Chapter 6: Suara Kecil Hati
.
"Memangnya sejak kapan Ina berharap lebih?"
.
.
Pintu kamar terbuka, Ina mengeringkan rambutnya dengan handuk biru. Ia baru saja selesai mandi, jam masih menunjukan pukul satu siang, biasanya Ina mandi jam tiga sore. Namun, ada kejadian kecil tadi.
...
Suara desiran pohon yang tertiup angin terdengar di antara mereka. Ina baru tahu kalau Kak Kemal masuk Islam sebulan yang lalu. Ina ingin tahu ada cerita apa dibaliknya, namun mengetahui kak Kemal sedang belajar hakikatnya interaksi antar lawan jenis. Ina tidak bertanya lebih lanjut.
Tidak lama kemudian, ayah Ina datang bersama Pak Yahya. berboncengan menggunakan sepeda kayuh biasa. Ina memperhatikan perbicangan antara kedua pihak walau ia bisa kembali pulang.
Setelah berbincang, Pak Yahya mengambil alat pemotong rumput lalu dibantu ayah Ina, mereka membersihkan sekitar tanah itu. Kak Kemal mengikutinya dari belakang. rerumputan yang tumbuh selain tinggi, dibawah juga lebat. sehingga walau sudah di potong, tanah coklat itu masih tertutup rerumputan yang pendek. Ina ikut menjelajah tanah tersebut. berdasarkan pendengaran Ina ketika perbincangan tadi, tanah tersebut seluas satu hektar sebenarnya, namun alat pemotong rumput hanya bisa bekerja tidak lebih dari tujuh petak dari jalan tadi.
Pak RT datang bersama Kak Mil, terdapat sebuah map coklat yang dibawanya. Pak RT mendapat kabar bahwa pemilik sebelumnya ditangkap badan keamanaan karena terlilit kasus moral. Ia menjelaskan bahwa pemilik sebelumnya berencana membangun tempat hiburan malam di tanah itu. Mendengar hal itu tentu saja ayah Ina dan Pak Yahya kaget, apalagi Ina.
"lho, sejak kapan ditangkapnya?"
"Wingi, aku baru dikabari mang iku. (kemarin, aku baru dikabari tadi ini." sahut Pak RT.
"Subhanallah wal Hamdulillah, berarti tanah ini sepenuhnya di tangan Pemdes yo?"
"jare Kades, sesuai sama rapat kemarin. Iki wes dadi tanggung jawab bersama. Soal surat-suratnya, Iki... (kata kepala desa, sesuai dengan rapat kemarin. ini sudah menjadi tanggung jawab bersama. terkait surat-surat tanahnya, ini...)" Pak RT menunjukan map coklat. "sudah di kasih, gercep yo (sudah diberikan, cepat ya kerjanya)." Pak RT memberikan map coklat itu pada Pak Yahya selaku PJ tanah ini.
Perbincangan beralih dari rasa penasaran apa yang terjadi pada pemilik sebelumnya kemudian perbincangan antara Kak Kemal dengan Pak Yahya. Ina memutuskan untuk berjalan di sekitar.
Berpikir entah apa yang terjadi jika pemilik sebelumnya tidak dihentikan, mungkin pulang-pulang terasa suasana yang berbeda dan membuat hati tidak nyaman, tepatnya di kampung halaman tercintanya. selain itu moral masyarakat akan terusak karena adanya tempat seperti itu. Ina penasaran, apa Kak Kemal akan membeli tanah ini? kalau iya, akan dibangun apa?
Sedikit jauh dari posisi awalnya, Ina tiba-tiba merosot. Ia bisa mendengar Kak Kemal berteriak memanggil namanya diikuti suara ayah Ina dan Pak RT.
Ina terpeleset dan jatuh di sebuah selokan, Kak Kemal lebih dulu menghampiri namun tidak segera mengangkatnya berdiri. Justru Kak Kemal melepaskan mantel hitamnya yang panjang lalu memakaikan kepada Ina sebelum mengangkat Ina keluar dari selokan, selokan itu sedalam pundak Ina. Pakaian itu digunakan agar Kak Kemal tidak secara langsung menyentuh Ina. Ayah Ina menyuruhnya segera kembali ke rumah. Ina akan pergi namun Kak Kemal yang mengantarnya pulang.
...
