Chapter 7:
.
"
.
.
Ina mendapati dirinya tengah duduk dan bersandar diatas tempat tidurnya. Ia terbangun setelah tidur seharian kemarin.
Ralat.
Ina menatap jam dinding dan waktu menunjukan jam sebelas malam. setelah tidur seharian ini, Ina merasa ia tidak bisa tidur lagi. Ia merasa sekujur tubuhnya berkeringat sehingga berniat untuk membersihkan diri, namun ia masih merasa lemas dikakinya sehingga menunggu jiwanya terkumpul dulu.
Selang beberapa menit kemudian, Ina merasa energinya telah pulih dan siap untuk mandi malam itu. Ia mengambil baju ganti dan handuk lalu bersiap untuk mandi. Ina biasa tidak mandi berlama-lama, sehingga dalam waktu 10 menit ia telah selesai.
Tengah malam begini tentu saja lampu di dalam rumah sudah dimatikan sehingga cukup gelap. Anehnya Ina merasa masih ada pencahayaan di bagian rumah tamu. Apa ayah Ina lupa mematikan lampunya?
Ina berjalan mendekati ruang tamu sambil mengeringkan rambutnya yang basah. ternyata benar dugaanya, sepertinya ayah Ina lupa mematikan lampu ruang tamu.
Ina mematikan lampu, mendadak ia merasakan hawa dingin yang menyentuh permukaan kulitnya hingga ia merinding sendiri.
Apa karena ia baru mandi tengah malam sehingga kedinginan?, begitu pikirnya.
Ina tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang mengganjal. untuk memastikan dia mendatangi kamar orang tuanya. setidaknya, cukup dengan melihat orang tua Ina sedang tertidur dikamarnya membuat keberanian Ina di tengah malam bangkit kembali.
Kriet...
Pelan-pelan Ina membuka pintu kamar orang tuanya, berniat agar tidak mengganggu tidur mereka. Kamarnya gelap sehingga Ina tidak bisa melihat jelas di dalam. begitu pintu terbuka lebar sehingga samar-samar dalam ruangan bisa terlihat.
Tidak ada orang tua Ina dikamarnya.
DEG.
Sontak Ina menjadi was-was. kemana ibu dan ayahnya? kenapa sampai malam tidak ada di rumah? kenapa meninggalkan Ina yang sedang berbaring sakit di rumah sendirian?
Belum selesai menebak dimana keberadaan orang tuanya, tiba-tiba Ina mendengar suara langkah seseorang yang dengan cepat dari luar. kamar orang tua Ina berada di depan paling samping kebun sehingga terdapat rerumputan kecil di sekitar kebun.
SRAK SRAK SRAK.
Derapan kaki itu seolah mengitari rumah Ina sehingga Ina berlari menuju ruang tamu. Ia berniat membuka pintu utama namun terbesit sebuah prasangka.
Jangan-jangan maling yang berkeliaran diluar?
Ina menjauhi gagang pintu utama dan mundur ke belakang. Ia menabrak ujung kursi di belakang dan kehilangan keseimbangan karena kondisinya belum begitu stabil seperti halnya orang sehat. sehingga Ina tersandung ke belakang.
BRUK
"Kh--" Ina menahan suara sakitnya supaya seseorang diluar itu merasa orang di dalam sedang tertidur. Ina segera bangkit, namun ia merasa kepalanya terasa lebih ringan dari sebelumnya, pandangannya seolah berputar dan buram. Ina berpegangan pada kursi sebelah.
Kenapa saat seperti ini malah kembali lagi pusing itu, pikir Ina. Ia berencana kembali ke kamar, menguncinya dari dalam lalu berbaring sambil berjaga membawa sapu yang ia simpan setiap akan membersihkan kamar.
SRAK SRAK, DAP DAP DAP.
derapan kaki itu!
Ina segera berbalik badan menjauhi pintu utama. sepertinya orang yang berada di luar telah sampai di teras utama setelah mengelilingi rumah Ina. Gawat!
Seketika Ina panik. Benar itu maling? Kemana ibu dan ayah Ina?
Ina mengulang pertanyaan itu dalam pikiran, terus menerus. Ia tidak bisa berlari karena kondisi tubuh yang bisa jatuh kapan saja. Ia berdoa agar tidak tersandung apapun di tengah kegelapan ini.
Doanya terkabul. Sesungguhnya saat itu Ina tidak tersandung lalu jatuh, melainkan terpeleset sebuah cairan dingin di lantai lalu jatuh dengan suara yang cukup keras.
"Ah!"
BRAK!!
Untung, Ina terjatuh ke depan sehingga ia terbantu dengan kedua tangan meminimalisir memar akibat jatuh. namun, justru menghasilkan suara yang keras seperti tadi. Ia mendengar suara pintu di belakang Ina di buka, suara angin malam yang masuk dari luar serta derapan langkah itu dengan cepat mendekati Ina.
Ina memejamkan matanya erat-erat, bersiap menerima skenario terburuk dalam hidup Ina selama ini. namun, yang diekspetasi berbeda dengan realita.
Tubuh Ina diangkat dan diposisikan ala bridal.
"Ina?"
suara yang sangat familiar, Ina membuka mataya dan menatap iris berwarna hijau kebiruan. raut wajah yang Ina lihat nampak khawatir, "Kamu terluka?" tanya pemuda itu.
