WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini.
Dariel memang pulang cepat tapi jelas dia harus sabar menanti Kris tidur. Bagaimana pun mereka tak hanya berdua disini.
"Bang.."
"Hem…"
"Besok aku ada acara bridal shower, aku titip Kris bentar ya. Masih di hotel kok tempatnya, yang aku ceritain tadi pagi.."
"Iya sayang, abang ajak main Kris nanti.."
"Jangan jauh-jauh.."
"Engga, paling abang ajak berenang di hotel."
"Belenang?."
"Iya Kris, besok ya berenang sama kakak.."
"Sekalang.."
"Udah malem sekarang, dingin airnya.."
"Pake jaket.."
"Mana ada berenang pake jaket.." Ara tertawa kecil.
"Udah sekarang Kris tidur besok pagi kita olahraga.."
"Susu.."
"Eh iya abang beli susunya ga?."
"Iya beli, bentar.." Dariel mencari susu yang dia beli di supermarket sebelum pulang tadi.
"Nih.." Dariel memberikan susu yang sudah dia berikan sedotan pada Kris. Secepat kilat Kris meminumnya.
"Pelan-pelan minumnya nanti keselek.."
"Kakak…pingin pup.."
"Pup? ayo-ayo ke kamar mandi nanti kamu kelepasan lagi di celana.."
"Sini sama abang aja.." Dariel langsung menggendong Kris menuju kamar mandi. Membuka celananya lalu mendudukkannya di closet. Dia menunggu Kris mengeluarkan isi perutnya disana. Tiba-tiba Dariel tertawa melihat ekspresi wajah Kris yang sedang membuang hajatnya belum lagi ada air mancur yang tiba-tiba keluar menyembur rupanya dia juga sedang pipis. Rasanya lucu melihat anak kecil seperti ini. Begitu menggemaskan saat bertingkah. Dariel menekan tombol flush Ketika mendengar suara terjatuh dari closet.
"Udah belum?."
"Belum, buka bajunya.."
"Kok buka? Dingin.."
"Basah.." Kris memegang bajunya yang terkena air kencingnya sendiri. Lagi-lagi Dariel tertawa kecil.
"Iya tapi nanti, selesain dulu pupnya, kakak ambil baju ya.."
"Jangan, ga mau. Jangan tinggalin Klis.."
"Eh jangan turun nanti kemana-mana pup nya.."
"Jangan tinggalin kak.."
"Iya-iya engga, ayo duduk lagi." Dariel membenarkan posisi Kris lagi di closet. Anak itu benar-benar penakut tapi baru juga 2 hari bersama Kris perasaan Dariel begitu senang. Dia merasa punya gambaran tersendiri jika kelak dia dan Ara memiliki anak. Ya..anak kandungnya sendiri, pasti akan jauh lebih menyenangkan jika mereka benar-benar ada.
"Udah.."
"Bener?."
"Benel.."
"Ya udah sini kakak bersihin.." Dariel dengan telaten dan tanpa rasa jijik membersihkan bagian tubuh Kris. Dia juga membuka baju Kris tadi yang basah dan menutupnya dengan handuk.
"Kris mandi?."
"Engga, tadi bajunya basah. Dia ga suka jadi minta ganti.."
"Ya udah aku ambil bajunya dulu.."
"Pelut sakit.." Kris memegang perutnya.
"Sakit?." Dariel membuat Kris mengangguk.
"Sayang…ambil minyak kayu putih buat Kris sama bedaknya.." Ucap Dariel lagi membuat Ara mengambil seluruh perlengkapan adiknya. Dia mengusap pelan perut Kris dengan minyak itu.
"Tadi Kris makan apa?."
"Makan apa ya? Dia banyak makannya."
"Katanya perutnya sakit."
"Mules?."
"Ga tahu, anaknya bilang sakit.."
"Makan apa ya? Apa gara-gara makan cuanki tadi sore?."
"Itu aja?."
"Beli cuanki terus kita makan es campur juga.."
"Pedes cuankinya?."
"Engga kok.."
"Ya udah biar abang usap aja perutnya, kasian.." Dariel menutup kancing piyama Kris dan menidurkannya lagi disana.
"Masih sakit?." Tanya Dariel dan dijawab anggukkan. Anak itu memilih tidur dalam dekapan Dariel. Dia bahkan sengaja memiringkan badannya agar bisa memeluk kakak iparnya itu.
