Waktu itu....
Hampir dua minggu mereka berdua menghabiskan waktu di hotel. Kebersamaan mereka berdua membuat Karen dan Rafael semakin dekat. Bukan sebagai fans dan idolanya namun mungkin sebagai teman atau bahkan lebih.
Perasaan Karen tak bisa diragukan lagi. Karena ia menyukai Rafael sebelum ia bertemu langsung seperti saat itu. Namun Rafael, perasaannya mulai tumbuh saat mereka setiap hari selalu bersama. Melalui malam yang panas berdua.
Karen cantik. Sangat cantik malah, perempuan bertubuh mungil dengan rambut panjang dan wajahnya yang juga mungil. Bibirnya kecil dan saat tersenyum terbentuk setengah bulan pada matanya. Jadi tak mungkin jika Rafael tidak menyukai perempuan tersebut.
"Aku sangat menyukaimu." ucap Karen saat mereka berada di dalam kamar hotel.
"Aku tau." Rafael menatap langit malam yang semakin pekat.
"Tapi bukan sebagai fans kepada idolanya."
Rafael menoleh ke arah Karen kaget.
"Lalu...?"
"Sebagai seorang wanita pada pria. Awalnya aku juga tidak tau mengapa perasaanku bisa berubah seperti ini. Tapi kebersamaan kita setiap hari membuat perasaan itu semakin tumbuh setiap harinya. Hingga aku merasa sangat egois dan menginginkanmu lebih."
Rafael mendekatkan dirinya pada Karen. Ia tatap wajah Karen begitu dekat. Hingga hanya tersisa sedikit jarak diantara mereka.
Karen juga mendekatkan wajahnya dan melihat bibir Rafael. Ia menelan ludahnya. Pikiran kotornya terlintas di otaknya. Namun terlambat, karena aksinya lebih cepat daripada apa yang ada dipikirannya waktu itu.
Ia mengecup pelan bibir Rafael. Dan setelah sekian detik Karen tersadar dan meminta maaf pada Rafael.
"Maafkan aku." Karen menunduk seperti menyesali perbuatannya Pada Rafael.
Ia sangat takut jika Rafael tiba-tiba membencinya saat itu.
Namun respon dari Rafael sangat tidak di sangka. Rafael menarik punggung Karen, ia dekatkan dan sejajarkan hingga tepat di depannya.
Rafael membalas dan mencium bibir mungil Karen tersebut. Karen hanya menutup matanya dan mengikuti permainan dari Rafael. Hingga pada akhirnya ia harus menyerahkan keperawanannya pada pria tersebut.
**
"Kau tak menjenguk Ken hari ini??? Nana dan Galen sudah ada di bawah menunggumu." ucapan dari ibu Karen mengejutkannya.
Kenangan itu terlintas begitu saja di benak Karen. Ia teringat jika dulu pernah melakukan hal terlarang itu pada Rafael hingga beberapa kali di hotel tersebut.
Karen mengirimkan pesan pada Rafael. Ia meninggalkan nomor ponselnya. Berharap Rafael akan menghubunginya.
**
Saat itu....
Karen membuka matanya dan melihat di sampingnya sudah ada Rafael yang masih tertidur dengan lengan sebagai bantalnya. Ia menatap laki-laki tersebut dengan perasaan senang namun juga takut.
Sudah beberapa kali dia melakukan hubungan terlarang tersebut dengan Rafael. Karen sangat takut jika nantinya dia akan hamil dan Rafael tak mau bertanggung jawab. Apa yang harus ia lakukan? Namun meski berpikir begitu, ia masih saja melakukan hal tersebut tiap kali Rafael meminta.
"Kau sudah bangun?" tanya Rafael ia mengerjapkan matanya dan memandang Karen yang terlihat mencemaskan sesuatu.
"Hmmm.. Tidurmu nyenyak?" Karen mendekatkan badannya pada Rafael lalu mengeratkan lengannya pada punggung Rafael.
"Iya, berkat semalam. Aku bisa tidur nyenyak." Rafael mengecup kening Karen dan membalas pelukannya.
"Aku takut." Mata Karen menatap Rafael ujung jarinya menyentuh bibir lelaki yang sudah mendapatkan keperawanannya tersebut.
"Takut kenapa?"
"Bagaimana jika aku hamil?" tanya Karen, ia menenggelamkan wajahnya ke dalam dada Rafael. Ia tak berani menatap wajahnya karena malu.
"Aku akan bertanggung jawab."
