Chereads / Nikah Siri / Chapter 20 - Bab 20~Perbedaan Nikah Resmi dan Nikah Siri

Chapter 20 - Bab 20~Perbedaan Nikah Resmi dan Nikah Siri

Malem kakak-kakak adek-adek Bab kali ini, kita membahas tentang ⬇

Perbedaan pernikahan Resmi dan Siri Kelebihan dan Kekurangannya

Yuk kita bahas disini...Kisahnya Nay dan Rey di BAB selanjutnya ya kakak-kakak. Thanks for reading

#Pernikahan menurut saya pribadi

Pernikahan adalah sesuatu yang di inginkan oleh semua orang. Pernikahan adalah penyempurna separuh agama. Pernikahan merupakan janji atau ikrar yang di ucapkan 2 mempelai kepada Tuhannya. Pernikahan merupakan kesepakatan kedua belah pihak. Di saksikan oleh seluruh keluarga, didepan penghulu/pendeta/orang yang berjasa menikahkan, dengan membutuhkan 2 orang saksi, dan harus dengan seorang wali untuk mempelai wanita.

Pernikahan dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.

Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, dan kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu.

#Pernikahan di Indonesia

Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang perkawinan, syarat melangsungkan perkawinan adalah

~Ada persetujuan dari kedua belah pihak.

Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua orang tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas.

Bagi yang beragama Islam, dalam perkawinan harus ada (Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI):

Calon istri

Calon suami

Wali nikah

Dua orang

2 orang saksi

~Ijab Qobul

Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: "Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

#Pernikahan Dalam Islam

Sebagaimana Allah SWT menciptakan Nabi Adam dan Hawa. Menjadikan mereka sepasang suami istri baik di surga maupun di dunia. Terlahir keturunannya, anak cucunya hingga beribu-ribu. Dari diciptakannya Adam dari segumpal tanah yang ditiupkan ruh didalamnya, hingga para malaikat dan iblis disuruh bersujud kepadanya, namun Iblis menolak, dan Terusirlah Iblis dari Surga, hingga ditempati lah surga oleh Adam beserta para malaikat. Namun Nabi Adam kesepian dan Nabi Adampun memohon kepada Allah untuk menciptakan teman untuknya di surga, maka terciptalah Siti Hawa dari salah satu tulang rusuk Nabi Adam. Mereka berdua hidup bahagia di surga dimana segala sesuatu yang dibutuhkan sudah ada dan tersedia. Namun iblis tidak menyukai nya, ia menggoda Nabi Adam beserta Hawa untuk memakan sebuah buah yang sudah jelas di larang oleh Allah SWT, namun karena godaan iblis, Nabi Adam dan Hawa pun memakan buah Khuldi tersebut. Hingga Allah menghukum mereka dengan menyuruh mereka tinggal di Bumi, memisahkan mereka bertahun tahun lamanya hingga mereka di pertemukan kembali di bukit Jabal Rahmah. Ma Shaa Allah, setelah berpisah puluhan tahun mereka bertemu dan membuat rumah dibumi untuk mereka tinggali, mereka memiliki banyak anak hingga cucu. Dari sanalah kita semua disebut cucu Adam. Diatas adalah secuplik kisah tentang Nabi Adam A.S beserta sang Istri yakni Siti Hawa.

Yang mau saya sampaikan adalah, kita semua hidup untuk berpasang-pasangan. Sekalipun tidak bertemu pasangan kita di dunia terlanjur ajal kita sudah di depan mata. Maka pasangan mu ada di akhirat nantinya.

"Dan segala sesuatu Kami Ciptakan Berpasang – pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah."(surat Az- Zariyat Ayat 49)

Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah manusia dan merupakan ibadah bagi seorang muslim untuk dapat menyempurnakan iman dan agamanya. Dengan menikah, seseorang telah memikul amanah tanggung jawabnya yang paling besar dalam dirinya terhadap keluarga yang akan ia bimbing dan pelihara menuju jalan kebenaran. Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial itu yakni memelihara kelangsungan jenis manusia, melanjutkan keturunan, melancarkan rezeki, menjaga kehormatan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketenteraman jiwa.

