Chereads / SETANGKAI MAWAR PUTIH / Chapter 2 - IMPIAN SEORANG AYAH.

Chapter 2 - IMPIAN SEORANG AYAH.

//GEMERLAP MALAM.

Kupejamkan kedua mata ini..

Membiarkan angin berhembus diluaran sana

Kucoba melangkahkan kakiku kedunia mimpi..

Menjauh dari realita yang membunuh...

Menggantungkan resah ku di dinding kamar

Memecahkan teka teki yang tak kunjung usai

Membiarkan raga ini istirahat untuk sebentar

Ohh semestaa...

Sudihkah kau,bila kujadikan ia pemanis

Disetiap mimpi mimpiku, yang telah kurancang sebaik mungkin, yang telah kususun sedemikian rupa, agar menjadi bunga tidur yang begitu indah.

•••

Tidak terasa sebulan sudah Arga pergi, dan selama itupula Yunna selalu berusaha menjalani hari hari nya seperti biasa, seperti yang terjadi biar semesta yang ambil alih.

Yunna dan keluarganya tinggal di sebuah kontrakan kecil di pinggiran kota, putri sulung dari sepasang suami-istri Wisnu dan Retna ini adalah anak yang tidak banyak menuntut mengingat kondisi keluarganya yang jauh dari kata cukup.

ibunya seorang penjual nasi uduk depan Rumah, Ayahnya seorang petani di perkebunan Teh milik tetangga-nya di lembang butuh waktu sekitar setengah jam untuk menempuh perjalanan kesana, terbentangnya jarak antar pusat kota dengan tempat Wisnu bekerja tidak menyurutkan niatnya menafkahi keluarga kecilnya, pernah sekalih ingin keluar, stress, di karenakan jarak yang cukup jauh, tapi. Niatnya tertahan dengan kenyataan pedih yang harus di terimanya jika beralih profesi menjadi pengangguran lagi lalu menggantungkan hidup di penghasilan sang istri yang terbilang tidak menentu.

Suami seperti apa yang tega membiarkan istrinya mengambil alih hak yang seharusnya menjadi kewajibannya sebagai kepala keluarga, terkutuk rasanya jika ia melakukan hal tersebut. Wisnu menyematkan baik baik kalimat itu dibenak-nya

sesering mungkin Wisnu mengingatkan anak-anak nya agar terus belajar, menjadi orang yang sukses bukan perihal mudah atau tidaknya, semua akan terjalankan tergantung dari kemauan pribadi. Berpendirian yang teguh merupakan satu langkah menuju masa depan yang cemerlang, menjadi pribadi yang kuat itu harus, agar kelak kau tidak terinjak-injak diluar sana.

Di selingi ungkapan Retna-ibunya yang terus membekas diingatan Yunna tak lain adalah "kamu harus jadi sukses, memberi contoh yang baik buat adikmu, agar suatu saat hidup mu tidak susah seperti kami, seperti Ayah dan Ibu" layaknya sebuah pringatan yang harus dipatuhi dari orang tua yang harus ditaati. Begitu terencana untuk segera di pahami, maha dahsyat dihidup Yunna pasalnya tidak pernah ia mendapati mimik muka yang seserius itu. Selama yang Yunna ketahui ayah dan ibunya adalah sosok yang humble, jenaka, dan begitu halus, tapi sekarang mereka bisa menjadi tegas dilain waktu.

Seperti saat-saat sekarang dimana Yunna baru menginjakkan kaki dikelas-XII-SMA awal yang baru menapaki akhir jenjang, dimana Wisnu dan Retna saling melempar nasihat-nasihat untuk si-sulung Yunna agar memfokuskan diri keujian mendatang, sampingkan soal biaya, sampingkan soal keadaan keluarga, tekad yang Wisnu punya begitu tinggi untuk menyekolahkan kedua putrinya dijenjang yang lebih tinggi. Ia ingin menjadi Suami dan Ayah yang baik hati untuk itu ia terus berusaha agar kedua anaknya bisa mencapai mimpi-mimpinya sebagaimana orang tua pada umumnya yang tentu ingin melihat anaknya sukses.

Banyak hal yang harus dipelajari Wisnu sebagai Ayah, ia berusaha memahami kedua karakter berbeda dari anaknya, ia tidak ingin membuat anaknya tertekan, si bungsu-Rara sudah berumur 11 tahun, sama seperti Yunna ia juga tidak banyak menuntut. Jika anak seusianya asyik dengan Gadget beruntung ia jauh memilih buku sebagai teman, mengikuti jejak sang kakak yang notabene-nya sebagai anak genius disekolahnya, tidak meminta ini-itu sudah membuat Wisnu bersyukur akan kedua putrinya, tidak memiliki tekanan batin karena harus mengimbangi kebutuhan keluarga yang tiap harinya semakin meningkat.

"Teh nggak makan ibu bikin bakwan goreng loh"-ucap Rara membawa sepiring bakwan goreng dengan asap mengepul diatasnya "masih anget loh yakinn nggak mau"

Yunna berbalik menatap si-bungsu" ntarr ra' kakak mau belajarr dulu besok mau ulangan"-Yunna mengelus rambut adiknya pelan

Rara mengerucutkan bibirnya tanda kesal "kak udah dong, belajar mulu nggak capek apa?"