"All the places have been secured, Mr Adolf." sahut secara tiba-tiba di belakang pemuda itu, suaranya perempuan yang kaku. Ina mengenal suara itu dan menoleh ke sumber suara. mereka saling bertatapan pula.
"Kak Sila..." ujar Ina dengan suara lirih. ia masih dalam kondisi terkejut. Perempuan memakai jas hitam dan kemeja hitam itu menundukkan kepala pada Ina.
"Bring refreshment," sahut Kak Kemal sembari membawa Ina kembali ke kamar. Kak Sila terlihat dengan cepat menyalakan lampu ruang tamu lalu berbicara dengan beberapa orang dengan pakaian yang sama diluar. setelah itu Ina tidak bisa melihat lagi karena terhalang dinding.
Kak Kemal membaringkan Ina diatas kasurnya. Ia mengambil antiseptis dari saku jas lalu membersihkan tangan dulu sebelum memeriksa suhu Ina.
"Masih panas," ujar Kak Kemal. lanjut, Kak Kemal memeriksa memar di bagian tangan dan kaki Ina. "Apa ada yang terluka tadi?"
masih dalam keadaan bingung, Ina menjawab dengan sedikit gagap diawal. "E-eh, ti-tidak...".
Kak Kemal menyentuh telapak tangan Ina dan Ina menunjukan raut kesakitan.
terdengar suara ketukan pintu, Ina menoleh kearah pintu dan mendapati Kak Sila memakai masker lengkap dengan kaos tangan hitam membawa nampan berisi mug coklat dan sepiring kue. Kak Sila masuk dan menaruh nampan itu di atas meja.
"Bring some sore ointments," sahut kak Kemal. Kak Sila segera menunduk lagi dan tanpa bicara keluar dari kamar.
Kak Kemal menutup tubuh Ina dengan selimut lagi sambil menunggu... obat yang ia perintahkan Kak Sila untuk mengambil.
"Dok?"
"Ya?"
"Ayah dan Ibu saya, ada dimana?" tanya Ina.
Sebelum menjawab, tampak Kak Kemal diam sejenak untuk berpikir. seolah ia sedang merangkai kalimat untuk menjawab pertanyaan Ina. Kak Kemal kemudian menjelaskan dari awal Ina jatuh sakit sampai sekarang dengan baik, ia menghindari kalimat yang mungkin membuat Ina sakit hati atau berpikiran tidak.
jadi kronologi hari ini terangkum sebagai berikut:
ketika kondisi Ina mulai parah tadi siang, ibu dan ayah Ina menelepon kak Kemal selaku dokter. Meminta bantuan agar sesuai prosedur rujukan orang sakit di tengah NID atau New Emerging Disease. Kak Kemal memeriksa kondisi Ina terlebih dahulu dan benar saja, kondisi Ina semakin parah. Sehingga mereka memanggil ambulan dari rumah sakit terdekat. namun sebelum itu, ayah dan Ibu Ina harus melapor pada ketua RT serta Satgas di daerah tersebut. agar bisa diproses lebih lanjut. Menurut Kak Kemal cukup panggilkan dulu ambulans namun daerah sini memiliki standar operasi yang harus terpenuhi dulu. Sampai sekarang orang tua Ina masih melaporkan di Kantor Pusat Pemerintahan Kota, berhubung setiap hari banyak orang yang melaporkan pula. Bahkan sampai tengah malam, antrian masih berjalan. Kak Kemal berjaga di sekitar rumah agar orang tua Ina tidak khawatir.
"Ah..." Ina paham dengan penjelasan Kak Kemal. beliau tidak menjelaskan apakah saat ini Ina menunjukan kondisi terpapar atau bagaimana. namun ia merasa Kak Kemal menjelaskan sesuatu tanpa menyakiti hati Ina nantinya.
Kak Sila datang sambil membawa nampan lagi dengan kotak obat diatasnya. merasa semua akan baik-baik saja setelah mengetahui dimana orang tua Ina, kali ini Ina mengucapkan terimakasih pada Kak Sila.
Kak Sila tersenyum sebelum pergi lagi keluar kamar.
Kak Kemal memberi obat salep pada tangan Ina yang radang tanpa berkata apa-apa. begitu selesai, Kak Kemal hanya menawari kue dan secangkir air putih hangat disebelahnya pada Ina, menyuruh Ina beristirahat lalu pergi keluar kamar.
Ina berniat untuk berbaring sebentar lalu terdengar keramaian diluar. tidak berapa lama, orang tua Ina masuk ke dalam kamar sambil membawa dua orang asing yang memakai masker dan handschon. mereka memulai pemeriksaan pada Ina mulai dari tes dahak, tes lendir di hidung dan tenggorokan lalu darah Ina diambil untuk di uji pula. setelahnya kedua orang alias perawat itu menyuruh Ina istirahat dalam rumah serta pemantauan setiap hari sampai hasil tes keluar, tidak lupa memberikan beberapa obat seperti antibodi, pusing dan panas.
setelah malam menjelang pagi yang cukup melelahkan, akhirnya Ina tertidur kembali. ia berdoa agar dirinya dijaga dari keburukan serta berdoa agar keluarganya dilindungi oleh Nya.
.
.
To Be Continued