Chereads / Please, Love Me.. / Chapter 143 - Maaf Dariel

Chapter 143 - Maaf Dariel

"Si..siapa?" Ara terbata-bata dengan mata sayu dan kaki yang kehilangan keseimbangan.

"Eh Dariel...ini suami kamu Ra.." Gio yang ikut mabuk menepuk-nepuk bahu keras Dariel.

"Su...suami, aku udah nikah Gi?eh iya...aku udah nikah." Ara meracau tak jelas sambil mengangkat tangannya untuk melihat cincin nikahnya. Dia benar-benar sudah tak sadarkan diri sekarang.

"Kamu ngapain sih?"

"A..aku...aku ngapain ya?Gi..kita ngapain?" Ara malah bertanya pada Gio yang kini tertawa.h Gio sudah mabuk sepertinya.

"Kita kerja Ra.."

"Eh iya kita lagi dinas.."

"Kita pulang."

"Ga mau...." Ara melepas genggaman Dariel.

"Ayo pulang." Dariel menarik paksa dan jelas Ara tak punya tenaga sekarang untuk melawannya. Dariel menyeret Ara menuju mobil yang dibawa mereka tadi sementara Chandra membantu Gio yang sudah lemas untuk berjalan.

"Kenapa sih kalian main kesini segala?" Omel Dariel di dalam mobil.

"Ara yang ngajak Riel, kita masa nolak."

"Dia...marah ya?dia emang suka marah-marah..." Ara berkomentar dengan lemas. Tangannya menunjuk kearah pipi Dariel sementara kepalanya sudah bersandar di dada suaminya. Teman-temannya tak menanggapi omongan Ara.

"Si Gio lagi ngapain ikutan mabok.." Giliran Sonya yang mengomel.

"Kamu.....ngapain...kesini?" Tanya Ara antara sadar dan tak sadar.

"Aku jemput kamu." Jawab Dariel singkat.

"Jem....put?kamu....ga ...usah jemput...nanti cape....kamu...cari istri....baru aja..." Ara berbicara seenaknya lagi sementara Sonya dan Chandra hanya bisa saling melirik dan diam. Mereka yakin permasalahan diantara temannya itu belum selesai.

"Oh..a..aku..tahu..kamu mau minta jatah ya??tahu aja...kalo aku udah selesai. Kamu...hitung ya?" Ara meracau lagi sambil senyum-senyum.

"Kita obrolin ini dirumah, kamu istirahat aja." Dariel mencoba membungkam mulut Ara. Dia tak ingin Ara mengatakan banyak hal di depan teman-temannya. Cukup lama didalam mobil akhirnya mereka sampai. Dariel langsung menuntun Ara menuju kamarnya sementara Sonya dan Chandra membantu Gio. Dariel membaringkan Ara dikasurnya.

"Kenapa kamu jadi gini sih Ra?" Ucap Dariel sambil membantunya melepaskan sepatu namun tak lama Ara muntah-muntah. Dariel segera membantunya bangkit, membiarkan lantai dikamarnya itu kotor dipenuhi muntahan. Ara langsung lemas dan tertidur lagi. Kini Dariel membersihkan bekas muntahan itu termasuk mengganti semua pakaian yang sudah Ara kenakan.

"Kamu ngapain?..kamu ... mau tidur sama aku..?aku cape Riel....besok lagi ya kita....lakuinnya..." Ara berbicara lagi dengan mata tertutup sementara Dariel masih fokus menggantikan pakaian istrinya.

"Kamu istrirahat ya.." Bisik Dariel lalu mencium kening Ara.

"Kamu..jahat..kamu jahat sama aku... " Ara berbicara lagi kini ada tangisan di matanya.

"Iya sayang maaf...."

"Aku benci kamu...kamu jahat..." Ara menangis lagi tapi entah dia sadar entah tidak yang jelas Dariel hanya memperhatikan istrinya. Dariel menghapus air mata Ara dan tak lama dia diam lagi mungkin dia tidur. Setelah merasa Ara cukup tenang Dariel menarik selimut agar Ara beristirahat. Dia duduk disamping Ara. Mengusap dahi Ara pelan sambil membenarkan rambutnya yang berantakan. Dia mengecupnya lagi. Setelah itu dia meninggalkan Ara sendiri.

"Ara tidur?" Chandra menyambut kedatangan Dariel di dapur.

"Iya, Gio gimana?"

"Dia juga langsung pelor."

"Makasih udah nungguin Ara."

"Iya sama-sama, masa iya juga gw tinggalin." Chandra memberikan cola pada Dariel.

"Ada masalah apa sih sampe segitunya?sampe Ara nyuruh lu cari istri baru."

"Salah paham aja."

"Soal hamil ya?" Sonya ikut bergabung dengan mereka.

"Dia ada cerita?"

"Bukan cerita doang, dia nangis-nangis waktu itu."

"Kapan?"

"Kita pernah makan siang bareng semingguan yang lalu mungkin."

"Pantes bos gw ngelamun mulu di ruangannya sampe gw gedor pintu ga nyaut-nyaut."

"Masa sih Chan?"

"Asli Riel, gw kira gara-gara penculikan itu dia jadi trauma dan banyak diem ga taunya ini."