Alih alih menjawab Yunna malah mengalihkan pembicaraan

"Kamu nggak belajar"-Tanya Yunna

"Udah tadi, istirahat dulu mau makan bakwan goreng ibuu heheh"

"Ibu mana?"

"Diluar tuh nyiapin jualan buat besok"-jawab Rara dengan mulut dipenuhi bakwan goreng

Yunna menggeleng melihat kelakuan adiknya ia lantas beranjak ingin menghampiri ibunya, tapi, sebelum itu langkahnya benar-benar terhenti mendengar penuturan Rara yang menohok hati "kak Arga nggak dateng kesini lagi yah, apa dia udah nggak mau main ama Rara lagi?"- tanya si-kecil itu polos

Yunna berjalan menghampiri adiknya yang duduk dipinggir kasur, senyum palsunya kembali mengambil peran " Kak Arga pasti datang kok" ia menggantungkan kalimat-nya diujung lidah, berdiam diri sejenak, dengan ragu-ragu Yunna lalu menjawab "tapi nanti"-lanjutnya

"Kok kakak nangis?"-Rara mengusap air mata Yunna, "kakak rindu yah sama kak Arga? Aku juga sama, tapi aku nggak nangis, karena kalau ketahuan kak Arga nanti aku nggak dibeliin coklat lagi "

Yunna terkekeh pelan "kamu tuh yah paling bisa buat kakak ketawa"-ucap Yunna mencoel hidung Rara, "yuk keluar bantuin ibu"-ajak Yunna, Rara tersenyum menanggapi "siapp boss"

Yunna menuntun adiknya berjalan keluar, diambang pintu terlihat wanita parubaya dengan telaten menyiapkan lauk-pauk buat dagangannya esok pagi, matanya berbinar kalah menangkap Yunna-Rara dipenglihatan, rasa lelahnya mendadak hilang ketika kedua iris matanya menemui sang anak,

"Ibu"-seruan kedua putri nya menggema ditelinga Retna

Retna menyerka peluh keringat yang jatuh membasahi pelipisnya dengan bahu, "eh kalian belum tidur"-tanyanya

"Belum bu, ada yang bisa Yunna bantu nggak"-Yunna berjalan menghampiri wanita parubaya itu diikuti dengan Rara yang mengekor dari belakang.

"Nggak usah, Bentar lagi kelarr kok, mending kamu sama adik-mu tidur, besokkan mau sekolah entar kalian terlambat gimana? Mau terlambat?"

"Oiya Ayah belum pulang bu?"

"Belum, paling bentar lagi, kenapa?"

"Nggak ada apa apa kok, yaudah kalo gitu Yunna dan Rara masuk dulu yah bu"

"Iya sayang"- Retna memberi kecupan selamat tidur untuk kedua putrinya "good night"-Bisiknya, kemudian merangkul tubuh keduanya kedalam dekapan

Rara terus menguap, Yunna menyudahi pelukannya mengajak Rara untuk segera tidur, sesampainya dikamar Rara langsung merebahkan tubuhnya diatas ranjang tertidur pulas dalam hitungan detik saja

berbeda dengan sang adik Yunna sangat susah untuk tidur kelopak matanya terpejam tapi ia masih terjaga dalam heningnya malam, kedua tangannya meraba raba nakas dipinggir kasur, seperti yang sudah sudah, mematikan lampu utama kemudian menyalakan lampu tidur,

Pikiran Yunna melalang buana diatas sana bukan tentang tugas sekolah, bukan pula tentang sahabat-sahabat recehnya, tapi, ini tentang pria itu, tentang pemuda yang mempunyai ruang tersendiri didalam hatinya, yang membuat dirinya terperangkap diantara labirin labirin rindu miliknya.

Yunna terus menatap lampu tidur miliknya, benar saja, cahaya cahaya kecil yang terpencar itu dapat menyerupai kunang kunang, senyum dibibirnya mengembang, kali ini ia memejamkan matanya berusaha sebisa mungkin untuk tidur.

Sejuknya angin malam yang berhembus, nyanyian suara jangkrik yang memadu padankan dengan rintikan gerimis, merisonasikan melodi tak beraturan, derap langkah dipelankan rupanya sepasang mata itu terus mengintip dibalik celah pintu "mereka udah tidur"-bisik Wisnu pada sang istri

"Iya, baru baru kang"-balas sang istri dari balik dapur sembari membawa segelas kopi hitam dan bakwan goreng untuk menemani keduanya bercengkrama.

Sang suami menyandarkan bokongnya dikursi rotan menyeruput kopi hitam buatan istri nya "gimana jualan kamu hari ini?"

Retna mengambil ancang-ancang duduk disamping suami

"Biasalah kang seperti biasa, yang penting masih bisa makan"-ujar sang istri ada sedikit rasa sedih di hatinya

"kang"-panggil Retna

"Iya?"-Wisnu menunggu kelanjutannya.

"Nggak kerasa tahun depan Yunna udah mau lulus, setelah ini dia masuk universitas, akang udah punya biaya-nya?"-tanya Retna ragu-ragu, sedikit menunduk.

"Kamu jangan khawatir soal biaya akang akan usahain semampu akang, kita lihat nanti yaa, pokoknya Yunna akan lanjut kuliah itu janji akang"-Wisnu tersenyum memeluk istrinya.