WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini.
"Bang bentar.." Ara menahan Dariel disaat dia sudah siap merasuki Ara.
"Kenapa?."
"Kris gerak-gerak.." Ara sambil menarik selimut takut jika Kris terbangun begitupun Dariel yang langsung berbarin disamping Ara untuk menyembunyikan diri. Rasanya tak nyaman bercinta di dekat sang adik tapi kalau ditinggalkan bisa bahaya dia menangis dan menyusul Ara ke depan. Itu lebih tak terlihat lagi dan tak bisa diprediksi kapan datang.
"Dia mimpi.." Dariel mendekap Ara lagi dan menautkan bibirnya di puncak payudara sang istri. Dia ingin segera masuk tapi belum juga ada kesempatan. Ara terlalu khawatir dengan adiknya sehingga dia tak terlalu fokus dengannya.
"Dia cuman mimpi sayang, udah dong…kamu tidur miring aja…" Dariel memberi arahan membuat Ara menurut. Dia kini bisa melihat dengan jelas wajah Kris lagi. Anak itu memang sedang tertidur bahkan bulu mata lentiknya terlihat diam tak ada gerakan. Dengan cepat Dariel melesatkan miliknya untuk masuk. Dalam hitungan detik Ara merasakan sesuatu yang memenuhinya. Matanya yang semula memperhatikan Kris kini terpejam dengan tangan meremas pelan selimut yang ada di dadanya sementara Dariel mulai bergerak maju dan mundur. Desahan demi desahan terdengar samar-samar. Mereka tak mau terlalu kelepasan dengan kenikmatannya. Semain dipercepat gerakannya justru semakin nikmat rasanya. Tangan Dariel sesekali meremas bulatan padat milik istrinya gemas. Memilin kecil puncaknya yang menegang akibat pergelutan mereka saat ini. Kris bergerak lagi tapi Dariel juga tak mau berhenti.
"Ahh..Banghh…" Ara memanggilnya namun Dariel masih belum mau berhenti karena dia yakin Kris tak bangun. Mata Dariel menatap anak itu dan benar saja dia hanya berguling ke sisi lain. Ini bagus, dengan begitu Dariel sedikit bebas untuk melakukan kegiatannya. Dia langsung menyingkap selimut yang menghalangi mereka dan beranjak naik lagi kebadan Ara. Mata mereka bertemu membuat Dariel tak bisa hanya diam. Dia melumat lagi bibir Ara yang menggoda dirinya. Tangan mereka saling menggenggam disisi masing-masing. Payudara Ara yang padat itu terlihat naik turun kebawah membuat nafsu suaminya menjadi-jadi. Belum lagi setiap gesekkanya memberikan sensasi tak tertahankan.
"Jangan kasih tanda ya sayanghhhh, aku nanti pake bajunya kebuka…" Ara segera memberi warning begitu melihat bibir Dariel mulai turun. Tidak lama Ara mulai duduk dipangkuan suaminya. Giliran dia yang bergerak sekarang. Dia mulai memberikan goyangan mautnya untuk suaminya tent saja Dariel suka. Sudah setahun ini Ara selalu mencoba menghitung masa kesuburannya dan bercinta dengan sungguh-sungguh saat masa itu datang bahkan dia mencoba mencari referensi lain agar semakin cepat pula dia hamil. Kali ini gaya mereka sudah berubah dengan Ara yang kembali berada dibawah kekuasaan sang suami. Dia terlihat telungkup sementara Dariel berada di belakangnya. Dengan posisi ini sesekali Dariel menggigit gemas cuping telinga Ara membuatnya kegelian.
"Ahh…ahh.." Desah lagi Ara setiap kali pedang milik suaminya masuk dan keluar. Dikecupnya punggung mulus sebelum Dariel membalikkan lagi badan Ara. Mereka saling berhadapan dan tanpa menunggu lagi kaki Dariel mengapit kaki istrinya. Orang-orang mungkin akan memanggilnya dengan gaya gunting.
"Ahh…abang keluarhhh…"
"Bentar banghhh.." Ara masih merasa-rasa bagian tubuhnya. Dia juga akan mencapai titik orgasmenya. Ara langsung mencengkram tubuh Dariel kuat dengan wajah tertunduk di dada suaminya saat pelepasan itu datang begitupun Dariel yang menekan kuat miliknya kedalam berharap tak ada satupun cairan yang terbuang. Dariel langsung terbaring dengan puas dan nafas lelahnya. Dia benar-benar baru saja berolahraga begitupun Ara juga terbaring di sisinya sambil mengatur nafas.