"Udah ga papa, ini Kris kekenyangan aja.." Ara yang duduk ikut mengusap punggung Kris agar dia mau tidur. Kris hanya diam dan bersembunyi di dada Dariel setelah setengah jam barulah matanya terpejam. Dia sudah memasuki alam mimpinya. Dariel yang semula terbaring kini perlahan berdiri dan beralih ke ruangan lain untuk mencari minumnya. Dia haus. Saat dahaganya hilang Dariel kembali ke ruang tidurnya. Disana Ara masih duduk sambil melihat handphonenya, sedari tadi dia sibuk membalas pesan dari teman-temannya.
"Abang hebat ngurus Krisnya.."
"Hebat? Belum apa-apa juga.."
"Abang sabar ngadepin Kris.."
"Belum ada apa-apanya dibanding ngadepin Jay.."
"Maaf ya adik-adik aku sering ngerepotin.."
"Engga kok, abang seneng ngurusnya."
"Abang udah pantes jadi ayah.." Ara tertunduk. Rasanya dia kecewa pada dirinya sendiri karena belum memberikan Dariel satu orang anak pun padahal sikap Dariel sudah pantas untuk mendapatkannya. Dariel yang masih berdiri menarik dagu Ara.
"Kamu juga udah pantes jadi ibu, waktunya aja yang ga tahu kapan. Sabar oke?, anggap aja ini Latihan jadi kalau nanti ada kita bener-bener udah siap. Kayanya Allah lebih sayang sama kita, Dia pingin kita belajar dulu, nyobain dulu. Kaya orang kalau mau naik kelas pasti dikasih tes dulu."
"Iya, makasih abang masih mau sabar.." Ara mengusap pelan lengan Dariel. Suaminya benar-benar orang yang bisa menenangkannya. Dariel lebih membungkukkan kepalanya lalu mencium bibir Ara seperti tadi pagi. Bibir mereka saling bertautan satu sama lain. Dariel sudah menginginkannya sejak tadi. Dia menggigit kecil bibir bawah istrinya dan memberikan hisapan pula pada lidahnya. Tangan kanan Ara yang semula bebas kini mengarah naik ke celana Dariel. Dia mengenggam dengan mudah sesuatu yang terasa Panjang namun belum benar-benar mengeras.
"Ada Kris.." Dariel ragu.
"Dia tidur.."
"Di depan aja yuk.."
"Mommy bilang jangan tinggalin Kris sendiri, dia suka nangis." Ara juga ragu jika harus meninggalkan Kris. Dariel melihat lagi kearah Kris.
"Duh mukanya lagi ngadep sini lagi.."
"Pake bantal guling coba halangin.." Ara memberi ide dan Dariel mengikuti idenya.
"Sini.."Ara langsung menarik tangan Dariel saat suaminya itu datang. Dia dengan cepat membuka celana tidur Dariel dan jelas sudah apa yang tadi dia genggam berada tepat di wajahnya. Ara sempat menatap Dariel nakal sambil mengusap maju dan mundur miliknya membuat sensasi yang luar biasa bagi Dariel. Dalam beberapa detik kemudian Ara mengulumnya dengan cepat. Dia memberikan hisapan kenikmatan agar pusaka suaminya itu siap bertempur. Dariel yang masih berdiri langsung menaikkan bajunya. Dia membuka cepat semua pakaian yang menempel. Satu tangannya kini meraih kepala Ara dan merapikan rambutnya dalam satu genggaman.
"Aahhh…" Desah Dariel saat kehangatan itu semakin terasa. Sudah cukup Ara memainkannya. Dariel segera naik keatas ranjangnya. Melucuti semua pakaian istrinya juga. Dia juga ingin melakukan sesuatu untuk istrinya agar percintaan mereka semakain panas. Dariel mengecup-ngecup bagian tubuh Ara. Dari bibirnya, lehernya, pundaknya, turun lagi ke payudaranya. Dia bermain-main dulu disana sebelum akhirnya memilih turun lagi ke perut Ara dan tentu saja terakhir di liang kenikmatannya. Dia menciumnya erat disana. Dia tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Aksi suaminya itu membuat Ara mendesah tak tertahan. Ini baru permulaan dan rasanya begitu membuat mabuk kepayang. Kedua tangan Dariel melingkar di paha Ara seakan menahannya agar diam. Dia sudah semakin hebat sekarang.
"Bang bentar.." Ara menahan Dariel disaat dia sudah siap merasuki Ara.
"Kenapa?."
***To Be Continue