Seperti yang sudah tertera dalam beberapa ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang sebuah pernikahan.

"Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya, dan mengembang-biakan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan; dan bertakwalah kepada Allah swt. yang dengan nama-Nya kamu saling bertanya, terutama mengenai hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah swt. adalah pengawas atas kamu". (An Nisa: 1)

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Ar-Rum:21)

Dan masih banyak lagi, sebaik allah menuliskan banyak Ayat tentang pernikahan dengan menciptakan Nabi Adam dan Hawa, dan Nabi-Nabi setelahnya. Hingga Nabi terakhir kita (penutup para anbiya) Nabi Muhammad SAW. Masih jelas terngiang kisah beliau bersama Sayyidah Khadijah R.A, dimana ketika perpisahan beliau bersama sang istri menjadi perpisahan paling menyedihkan, menjadi perpisahan dan duka yang sangat mendalam bukan hanya bagi Rasulullah, melainkan untuk semua orang untuk semua para sahabat,keluarga ,teman,dan kerabat, hingga kita yang mengerti kisahnya pun akan menangis membacanya. Jika sebuah perpisahan itu mudah. Maka kesedihan Rasulullah  SAW dengan Sayyidah Khadijah RA tidak disebut dengan Amul Huzni, Tahun kesedihan, Tahun duka cita.

#Hukum Nikah

Allah SWT dalam Quran surat An-Nur ayat 32 berfirman mengenai dasar hukum nikah, sebagai berikut:

Arab: وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Latin: wa angkiḥul-ayāmā mingkum waṣ-ṣāliḥīna min 'ibādikum wa imā'ikum, iy yakụnụ fuqarā'a yugnihimullāhu min faḍlih, wallāhu wāsi'un 'alīm

Artinya: Dan nikah kan lah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui"

1. Wajib

Hukum nikah menjadi wajib bila seseorang telah mampu, baik secara fisik maupun finansial. Sedangkan, bila ia tidak segera menikah dikhawatirkan berbuat zina.

2. Sunnah

Dasar hukum nikah menjadi sunnah bila seseorang menginginkan sekali punya anak dan tak mampu mengendalikan diri dari berbuat zina.

3. Makruh

Selanjutnya, hukum nikah makruh. Hal itu terjadi bila seseorang akan menikah tetapi tidak berniat memiliki anak, juga ia mampu menahan diri dari berbuat zina. Padahal, apabila ia menikah ibadah sunnahnya akan terlantar.

4.Mubah

Seseorang yang hendak menikah tetapi mampu menahan nafsunya dari berbuat zina, maka hukum nikahnya adalah mubah. Sementara, ia belum berniat memiliki anak dan seandainya ia menikah ibadah sunnahnya tidak sampai terlantar.

5. Haram

Hukum nikah menjadi haram apabila ia menikah justru akan merugikan istrinya, karena ia tidak mampu memberi nafkah lahir dan batin. Atau, jika menikah, ia akan mencari mata pencaharian yang diharamkan oleh Allah padahal sebenarnya ia sudah berniat menikah dan mampu menahan nafsu dari zina.

Nah kita sudah membahas Pernikahan baik dari Agama dan Negara serta pribadi. Nah sekarang kita membahas tentang  Nikah Siri

#Nikah Siri

Nikah siri merupakan pernikahan di bawah tangan, tidak ada hitam di atas putih. Pernikahan siri Sah secara Agama namun tidak Sah secara Negara, kok bisa begitu??? Karena Nikah Siri Tidak terdaftar di Kantornya Urusan Agama atau KUA.

