Chereads / Setelah Malam Itu / Chapter 28 - 28. Pura pura Menikah

Chapter 28 - 28. Pura pura Menikah

Rafael bersama dengan manajernya bertemu dengan Cindy di gedung stasiun TV yang nantinya akan menayangkan Variety show mereka berdua.

Liam tidak bersama dengan Rafael, sebab pasangannya baru bisa bertemu setelah acara radionya selesai nanti sore.

"Kalau kau bisa membuat chemistry yang bagus bersama dengan Cindy, aku yakin fans kalian akan menjodohkan kalian. Dan jika sampai hal itu terjadi, itu artinya kau sukses," kata manajer Rafael yang duduk di sebelah Rafael.

Rafael merasa tidak tertarik dengan obrolan yang dibuat oleh manajernya tersebut. Karena pikirannya saat ini sedang melayang ke Karen yang saat ini sudah pindah ke sebuah rumah kecil milik Rafael.

"Cindy itu baik, maksudku—karir dia selama ini berjalan mulus. Dia tidak pernah terlibat dalam skandal yang buruk. Jadi—"

"Kau sudah seperti ingin menjodohkanku dengannya, padahal acara ini belum dimulai," potong Rafael.

"Sorry, tapi aku ingin memberikanmu saran yang bagus untuk karirmu. Kau tahu kan Samuel? Setelah membintangi Variety ini, dia menjadi sangat terkenal. Bahkan album solonya saja terjual laris karena fans memiliki teori jika lagu lagu itu diciptakan untuk pasangannya di PPM."

"PPM?" Rafel menaikkan satu alisnya.

"Pura pura Menikah," kekeh manajer Rafael, ia tertawa kecil. Namun ketika melihat Rafael sama sekali tidak tersenyum, ia pun mengatupkan kedua bibirnya.

"Maafkan saya, karena baru saja ada acara tadi." Suara seorang wanita membuat manajer Rafael menoleh, ia kemudian menyapa Cindy dengan ramah. Atau bisa dibilang terlalu ramah, karena manajer Rafael itu adalah penggemar beratnya Cindy.

"Tidak apa apa, kami juga baru saja sampai kok," kata manajernya. Rafael pun berdiri dan menjabat tangan Cindy.

"Aku akan meninggalkan kalian berdua, ini adalah script untukmu Rafael. Nona Cindy sudah mendapatkannya, kan?"

Cindy pun tersenyum kemudian mengangguk.

Manajer Rafael lalu pergi dari hadapan mereka berdua setelah dirasa kehadirannya tidak dibutuhkan lagi.

"Mau minum apa?" tanya Rafael, aku akan memesankan minuman dulu untukmu." Rafael melirik ke arah outlite yang berada tak jauh darinya. Karena dia saat ini berada di kafe di dalam stasiun tv tersebut.

"Aku ingin minum air mineral saja, aku masih harus mempertahankan berat badanku," sahut Cindy.

Rafael pun memesankan minuman untuk Cindy, sementara itu Cindy tengah mempelajari script untuk pembukaan acara nanti. Terkadang dia tersenyum sambil menyibakan rambutnya yang panjang ke belakang telinganya.

Sedikit pun ketika Rafael melihat Cindy, dia tidak memiliki rasa apa apa. Itu lah hal yang ia takutkan, bahkan dia tidak melihat Cindy sebagai wanita melainkan rekan kerja saja.

Rafael membawa satu botol air mineral dan Americano untuk dirinya sendiri.

"Jadi bagaimana?" tanya Rafael memecah konsentrasi Cindy.

"Aku suka."

"…Ya?"

"Maksudku aku menyukai konsep ini, nanti pertama kali scene muncul aku akan mengenakan wedding dress," jelas Cindy dengan senang.

"Oh begitu ya."

"Aku takut jika nanti fansmu akan protes jika aku bersanding denganmu," kekeh Cindy.

Rafael hanya tersenyum. Bukan itu yang dia takutkan, melainkan Karen yang pasti akan menonton acara ini nantinya.