Sejujurnya, mengingat kejadian tadi. Ina cukup malu, kok bisa terpeleset sih. rerumputan yang dia lewati memang lebat sehingga Ina tidak tahu bahwa tanah di bawahnya rentan dengan selokan di sebelahnya.
Suara mesin cuci sudah berhenti, Ina segera keluar kamar dan mengangkat pakaian di dalamnya. Diantaranya ada mantel berwarna hitam. Selesai menjemur, Ina pergi ke ruang tamu. Ia mendapati Kak Kemal dan Kak Mil sudah berada dalam mobil dan akan berangkat pulang. sepertinya urusannya hari ini sudah selesai.
Makan malam hari itu, Ayahnya mengatakan bahwa Kak Kemal membeli lahan sebesar itu. Rencananya akan dibangun kediamannya.
Entah karena hari ini ada kejadian memalukan, atau bagaimana. Ina rasa, jantungnya berdebar lebih kencang mendengar hal tersebut.
tidak sabaran apa sih?
pertanyaan itu terus diulang-ulang.
...
Mulai beberapa hari kedepan, Kak Kemal selalu mampir ke rumah Ina. Bertamu katanya. Ina sendiri keluar untuk mengambil tabungannya karena hari ini sudah ditransfer uang beasiswanya. Ia berencana untuk mendaftar tes Tuffèl dan beberapa hari ke depan akan fokus meningkatkan kemampuan Bahasa Inggrisnya.
Di jalan beberapa kali lewat kendaraan bangunan, truk-truk serta kontraktor lain datang ke kampung halamannya. di pertigaan, semua kendaraan itu mengarah ke tanah yang dibeli Kak Kemal.
Pembangunannya sepertinya akan dimulai, pikir Ina. biasanya membangun rumah tergantung sebesar apa rencana bangunan, luas lahan serta berapa banyak pekerja yang dikerahkan. namun, melihat kendaraan besar datang secara beruntun sepertinya dalam sebulan bisa ditempati menurut Ina.
Tes Tuffèl diselenggarakan seminggu lagi sehingga selama seminggu Ina belajar di kamarnya. Ina keluar sesekali untuk membeli bahan makanan yang habis.
...
Selesai mengerjakan ujian Tuffel, Ina merasa tidak ada suara bangunan lagi. Apa hari ini pekerjanya diliburkan atau bagaimana. sesampainya di rumah, Ia mendapati Kak Kemal dan Kak Mil mampir ke rumahnya lagi.
Ina memberi salam pada tamunya, dan ayah Ina mengatakan sesuatu.
"Mulai besok, kita punya tetangga baru di kampung." sahut ayah Ina.
"lhoh, wes mari ta? (sudah selesai kah?)" tanya ibu Ina.
"Nggih (iya), pembangunan sudah selesai kemarin malam. Hari ini masih ada bersih-bersih sekaligus pengiriman peralatan dan perlengkapan." jawab Kak Kemal.
"Oo, cepet yo."
Gimana? Pembangunan dilakukan semalaman selama satu minggu. sejujurnya Ina berpikir akan cepat namun ternyata secepat ini.
"Ada beberapa bagian yang belum selesai, namun pemasangan perbatasan dan pagar tanah sudah dibangun sehingga sepertinya tidak masalah." lanjut Kak Mil yang menjelaskan.
Kak Kemal mengundang sekeluarga Ina untuk mampir ke kediamannya besok. Tentu saja undangan tidak akan ditolak oleh orang tua Ina.
Sebelum Kak Kemal akan pamit, ia bertanya kabarnya pada Ina dan bagaimana ujiannya. mereka berbincang secara umum sebelum Kak Kemal bertanya soal sejauh mana Ina menghafal Al-Qur'an.
Sejujurnya, dikatakan hafal juga tidak, apalagi fasih. Ina hanya mengetahui kisah-kisah dalam Al-Qur'an serta beberapa surat yang ia hafal ketika mengaji dulu.
"Di kampung ada yang hafal Al-Qur'an? Apa itu... seorang Hafizh?"
"Ada. Mira, yang pernah main kesini, Afif, Anaknya Pak Yahya. dan beberapa teman-teman yang masih pondok di luar seharusnya hafal." Jawab Ina.
Kak Kemal hanya memberi jawaban -Oh sebelum ia bertanya, "ini pertama kalinya aku menghafal Al-Qur'an, jadi aku rasa akan ada banyak kalimat yang salah kuucapkan."