"Maaf masalah kita jadi ngerepotin kalian. Ini kan sebenernya urusan keluarga gw."

"Riel lu sahabat gw dari jaman kapan pake bikin repot segala." Chandra tak keberatan.

"Gw malu aja, ini kan aib keluarga."

"Bentaran lagi juga lu sodaraan sama Sonya."

"Sodaraan?"

"Dia lagi PDKTan sama Edward.."

"Apaan sih belum juga jadi."

"Asli nya?Edward atau Ethan nih?"

"Edward Riel, diem-dieman lagi sama kaya lu sama Ara dulu. Waktu itu aja gw pergokin Sonya masuk mobil pak Edward. Gw ga nyangka aja, Edwardkan orangnya kalem ga banyak ngomong beda sama Ethan yang aktif banget."

"Welcome to Seazon Family.." Canda Dariel sambil mengangkat cola-nya.

****

"Aw..." Ara mengeluh sakit dibagian kepalanya. Ini terasa sangat pusing sekali. Mendadak perutnya terasa mual dan dengan perlahan Ara segera berlari ke arah kamar mandi. Memuntahkan segala isian yang ada diperutnya. Setelah selesai dia menggosok-gosokkan perutnya dan baru menyadari bahwa pakaiannya sudah berubah.

"Siapa yang ganti?" Ara kembali masuk kedalam selimut dengan keadaan pusing. Dia memejamkan matanya ingin tertidur kembali namun dalam beberapa detik matanya terbuka lagi.

"Dariel.." Dia ingat sekarang. Suaminya itu ada disini. Dia ingat suaminya datang dan menarik tangannya.

"Kamu udah bangun." Dariel membuka pintu dengan lengannya karena tangannya sudah penuh dengan bawaan sarapan Ara. Dariel membuatkan sup untuknya dengan segelas susu murni yang hangat. Ara tak menjawab dia memilih berbaring saja.

"Nih minum dulu.." Dariel menyodorkan segelas susu.

"Simpen aja." Jawab Ara tanpa memandang suaminya.

"Kepalanya pasti sakit ya?"

"Engga." Ara langsung menepis tangan Dariel dari kepalanya.

"Kamu makan dulu, mumpung sup-nya masih panas."

"Aku ga lapar."

"Perutnya pasti ga enak ya?mau aku ambilin minyak kayu putih?"

"Engga." Tolak Ara lagi. Dariel bingung harus berbuat apa. Ara sudah jelas-jelas menolaknya. Kini dia ikut tidur disamping Ara, masuk kedalam selimut dan memeluknya dari belakang.

"Maaf...maaf sayang...." Dariel memegang kuat pinggang Ara tak peduli jika Ara ingin melepaskannya. Wajahnya dia tenggelamkan dipunggung Ara.

"Aku ga maksud gitu Ra. Maaf...Aku salah. Jangan gini Ra..." Dariel memohon.

"Maaf gara-gara keinginan aku, kamu jadi kesiksa. Aku ga mau kamu tinggalin aku. Aku ga mau perempuan manapun lagi. Aku cuman pingin kamu Ra..." Perkataan Dariel belum juga direspon Ara. Istrinya itu malah menutup matanya seperti orang tertidur.

"Kalaupun aku pingin punya anak. Aku pingin anak dari kamu bukan dari orang lain. Aku pingin kamu yang jadi ibu buat anak-anak aku. Jangan tinggalin aku. Aku salah sayang, aku salah. Aku minta maaf. Aku udah nyinggung kamu. Maaf..maafin aku.." Dariel dengan air matanya. Dia tak sampai hati waktu itu mengatakan jika Ara tak bisa hamil. Dia tahu jika perkataanya pasti melukai perasaan Ara. Dariel bertahan dengan posisi itu sambil menangis sampai membasahi baju warna biru Ara. Membayangkan Ara meninggalkannya saja membuat Dariel sangat sedih apalagi jika hal itu benar-benar terjadi. Mungkin...dia tak sanggup. Dariel sadar dia terlalu banyak menekan Ara soal anak belakangan ini sampai tidak tahu jika Ara sangat sedih soal itu. Ara sendiri dalam diamnya hanya mampu menangis juga. Ara tahu mungkin Dariel juga frustasi karena usahanya tak kunjung membuahkan hasil. Ara membiarkan air matanya membasahi bantal yang dia tiduri. Semakin dia menangis tentu saja kepalanya semakin sakit. Dia benar-benar salah jalan kemarin. Mabuk sepertinya bukan jalan yang tepat untuk mencari hiburan semata.

"Sayang...Maafin aku." Ucap Dariel lagi setelah cukup lama suasana disana hening. Ara bergerak perlahan. Membalikkan badannya untuk menghadap Dariel. Dilihatnya mata Dariel yang sudah basah bahkan sebelumnya Ara yakin bajunya juga tak kalah basah dibelakang. Tangan Ara kini meraih kepala Dariel yang berada dibawahnya namun dia belum bicara. Ara menghapus dengan lembut setiap air mata Dariel. Dia tahu suaminya itu sudah benar-benar menyesal dengan ucapannya.

"Sayang...maaf..." Dariel dengan mata tertuju pada Ara.

***To Be Continue