi segera mengambil semangkuk nasi.
Terlihat di ruang makan yang sangat senang sekali, Kyoto yang mendengar lelucon ayahnya. Emi yang sedang makan dan mendengarkan percakapan mereka berdua. Sungguh seperti keluarga yang lengkap.
Keluarga baru yang terlahir saat itu.
"Emi bagaimana kau menjadi keluarga kami di sini?" Takeshi memberi pertanyaan.
"Aku? Tidak mungkin." Emi masih belum percaya.
"Tak masalah jadilah keluarga kami." Kyotopun membujuknya
"Anu…" Emi bingung.
"Kau bisa bertemu dengan keluargamu kapan saja di luar kota sana dan juga kau keluarga kami di sini." Kyoto memberikan saran.
"Baiklah tidak masalah karena kamu sudah banyak membantuku." Emi menerimanya dan tersenyum.
"Mulai besok tak perlu panggil aku paman, panggil saja ayah." Takeshi tersenyum.
"Baik paman eh… Ayah hehehe." Dengan tertawa pelan.