"kalau dijadikan kebiasaan, Dokter bisa lancar juga. apa Dokter berencana menghafal Al-Qur'an?"
Kak Kemal mengangguk pelan. "Bismillah," sahutnya.
Ina semakin kagum dengan kak Kemal, padahal selalu kelihatan sibuk. beberapa kali Ina melihat Kak Mil membawa dokumen dan menyatat sesuatu di layar tablet, Ia pernah bertanya sedang apa pada Kak Mil. jawabnya: sedang menjadwal kegiatan Kak kemal setiap hari beserta janji di luar kota, dan sebagainya.
Apa Ina juga kembali menghafal Al-Qur'an? Melihat seseorang yang baru masuk Islam saja segitu usahanya untuk mendekat pada Nya, hal ini membuat Ina intropeksi diri dan mencoba berusaha yang terbaik pula.
...
Besoknya, Ina dan orang tuanya diundang ke kediaman Kak Kemal. baru saja belok dari pertigaan, Ina bisa melihat bagian atas kediamannnya dari jauh.
Sampai di depan gerbang setinggi lima meter dan panjangnya lima kali lipat tingginya.
Ina dan orang tuanya sedikit hening sejenal di depan gerbang.
pintu gerbang terbuka dan nampak seseorang yang familiar menunggu di balik gerbang. seolah sudah mendeteksi kedatangan mereka.
Mereka saling memberi salam dan dipersilahkan masuk ke dalam. gerbang tetap dibiarkan terbuka agar kelihatan ada tamu di dalam.
sebenarnya alasan lainnya agar tidak terkesan menyendiri dari masyarakat sekitar. apalagi terlanjut dibangun gerbang setinggi itu. Ina ingat kemarin juga ayah Ina bilang agar jangan mengasingkan diri di sini dengan terus menutup gerbang. mayoritas warga kampung memiliki gerbang setinggi pinggang itupun dari luar masih bisa melihat di dalam.
Memasuki ruang tamu, sesungguhnya tidak bisa percaya semua selesai dalam waktu seminggu saja. Interiornya tertata rapi dan menunjukan kesan modern-cabin seperti daerah Utara. ukiran dan motif disetiap dinding dan pilar terbuat secara detil seperti daun dan bunga di daerah Timur. penerangan yang digunakan menggunakan tipe kombinasi suspended, recessed dan wall sconce sehingga didapatkan motion ruang yang terlihat hidup dan bergaya Barat.
Ina memberi bintang 10 dari lima terhadap first impressionnya untuk kediaman Kak Kemal.
Mereka duduk dan Kak Sila datang membawa minuman serta menghidangkan kue ringan untuk Ina dan orang tuanya.
setelah itu perbincangan dimulai.
mulai dari kediaman yang bagus dan besar, lalu bagaimana bisa membangun secepat itu, dan sebagainya.
hingga titik ayah Ina penasaran dengan ada urusan atau alasan apa Kak Kemal mau membangun kediaman sebagus ini di kampung yang letaknya saja di perbatasan, jauh dari kota.
Ina tertarik untuk mendengarkan alasannya.
"alasan sederhananya, saya lebih suka tempat yang jauh dari keramaian." jawabnya dengan singkat.
yah... tidak seseru yang Ina duga, jawaban umum.
tunggu...
memang sejak kapan Ina berharap ada jawaban lain?
...
perbincangan dilakukan sambil makan bersama. sebelumnya Ina dan kedua orang tuanya dipersilahkan berpindah ke ruang sebelah.
terdapat sebuat ruangan dengan long cap dan cafetaria cabinet di bagian ujung, sebuah meja bulan dan kursinya serta dinding di depannya terbuat dari kaca sehingga nampak pemandangan taman bunga dan air mancur yang telah tertata rapi.
berbeda dengan kedua orang tua Ina yang serba berpikir tidak ada yang mustahil atau bisa disebut, tidak mudah su'udzon. Ina nyaris tidak yakin semua ini disiapkan atau selesai dibangun dalam waktu kurang dari satu minggu.
memang ini cerita legenda yang membangun 1000 candi dalam waktu semalam? Ina sampai berkali kali menyebut Istigfar, Tasbih dan Takbir. Tidak bermaksud prasangka buruk, namun anggaplah sekedar dzikir saat itu.