"Duh..abang belum biasa ada orang lain kalau kita lagi gitu, jadi agak was-was tadi…"
"Iya, aku juga jadi kaya orang pacaran takut digrebeg ga lepas aja.." Ucapan Ara membuat Dariel tertawa kecil. Dia kini menarik Ara lebih mendekat. Dia membenarkan rambut Ara yang berantakan.
"Abang ga suka kamu sedih cuman gara-gara anak. Kita hidup berdua pun abang seneng sayang.."
"Tapi bang aku tuh..ngerasa…belum sempurna aja gitu."
"Sayang apa yang kamu rasaian itu abang rasain, kamu ngerasa minder karena kamu ga hamil-hamil begitupun abang, abang ngerasa bersalah karena belum bisa hamilin kamu.."
"Ini bukan salah abang."
"Ini juga bukan salah kamu, itu yang selalu kita bilang setiap hari. Kamu bilang bukan salah abang dan abang sebaliknya. Kita saling nyalahin diri sendiri dan sejujurnya itu yang paling bikin kita ga sehat." Perkataan Dariel disambut diam saja oleh Ara.
"Apalagi besok atau lusa, kamu bakalan ketemu temen-temen kamu, terus temen kamu bawa anak terlebih kalo kamu tahunya mereka ternyata baru nikah. Kamu pasti sedih lagi.."
"Hem…" Ara tak bisa berkutik dengan pernyataan Dariel yang sepenuhnya benar. Dia kini yang lebih mendekap Dariel untuk meminta pelukan, pelukan kekuatan.
"Abang ijinin kamu ketemu mereka buat seneng-seneng bukan buat ngingetin kamu sama hal yang kaya gitu. Kalau kamu begini terus abang larang kamu ketemu mereka, abang larang kamu keluar. Udah diem aja kamu dirumah.." Dariel Dengan tegas tapi bukan marah.
"Maafin aku…"
"Udah dong, jangan terus-terusan dipikirin." Dariel mengusap lembut rambu istrinya dan Ara hanya mengangguk saja.
"Besok pokoknya kamu have fun sama temen-temen kamu kalau pulang nanti abang liat wajah yang aneh-aneh awas ya.."
"Iya, makasih bang.."
"Apa di acara besok ada mantan kamu itu?."
"Engga, ga ada. Ini cuman acara cewek-cewek. Abang cemburu?."
"Engga.."
"Kapan sih abang cemburu sama aku, perasaan dari dulu ga pernah."
"Kata siapa? Kamunya aja ga tahu. Dari semua cowok ada satu orang yang selalu bikin abang cemburu eh bukan deh kesel aja gitu.."
"Iya aku tahu, maaf…"
"Kamu cantik ga mungkin ga ada yang naksir, jaman sekarang cowok-cowok diluar sana seneng ganggu istri orang. " Dariel menyentuh wajah Ara seolah ingin menunjukkan betapa cantiknya paras sang istri.
"Belum ada yang nandingin suami aku."
"Berarti kalau ada kamu mau?."
"Ga akan pernah ada, baiknya, gantengnya, perhatiannya, lucunya, terutama perkasanya…" Ara dengan nakal menaik turunkan tangannya diperut Dariel atau lebih tepatnya menggelitik. Suaminya itu malah menarik tangannya untuk dicium. Dariel menggulingkan lagi badannya untuk berada diatas Ara kemudian mencium bibirnya. Kepalanya beranjak turun dan menyusu disana. Lidahnya berputar-putar di puncak milik Ara kemudian menghisap dengan lembut agar tak ada keluhan kesakitan.
"Abang mau lagi?."
"Pingin tapi ga enak ada Kris.."
"Jangan ditahan nanti abang uring-uringan lagi.."
"Abang pingin keluarin lagi sebanyak-banyaknya…" Ucapan Dariel membuat Ara tertawa kecil.
"Keluarin apa sebanyak-banyaknya?." Goda Ara.
"Keluarin benih-benih…"
"Abang ga akan ninggalin aku kan gara-gara anak?."
"Engga, abang janji. Abang ninggali kamu sama dengan minta digantung sama daddy, ya…kecuali kamu yang ninggalin.." Dariel memutar bola matanya.
"Iih…apaan sih, engga.."
"Makasih sayang. Buka lagi dong kalau gitu…" Dariel sudah meminta jatahnya lagi dan apalagi yang ditunggu Ara selain menurut.