Keluarga Anthony bersiap menuju negara di mana Terry saat ini.
Keluarga inti sudah lengkap dan semua akan hadir disana menjadi saksi lamaran dan pernikahan sekaligus.
Terrius dan Devan menjemput keluarganya di bandara dan mereka semua dan sudah memboking kan hotel untuk menginap.
Namun semua sudah tidak sabar untuk melihat calon menantu dari putra sedingin esnya.
"Terry kami ingin langsung saja kerumah calon istri kamu ya...!!" pinta Mama Anne mama dari Terry.
" Tidak sekarang kalian akan tahu besok, sekarang istirahatlah Aku akan mempersiapkan segalanya untuk esok hari" Ucap Terry.
Terry meninggalkan keluarganya dalam kamar hotel yang di pesannya.
Terry masuk kedalam kendaraan dan dengan cepat melajukannya menuju rumah Livia sang kekasih.
Dalam perjalannya Terry berfikir dengan mantap dia akan segera menikahi Livia dan akan memboyongnya untuk tinggal di rumah yang akan dia beli sebagai hadiah pernikahannya.
Devan sudah mengurus semua hal yang di perlukan untuk semua tugas yang di berikan Terry kepadanya.
Surat surat untuk pernikahan dan juga berkas sertifikat rumah yang akan di tempati oleh Tery dan Livia setelah mereka menikah nanti.
Tak lama sampailah Terry di rumah Livia dan keluarga.
Langkah Terry begitu mantap dan penuh percaya diri, karena keluarga Livia sudah memberikan ijin untuknya.
Livia mendengr suara mobil berhenti di halaman rumahnya dan di lihatnya sang kekasih masuk kedalam rumah yang disambut oleh pelayan.
"Livia...Sayang kamu dimana? " sambil berjalan menaiki tangga menuju kamar Livia.
Tok...tok...tok...
Diketuknya pintu kamar Livia dan tak berapa lama pintu pun itu terbuka dan memunculkan gadis mungilnya.
""Sayang..." Terry langsung mendekap Livia dan membawanya masuk serta mengunci pintu kamar tersebut.
Diciumnya Livia dengan penuh damba, bibir itu dilumatnya hingga puas hingga bengkak.
"Biarkan aku menciummu sepuasnya karena setelah ini aku harus kembali ke hotel di mana keluargaku menginap" Terry berkata.
"Sayang jangan begini nanti saja kalau sudah menikah, aku nggak mau kau sentuh dulu sebelum nikah" kata Livia dengan mendorong Terry agar menjauh.
Akhirnya Terry pun melepaskan Livia dan tetap memeluk erat dirinya.
"Kita bicara sebentar ya sayang, cukup tiga puluh menit saja sebelum aku pergi biarkan aku memelukmu dan kita bicara" Terry berkata.
"Oke hanya tiga puluh menit saja tidak lebih dan jangan macam macam ya, lihat karena Oppa bibirku jadi bengkak gimana aku bisa keluar dari kamar jika begini" Livia cemberut dan memanyunkan bibirnya.
"Maaf sayang Aku lepas kendali hanya beberapa jam tidak bertemu denganmu aku rasanya sesak dan serasa mau mati" Ucap Terry.
"Jangan menggombal Oppa, Livia bukan cewek yang gampang dirayu jadi berhentilah berkata gombal" Kata Livia ketus.
Mendengar ucapan Livia barusan membuat Terry tertawa renyah masalahnya dia itu bukan pria romantis yang pandai merayu dan menggombal.
"Aku tidak menggombal sayang apa lagi sedang merayumu, tapi itu benar benar aku rasakan dari dalam hatiku" memandang mata Livia dengan intens.
Memandang mata yang sedang menatapnya Livia melihat tidak ada kebohongan disana, Terry benar benar jatuh terlalu dalam kepadanya.
"Livia tahu oppa...Livia juga merasakan hal yang sama tapi Livia masih sanggup mengontrolnya" ucap Livia dengan sungguh sungguh.
Mereka pun semakin erat berpelukan dan saling menatap membiarkan keheningan diantaranya.
"Sekarang sudah tiga puluh menit Oppa...tadi Oppa meminta hanya tiga puluh menit, jadi kita lanjutkan besok pertemuannya" Livia mengingatkan.
"Oke sayang aku pamit dulu besok kita bertemu kembali, berikan aku ciuman sebelum aku pergi sebagai penahan rasa rindu" pinta Terry.
"Dasar mesum...itu kan maunya Oppa saja mengambil kesempatan dalam kesempitan" cibir Livia.
"Ayolah sayang just one kissing..." Terry berusaha merayunya.
"Oke just one kiss" Livia mendekatkan bibirnya dengan perlahan dan pasti mendarat di bibir Terry.
Terry mengambil kesempatan itu dengan melumatnya lembut dan penuh damba dan mengakibatkan desahan keluar dari mulut Livia.