Nikah siri berarti nikah yang tidak dicatat oleh negara. Hal ini tertuang pada UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan tertulis pada Bab I dasar perkawinan pasal 2 ayat 2: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lantas apa akan timbul masalah dikemudian hari jika pernikahan siri ini di lakukan?

1. Anak

Seorang anak yang sah menurut undang-undang yaitu hasil dari perkawinan yang sah. Ini tercantum dalam UU No.1 tahun 1974 tentang Pernikahan, Pasal 42 Ayat 1: Anak yang sah adalah anak-anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Hal ini merujuk bahwa status anak memiliki hubungan darah dengan kedua orangtuanya. Dalam beberapa kasus tentang hak anak hasil nikah siri terdapat kesusahan dalam pengurusan hak hukum seperti nafkah, warisan, maupun akta kelahiran.

Status anak nikah siri karena tidak dicatat oleh negara maka status anak dikatakan di luar nikah. Secara agama, status anak dari hasil nikah siri mendapat hak sama dengan anak hasil perkawinan sah berdasarkan agama yang tidak selaras dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hal ini bertentangan dengan perundang-undangan yang dinyatakan dalam UU No.1 Tahun 1974 Pasal 43 Ayat 1: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Sehingga risiko akibat ketidaktahuan perempuan terhadap hukum yang berlaku di Indonesia menyebabkannya termasuk golongan yang merugi akibat dari kebodohannya sendiri.

2.Ikatan Tidak Kuat

Karena tidak tercatat dengan resmi di KUA, ikatan pernikahan seakan – akan tidak kuat dan memiliki pondasi yang lemah. Hal ini memang bergantung kepada mereka yang menjalaninya. Akan tetapi seringkali pihak wanita dirugikan dengan ikatan yang lemah seperti ini. Wanita membutuhkan sebuah jaminan yang bisa menjaminnya jika pasangannya tidak setia, jika pasangannya tidak akan meninggalkan dia, jika pasangannya tidak akan mengabaikannya. Itulah mengapa hukum akan melindunginya jika hal yang tidak di inginkan tersebut terjadi ia memiliki badan hukum yang bisa melindunginya juga anak-anaknya, namun jika pernikahan di lakukan dengan siri tidak berbadan hukum maka, tidak akan ada yang bisa melindungi wanita tersebut. Karena tiada ikatan resmi, suami kapan pun ia mau bisa meninggalkan anak dan istrinya tanpa kewajiban apa pun, tanpa konsekuensi hukum apa pun.

3. Tidak Mendapatkan Warisan Atau Harta Gono Gini

Jika sampai terjadi kematian atau perceraian, istri yang menjalani nikah siri akan sulit mendapatkan warisan atau harta gono gini dari pernikahannya. Hal ini disebabkan pernikahan mereka tidak dianggap sah secara negara dan belum tercatat. Tidak akan ada gugatan. Seorang istri tidak akan bisa mendapatkan hak haknya, jikapun dia bercerai atau di tinggal mati, karena pernikahan mereka tidak tercatat di negara. Berlaku pula kepada sang anak misalkan,

Ketiadaan berbagai dokumen yang menunjukkan seorang anak adalah anak resmi dari seorang ayah, maka si anak tidak bisa menuntut untuk mendapat warisan dari si ayah. Bahkan biaya pengasuhan dan biaya lainnya, seperti biaya pendidikan, si anak tidak bisa menuntut untuk dipenuhi dari si ayah.

Nah sekarang kita mengkaji pernikahan dalam Islam pada zaman Rasullulah

#Nikah Siri Bukan Adat Umat Islam

Siri dalam bahasa arab berarti rahasia, atau sembunyi-sembunyi. Pernikahan siri berarti pernikahan yang dilakukan secara rahasia atau diam-diam dan tidak dicatat di Kantor Urusan Agama dan terkadang tidak disertai wali sahnya.