"Sebenarnya—aku menyukaimu, maksudku aku penggemarmu," ungkap Cindy tiba tiba. "Jadi, mungkin nanti aku tidak akan mengalami kesulitan untuk menjiwai peranku di sini."

**

Karen bosan setengah mati di dalam rumah itu. Setelah dia menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Dia pun duduk di depan televisi dan menonton berita yang terjadi pada selebriti saat ini.

Perutnya tiba tiba mulas, ketika yang dibahas dalam berita adalah Rafael yang akan menjadi pasangan di acara PPM.

Karen tidak tahu kapan Rafael dan Cindy melakukan wawancara tersebut. Namun melihat mereka duduk berdua seperti itu membuat dadanya terasa sesak.

"Seharusnya bintang dengan bintang, bukan kentang," gumam Karen.

Ia merasa bimbang dengan pilihannya sekarang. Jika ia harus mundur pun sepertinya terlambat karena dia sudah pindah ke sana.

Dia bahkan sudah menyerahkan hidupnya saat ini pada Rafael.

Ponsel Karen berbunyi, ia pikir telepon dari Rafael. Tapi ternyata dari Rafka.

Ia jadi teringat jika ketika dia mengundurkan diri dari sana, Rafka tidak mengetahuinya.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Rafka.

"Baik, ada apa? Apa ada masalah di pekerjaan?" Karen bertanya khawatir.

"Oh tidak, kau jangan khawatir masalah itu. Aku hanya ingin mengetahui kabarmu saja."

Karen tersenyum. "Aku baik."

"Kau sudah pindah dari rumah itu ya?"

"Iya, tadi pagi. Apa kau datang ke sana?"

"Hmm iya, karena aku ingin memberikan kenang-kenangan dari anak anak. Meski kau belum lama bekerja dengan kami, setidaknya kami ingin memberikan hadiah untukmu."

Sesaat, Karen merasa terharu. Padahal dia bekerja di sana belum ada tiga bulan. Namun teman temannya di sana sangat memerhatikannya.

"Terima kasih," kata Karen.

"Jadi, bagaimana dengan hadiah ini?"

"Oh itu—bagaimana kalau kita bertemu di luar saja?"

**

Rafael membawa dua kantong plastik yang berisi makanan untuk Karen. Dia sejujurnya merasa bersalah karena sudah membuat wanita itu berada di rumah sendirian selama seharian ini.

Padahal dia baru saja pindah di sana dan belum bisa beradaptasi saat ini.

Namun Rafael penasaran karena lampu di dalam rumah itu masih belum menyala.

"Apa dia tidur?" gumam Rafael.

Sudah jam tujuh, tapi mana mungkin Karen tidur secepat itu?

Ketika Rafael mencoba untuk menekan bel pintu. Karen tak kunjung membukanya, membuat Rafael khawatir kemudian menghubungi ponsel Karen.

"Kau ada di mana sekarang?" tanya Rafael.

"Aku sedang ada urusan dengan temanku."

"Di mana?"

Hening.

"Aku sudah ada dalam perjalanan pulang."

"Karen, ingat kau sedang hamil saat ini," kata Rafael mengingatkan.

"Aku tahu. Dan aku stress jika seharian di dalam rumah itu dan tidak ada teman yang bisa aku ajak bicara."

Tak lama kemudian, Karen turun dari sebuah mobil taksi. Dia membawa sebuah boneka beruang yang sangat besar, bahkan sampai dua kali lipat lebih besar dari tubuhnya.

"Dari siapa?"

"Dari teman kerjaku," jawab Karen, ia mendahului Rafael kemudian membuka pintu rumah tersebut.

"Kenapa kau menerimanya?"

"Ini dari teman temanku, memangnya ada apa?"

"Kau menyukai lelaki itu ya," tebak Rafael.

Karen menghela napasnya. "Menyukai atau tidak itu haknya, kau tidak bisa melarangnya," balas Karen setengah kesal.

"Kau marah padaku?"

"Tidak."

"Lalu kenapa kau seperti ini?"

"Aku lelah, hanya lelah," jawab Karen.

"Aku membawakanmu makanan."

"Tapi aku sudah makan."