Sebelum dimulai, pelayan keluar dari balik dinding cabinet, sepertinya ada pintu disitu. mereka membawa nampan di tangan serta troli berisi peralatan makan.
Piring makan, sendok, garpu dan tisu diletakan secara rapi di depan tamu. Pelayan-pelayan tersebut bergantian keluar masuk sambil membawa makanan kali ini.
"Maaf kalau kurang nendang rasa makanannya" ujar Kak Kemal.
Ina bisa menebak jenis pelayanan apa yang dilakukan setelah itu. mulai dari pelayanan makanannya berupa full course, awalnya seperti table service namun ada juga french service dimana dua pelayan memasakkan makanan tepat di sebelah meja makan. membuat kagum orang tua Ina, kecuali Ina.
padahal Ina pikir ayahnya tidak mudah lengah, ternyata putrinya yang lebih aware.
Makan bersama pun selesai dan tersisa perbincangan yang membuat terhenyak Ina.
"Nak Kemal ada rencana menikah?" yang bertanya bukan ibu Ina, melainkan Ayah Ina sendiri.
Ina dalam batin terkejut bukan main, ayahnya dikenal bukan tipe yang memulai sebuah topik apalagi melontarkan pertanyaan privasi.
"soal itu, saya masih berusaha menjadi sosok yang bisa ia jadikan tempat bergantung. berkaitan sampai saat ini kalau saya perhatikan, dia selalu menyimpan semuanya sendiri,"
oh... terdengar suara di bagian terkecil hati Ina.
Kak Kemal sudah memiliki orang yang ia sayangi rupanya, pikir Ina.
...
jamuan makan dan undangan itu selesai. Ina dan orang tuanya diantar pulang lagi oleh Kak Kemal.
hari itu, Ina tidak bisa menenangkan hati dan pikirannya. kata-kata yang diucapkan Kak Kemal rasanya terus mengulang sendiri di kepala Ina. Ada saat ketika akhirnya Ina bisa mengendalikan pikirannya lagi. namun mulai muncul pertanyaan dirinya:
'Memang kamu berharap apa?'
membuat Ina meringkuk dalam selimutnya dan berkali-kali istigfar. sejujurnya ini perasaan yang sangat tidak nyaman. Ina tidak suka dan berharap besok lebih baik.
...
Pagi itu, Ina memulai harinya dengan tetap berada di kamar. Ibu Ina menaruh air putih yang hangat dan bubur ayam di meja sebelah kasur Ina.
"39.1 derajat... duh Nak, kok bisa sakit di tengah pandemi begini," sahut Ibunya.
saat ini dengan kondisi yang tidak fit membuat Ina rentan terpapar infeksi. Apalagi setelah pulang dari kota ia belajar, Ina tidak melakukan karantina mandiri selama 14 hari. justru keesokannya Ina mengunjungi temannya, Mira dan secara bebas, keluar masuk rumah seperti biasa.
hal ini membuat Ina semakin bersalah apabila kampung halamannya yang ditandai area hijau itu berubah menjadi kuning, apalagi merah.
Ina berulang kali istigfar dalam batinnya, dan berdoa semoga yang terburuk tidak menimpa kampung halamannya.
...
Seharian Ina berbaring di kasurnya. ia bisa merasakan tubuhnya semakin panas, keringat dingin mengalir di seluruh tubuhnya dan kepala terasa berat serta pusing.
Ina ingin memanggil ibu atau ayahnya namun Ia baru Ingat, sore ini kedua orang tuanya masih ada urusan diluar.
katanya nanti mau dipanggilkan dokter, sabar, sabar. begitu pikir Ina.
ketika dalam kondisi letargi itu lah, tiba-tiba Ina dapat merasakan sebuah tangan dingin memegang dahinya. pelan-pelan Ia membuka matanya.
entah apa karena panasnya lebih tinggi dari sebelumnya, atau bagaimana, Ina kesulitan membuka matanya secara sempurna. di tengah fokus pandangan yang kabur itu, Ina melihat seorang laki-laki yang memegang dahinya.
Ina bisa mendengar suara ibunya sedang menanyakan kondisi Ina sehingga ia rasa yang memegang dahi Ina adalah seorang dokter.
setelah itu kesadaran Ina menurun dan akhirnya tenggelam diantara mimpi.
...
To Be Continued
.
.