Perlu diketahui bahwa nikah siri bukanlah adat umat islam. Di jaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau tidak pernah mencontohkan nikah siri. Sebaliknya Beliau justru menganjurkan agar pernikahan dibuat perayaannya atau walimah dengan memotong seekor kambing. Jikalau keluarga memang tidak mampu, maka tidak apa-apa menghidangkan makanan seadanya (misalnya susu atau kurma). Yang terpenting tetap dilakukan walimah dengan tujuan memperkenalkan kedua mempelai kepada masyarakat.

Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat ada bekas kuning-kuning pada 'Abdur Rahman bin 'Auf. Maka beliau bertanya, "Apa ini ?". Ia menjawab, "Ya Rasulullah, saya baru saja menikahi wanita dengan mahar seberat biji dari emas". Maka beliau bersabda, "Semoga Allah memberkahimu. Selenggarakan walimah meskipun (hanya) dengan (menyembelih) seekor kambing." (HR. Muslim)

Dari Anas radhiyaallahu 'anha, beliau berkata: "Tidaklah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya dengan sesuatu yang seperti beliau lakukan ketika walimah dengan Zainab. Beliau menyembelih kambing untuk acara walimahnya dengan Zainab." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dari Buraidah bin Hushaib, ia bertutur, "Tatkala Ali melamar Fathimah ra, Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya pada perkawinan harus diadakan walimah." (Shahih Jami'us Shaghir dan al-Fathur Rabbani).

Dari Anas radhiyaallahu 'anha berkata: "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah berdiam selama tiga malam di daerah antara Khaibar dan Madinah untuk bermalam bersama Shafiyyah (istri baru). Lalu aku mengundang kaum muslimin menghadiri walimahnya. Dalam walimah itu tak ada roti dan daging. Yang ada ialah beliau menyuruh membentangkan tikar kulit. Lalu ia dibentangkan dan di atasnya diletakkan buah kurma, susu kering, dan samin." (HR. Bukhari).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan kita untuk melakukan pernikahan siri. Dengan demikian, tidak ada ajaran nikah siri dalam islam.

Jika melihat dari pendapat ulama, hukum nikah siri masih menuai kontroversi. Jumhur ulama menolak adanya pernikahan siri dan menganggap nikah siri tidak sah secara agama. Namun ada juga yang membolehkannya. Nah, berikut ini hukum nikah siri berdasarkan praktek pelaksanaannya.

#Nikah siri tanpa ke KUA = Sah

Nikah siri yang dilakukan tanpa pencatatan di Kantor Urusan Agama (KUA) dianggap sah menurut beberapa ulama. Dengan catatan, pernikahan tersebut harus memenuhi rukun nikah dalam islam dan syarat pernikahan dalam islam diantaranya:

~Harus ada dua calon mempelai

Harus ada wali nikah, diutamakan wali nasab. Apabila wali nasab tidak ada maka bisa digantikan wali hakim.

~Terdapat 2 orang saksi yang adil. Sebagaimana hadist: "Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil." (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa'i)

~Ada ijab qobul

Pernikahan siri tanpa ke KUA masih dianggap sah, sebab para ulama memandang perbuatan tersebut lebih baik daripada berzina. Dengan menikah maka zina bisa terhindarkan. Namun demikian, nikah siri tetap tidak dianjurkan karena bisa merugikan pihak perempuan dan anak-anaknya kelak.

#Nikah Siri Tanpa Wali = Tidak Sah

Di jaman sekarang ini banyak orang yang melakukan nikah siri tanpa adanya wali nasab dari pihak perempuan. Hal ini bisa terjadi sebab pernikahan tidak disetujui, sehingga mempelai memutuskan menikah secara diam-diam atau bisa dikatakan kawin lari dan nikah siri tanpa adanya wali dari pihak perempuan jelas tidak sah secara agama. Sebab salah satu rukun nikah harus adalah wali. Jika nikah tanpa wali sampai terjadi dan keduanya melakukan hubungan intim setelah menikah maka hukumnya jelas haram.

