Semua mata tertuju pada sosok Namara yang terlihat seperti domba yang berjuang di tengah-tengah kelompok serigala. Dia seperti makhluk lemah yang ditindas oleh orang-orang kuat.
Para tetua masih menurunkan hujan lava yang beberapa tetesnya sudah menjatuhi tubuh Namara. Tidak ada belas kasihan, dari awal mereka memang ingin menyiksanya.
Namara menatap semua orang dengan tatapan dingin. Bibirnya mulai berkecumik membacakan mantra. Kali ini dia tidak membiarkan siapa pun mengganggunya.
Sembari merapalkan mantra, dia melompat bergerak menghindari hujan lava. Satu tetes lagi jatuh mendarat di punggungnya. Namara mengepalkan tangannya dengan kuat. Sangat kuat sampai-sampai kuku jarinya melukai telapak tangannya.
Seluruh tubuhnya digerogoti oleh rasa sakit. Namun, dia memaksa dirinya untuk tidak menjerit atau sihir itu tidak akan pernah bisa dirapalkan sampai selesai.
