Chereads / Setelah Malam Itu / Chapter 26 - 26. Calon Anak Lelakiku

Chapter 26 - 26. Calon Anak Lelakiku

Hari itu Merry bertekad untuk menunggu Karen di sekitar kompleks perumahannya. Karena dia sangat penasaran pada wanita yang sudah membuat Rafael menjauh darinya itu.

Ketika jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sosok bayangan perempuan berjalan perlahan dengan hati hati.

Merry menyipitkan matanya, membandingkan foto Karen yang ada di dalam sosial media yang dia dapat dan perempuan yang kini berjalan semakin mendekat ke arahnya.

"Jadi dia?" gumam Merry tak percaya.

Wanita itu kini agak gemuk daripada yang ada di dalam foto. Dan wajahnya sedikit bulat mungkin efek dari kehamilannya.

Saat Merry hendak keluar dari persembunyiannya. Dia berhenti karena melihat Rafael tiba tiba muncul dan berjalan di samping Karen.

Lelaki itu membawakan kantong belanjaan Karen. Lalu tersenyum, dan mencoba merebut kantong itu saat Karen menolak untuk dibantu.

Dan hal itu membuat Merry meradang karena sikap Rafael jauh berbeda ketika memperlakukannya.

Merry mencoba menghubungi Rafael. Namun lelaki itu terlihat ragu untuk mengangkatnya.

Hingga tak berapa lama kemudian, Rafael akhirnya mengangkatnya.

"Kau ada di mana sekarang?" tanya Merry, dia menahan perasaan kecewanya pada Rafael.

"Aku—sedang ada di lokasi syuting. Ada apa?" Rafael jelas berbohong pada Merry.

"Benarkah?"

"Hmm tentu saja, kenapa?"

"Oh tidak apa apa, kapan kau mengunjungiku?"

Lama Rafael tak menjawab. Lelaki itu sudah mulai memasuki rumah yang disewa oleh Karen.

"Entahlah, mungkin aku akan sibuk beberapa hari ini."

"Baiklah kalau begitu."

**

Merry mengepalkan tangannya, dia sudah merasa jika Rafael memang sudah berpaling darinya. Ia pikir Rafael mau membantunya karena kasihan saja bukan lebih.

Berbeda sikap Rafael pada wanita itu. Merry tidak pernah melihat Rafael terlihat seperti tadi.

"Kenapa? Kenapa harus wanita kampungan itu?" gumam Merry tak percaya.

**

Rafael membantu memasukkan bahan masakan ke dalam kulkas milik Karen. Lalu dia melihat ke sekeliling rumah itu, rumah tersebut tampak sempit dan kumuh baginya, dan ia pikir rumah tersebut tidak sehat untuk Karen dan bayinya nanti.

"Apa kau tak berniat untuk pindah dari sini?" tanya Rafael.

"Kenapa? Kau mau menampungku?"

"Kalau kau tidak keberatan, aku akan memberikanmu tempat tinggal yang layak."

Karen menatap Rafael. Pandangannya terhadap lelaki itu entah mengapa jadi berubah drastis. Dulu dia sangat memujanya, tapi saat ini. Setelah dia sempat menelantarkannya. Hatinya jadi menjadi dingin pada Rafael.

"Terima kasih, tapi aku bisa mengurus diriku sendiri," jawab Karen. Dia berjalan menuju dapur dan hendak memasak. Masakan sederhana yang tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memasaknya.

Sementara itu Rafael yang tidak tahan melihat ruangan berantakan itu mencoba untuk membersihkannya dan merapikannya.

Hingga tak berapa lama kemudian terdengar suara langkah mendekat kemudian membuka pintu.

Rafael sempat membeku sebentar saat melihat seorang wanita yang ia tanyai alamat beberapa waktu yang lalu. Ia tak sempat bersembunyi. Ah sial!

"Kau … bukankah … kau …?" Ruri tahu jika yang dia lihat adalah Rafael, si penyanyi terkenal yang tengah naik daun itu. Namun kenapa lelaki itu ada di sini?

"Oh, hai?" sapa Rafael canggung. Ia mengangkat satu tanganya dengan canggung dan menyapa Ruri.

Karen keluar lalu bertatapan dengan Ruri, Ruri menatap Karen seakan berkata, dia kekasihmu?

"Kau pasti lelah, bagaimana kalau kau mandi dulu lalu kita makan?" Karen lalu mengajak Ruri masuk ke dalam kemudian memaksa temannya itu mandi.