"Bohong. Setelah kita keluar dari sini. Mungkin, bisa saja kau akan berpura-pura untuk tak mengenaliku. Lagi pula, kau adalah selebriti, sedang aku hanya orang biasa. Hal semacam ini bisa saja merusak image-mu selama ini." Kalimat itu selalu dikatakan oleh Karen. Seakan memang hal itu yang ia takutkan.
"Tidak. Aku akan bertanggung jawab jika benar nanti kau hamil."
***
"Kau ngelamunin apa? Sejak tadi aku lihat kau cuma diam dan sibuk dengan ponselmu." tanya Nana yang melihat gelagat aneh pada temannya tersebut.
"Hm, tidak. Aku hanya sedikit cemas."
"Cemas kenapa?" sahut Galen.
"Karena Ken? Tenang saja, beberapa minggu lagi mungkin dia akan sadar. Yang penting kita terus mendoakannya agar ia lekas membaik."
'Ken? Laki-laki itu pasti akan membunuh Rafael jika ketauan aku hamil dengannya.'
Karen sangat tau persis jika Ken sangat protektif padanya. Meskipun ia selalu mengatakan jika ia tidak menyukai sikap Ken yang terlalu protektif itu namun tetap saja ia melakukan hal-hal yang membuat Karen malah tidak nyaman.
"Kau serius tidak apa-apa?" tanya Nana kembali.
Ia tidak puas dengan jawaban Karen yang dikatakan tadi. Karen benar-benar berbeda jika sedang memiliki masalah.
"Aku malu mengatakannya padamu."
"Memangnya mengenai hal apa?"
"Aku akan menceritakan nanti setelah pulang dari rumah sakit. Jangan beritahu hal ini pada Galen." pinta Karen, ia sudah bingung harus menceritakan masalahnya jika bukan pada Nana.
***
Karen duduk di sebuah kafe menunggu Nana yang sedang pergi memesan beberapa minuman untuk mereka. Setelah menjenguk Ken ia memutuskan untuk berbicara masalahnya di sebuah kafe yang tak jauh dari rumah sakit tempat Ken di rawat.
Galen tidak ikut karena memang Karen dan Nana merahasiakan hal tersebut darinya.
Nana kembali ke meja dengan dua gelas es Americano. Ia memandang Karen yang terus terpaku pada ponselnya.
"Ada yang sedang menganggu pikiranmu?" tanya Nana begitu duduk di depan Karen.
Karen mengangguk dan menatap Nana memelas.
"Ceritakan, sebenarnya apa yang sedang terjadi? Apa ini ada hubungannya dengan kau dan Rafael saat di hotel waktu itu?"
Karen mengangguk kembali.
"Kenapa?? Kau menyukainya?? Kau-"
"Lebih dari itu." Karen memotong kalimat Nana dan membuattemannya tersebut berpikir keras.
"Kau berkencan dengannya?"
Karen menggeleng, " Aku.. Aku.. Hamil."
Nana langsung diam. Dia menatap wajah Karen seakan tak percaya dengan apa yang diucapkannya baru saja. Bagaimana bisa dia hamil dengan Rafael. Apalagi mereka hanya mengenal beberapa hari.
Nana memang selalu membela diri di depan Ken. Mengatakan jika Karen sudah dewasa. Jadi wajar dia melakukan hal itu. Namun itu dia mengatakannya tidak sungguh-sungguh.
"Dasar laki-laki brengsek." umpat Nana ia memandang Karen yang sangat pasrah dengan nasibnya.
"Sebenarnya bukan dia yang brengsek tapi aku. Karena aku mau saja ketika dia memintanya."
Nana menghela napas beratnya berkali-kali entah apa yang dipikirkannya saat itu. Tapi dia tetap tak habis pikir dengan Karen mengapa ia semudah itu melepas keperawanannya pada laki-laki yang belum jelas akan bertanggung jawab.
"Lalu kau akan bagaimana setelah ini."
"Aku akan keluar dari pekerjaanku yang sekarang dan pindah ke kota untuk menemuinya."
"Kau tak ingin memberitau keadaanmu padanya?"
"Aku sudah menghubunginya. Tapi belum ia balas."
"Lalu bagaimana jika ia tak mau bertanggung jawab. Coba pikirkan sekali lagi, dia itu seorang seleb dan sekarang dia menjadi sorotan saat ini. Akan menjadi sangat risiko untuk karirnya jika dia terlibat hal seperti ini."
Karen mengangguk mengerti dan mengelus perutnya yang belum membesar.
Ia menyadari jika dirinya hamil saat melihat kalender bulanannya.