Dari Aisyah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Wanita manapun yang menikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal." (HR. Ahmad, Abu daud, dan baihaqi).

Dari Abu Musa Al-Asy'ari radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada nikah (batal), kecuali dengan wali." (HR. Abu Daud, tirmidzi, Ibn Majah, Ad-Darimi, Ibn Abi Syaibah, thabrani).

#Hukum Nikah siri menurut Ulama

~Ulama fiqih

Mayoritas ulama ahli Fiqih Pernikahan berpendapat bahwa hukum nikah siri tidaklah sah. Sebab perbuatan nikah siri tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dan risikonya bisa menimbulkan fitnah di masyarakat sebab pernikahan tersebut dilakukan secara diam-diam.

~Mahzab As Syafi'iyah

Menurut pendapat mahzab Syafi'i, hukum pernikahan nikah siri tidak sah. selain secara fiqh, terminologinya dianggap tidak sah, nikah siri juga disinyalir akan mampu mengundang fitnah baik dari sisi laki-laki maupun perempuan.

~Mahzab Al-Maliki

Menurut mahzab Maliki, nikah siri didefinisikan sebagai pernikahan atas permintaan calon suami, dimana para saksi harus merahasiakannya dari keluarganya dan orang lain. Menurut mahzab Maliki, nikah siri hukumnya tidak sah. Pernikahan ini bisa dibatalkan. Namun apabila keduanya telah melakukan hubungan badan maka pelaku bisa memperoleh hukuman rajam (had) dengan diakui empat orang saksi.

~Mahzab Hanafi

Sebagaimana mahzab Syafi'i dan Maliki, mahzab Hanafi juga tidak membolehkan pernikahan siri atau nikah sembunyi-sembuyi tanpa wali.

~Mahzab Hambali

Mahzab Hambali memiliki pendapat berbeda dari ketiga mahzab lainnya. Ulama dari mahzab hambali berpendapat bahwa nikah siri yang dilakukan sesuai syariat islam (memenuhi rukun nikah) maka sah untuk dilakukan. Tapi hukumnya makruh, yakni jika dikerjakan tidak apa-apa dan bila ditinggalkan mendapat pahala.

~Khalifah Umar bin Al-Khattab

Pada jaman kepemimpinan khalifat Uman bin Al-Khattab, beliau pernah mengancam pasangan yang menikah siri dengan hukuman cambuk.

#Hukum Nikah Siri menurut Negara

Apabila dikaji dari hukum negara, pernikahan siri juga tidak diperbolehkan. Warga Indonesia yang melakukan nikah siri atau nikah diam-diam tanpa dihadapan pejabat negara atau lembaga resmi (misalnya KUA untuk islam dan catatan sipil untuk non muslim) maka mereka akan mendapatkan hukuman pidana berupa dipenjara dan membayar denda.

Hal ini telah dijelaskan dalam undang-undang negara, yang terdiri dari:

~Undang-Undang No.1 Tahun 1974, Pasal 2 ayat (2)

"Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku."

~Rancangan Undang-Undang Pasal 143

"Setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak dihadapan Pejabat Pencatat Nikah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan."

~Rancangan Undang-Undang Pasal 144

"Setiap orang yang melakukan perkawinan mutah (nikah kontrak) sebagaimana dimaksud Pasal 39 dihukum dengan penjara selama-lamanya 3 (tiga tahun, dan perkawinannya batal karena hukum."

Nah alhamdulilah kita sudah membahas tentang Pernikahan Resmi  dan Siri sekarang sudah mengerti kan ya perbedaan, plus minus nya.

Kembali ke kisahnya Nay dan rey di Bab berikutnya ya reader thanks udah baca.semuanya

Nah bacaan di atas dikutip dari beberapa sumber:

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pernikahan

http://nulis.co.id/?p=108957

https://www.google.com/amp/s/dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-nikah-siri-dalam-islam/amp