Tak lama Karen keluar kemudian menyuruh Rafael pulang.

"Aku yakin kau sangat sibuk, jadi lebih baik kau pulang. Aku akan menjelaskan pada temanku. Jika dia salah lihat, kau bukanlah Rafael kau hanya seorang lelaki yang mirip dengan Rafael."

Rafael menatap wajah Karen.

"Apa kau tau?"

Karen terdiam.

"Kalau wanita yang sedang hamil terlihat cantik, maka dia anaknya adalah lelaki."

Karen tak tahu harus berkata apa pada Rafael. Ia tidak menyangka jika Rafael akan berkata hal yang tidak masuk akal itu padanya.

"Oke, silakan kau pulang sekarang," usir Karen.

"Kau mengusirku?"

"Bukan, tapi mungkin—iya."

"Aku ingin makan malam di sini."

"Dan kau ingin ketahuan jika kau adalah Rafael?"

Rafael diam sejenak, ia tidak mau. Tapi ia juga ingin makan malam dengan Karen.

"Pikirkan masalah tadi, aku akan siapkan rumah untukmu," bujuk Rafael. "Kau tidak perlu kerja."

"Terima kasih untuk tawarannya, aku akan memikirkannya." Karen mendorong pelan tubuh Rafael ketika dia mendengar suara Ruri yang terdengar mendekat.

Ruri mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Rafael. Namun dia tidak menemukannya. Ke mana lelaki itu?

"Karen, bukankah tadi—Rafael?"

"Bukan, kau salah lihat. Kau pasti sedang kelelahan," kekeh Karen canggung.

"Benarkah? Tapi suaranya mirip lho."

"Tidak, kau pasti salah."

**

Rafael masuk ke apartemennya. Dia terkejut ketika mendapati Merry sudah ada di ruang tamu dan duduk manis di sana.

"Kau—" Rafael terkejut.

"Katanya dia ingin menunggumu." Liam menunjuk Merry yang sedang duduk dengan matanya. "Aku akan pergi, karena ada jadwal penting."

"Ke mana?" tanya Rafael. "Makan malam dengan kru, kupikir kau sudah diberitahu oleh manajer kita."

"Oh."

Akhirnya Rafael membiarkan Liam pergi, dan terpaksa bersama dengan Merry di sana.

"Kupikir kau sedang syuting," sindir Merry.

"Oh itu sudah selesai, jadi aku pulang."

"Kau ingin makan sesuatu?"

"Tidak, terima kasih. Aku ingin tidur. Bagaimana dengan pekerjaanmu di salon, kapan kau akan bekerja di sana?"

"Lusa aku sudah bisa bekerja di sana."

Seharusnya Merry pamit pulang ketika Rafael mengatakan jika dia ingin tidur. Namun sepertinya perkataan itu tidak dianggap oleh Merry, karena wanita itu masih bertengger di sana dan menunggu Rafael mengatakan sesuatu.

"Rafael, apa ada yang sedang kau sembunyikan dariku?" tanya Merry memancing Rafael.

Dulu Rafael begitu menyukainya, sampai rahasia terkecilnya pun dia tahu. Jika saat ini Rafael mau berkata jujur padanya, mungkin Rafael masih memiliki perasaan padanya.

Rafael tampak berpikir sebentar. "Tidak ada," jawab Rafael sambil menggeleng.

"Kau yakin?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Aku hanya penasaran saja, karena kau seperti menyembunyikan sesuatu dariku."

Rafael terkekeh canggung. Ia menyandarkan kepalanya di sofa. Lalu memejamkan matanya.

"Apakah kau masih menyukaiku?" tanya Merry tiba tiba yang membuat maat Rafael sontak terbuka.

"Aku hanya bertanya—barangkali—"

"Tidak, Merry."

"Kenapa?"

"…"

"Jika tidak, tapi kenapa kau menolongku?"

Rafael mengerutkan keningnya. Kenapa Merry tiba tiba bertanya seperti itu padanya?

"Aku ingin menyelamatkanmu dari lelaki itu. Hanya itu, aku tak ingin kamu terluka."

"Iya, tapi kenapa kau tidak ingin aku terluka? Setidaknya kau memiliki alasan khusus kan?"

Rafael semakin tidak mengerti. Mengapa dia harus mempunyai alasan untuk menolongnya?

"Karena aku mengenalmu," jawab Rafael akhirnya.