Ara dan Dariel yang kemarin baru saja pulang dari Honeymoonnya kini sudah berada dirumah baru orang tuanya. Tampak keluarga besar mereka sudah berkumpul untuk acara syukuran rumah baru. Untung saja Ara dan Dariel sudah menyiapkan oleh-oleh yang cukup untuk mereka jadi tak ada yang saling sirik. Kris tampak berlarian kesana kemari merasa senang ada banyak orang dirumahnya yang bisa dia ajak bermain. Kay sengaja mengajak Kiran untuk datang agar dapat mengakrabkan diri lagi dengan keluarganya.
"Duh berasa penganten baru lagi ga mau jauh." Sindir Riko melihat Ara masih duduk menempel disamping Dariel.
"Sirik ya uncle?onty....itu uncle pingin dipeluk.." Teriak Ara memanggil Lisa. Tidak lama tantenya itu datang dan melihat kelakuan keponakannya.
"Kenapa ini?"
"Itu uncle kesepian, duduk sendirian." Ocehan Ara disambut tawa kecil oleh Riko.
"Sini sayang duduk.." Riko menarik tangan istrinya seolah memanasi Ara juga.
"Uncle honyemoon lagi kesana, seru loh."
"Iya kayanya seru, onty liat update-annya Ara. Bagus-bagus fotonya."
"Tempat-tempatnya juara onty, bagus...banget. Kali aja Rey dapet adik cilik lagi."
"Ih onty kali yang harus minta dari Ara. Iya ga Riel?"
"Iya, ini lagi usaha onty."
"Kenan udah mau dapet cucu, Keisha kapan nih sama Leo." Tanya Riko pada anaknya yang kebetulan ada disana.
"Iya nanti pah, sabar..."
"Iya, papah nya nih ngebet banget pingin jadi kakek." Lisa mencubit pelan lengan Riko.
"Ai...ai..." Kris datang berlarian diantara mereka. Kakinya tak mau berhenti bergerak kesana dan kemari.
"Kris...Kris... istirahat sini.."
"Bang jar, kak..." Kris bersembunyi dibelakang badan Ara sementara Jay yang mengejarnya langsung menangkap Kris yang langsung berteriak keras.
"Sini-sini sama uncle, pecicilan banget nih anak kaya Ken waktu kecil."
"Na au..." Kris menuruni sofa dengan dibantu Dariel sementara Jay sudah kelelahan bermain dengan adiknya. Dia menyandarkan kepalanya dipaha Ara dan duduk dibawah karpet.
"Bang..bang...jar.." Kris kembali lagi dan menarik celana Jay.
"Abang cape, Kris duduk juga sini." Ucapan Jay malah disambut juluran lidah oleh Kris.
"Eh ya kamu berani sama abang..." Jay menarik adiknya dan menggelitik badan Kris membuatnya. tertawa-tawa.
"Ampun ga?" Tanya Jay lagi sambil memegangi Kris.
"Pun Bang...." Kris menatap Jay minta dilepas. Setelah dilepas bukannya diam Kris malah menjulurkan lagi lidahnya dan berlari dengan cepat keruangan lain.
"Udah ga usah dikejar, nanti kamu cape. Paling dia nyariin Kay." Ucapan Ara membuat Jay duduk disana. Benar saja adiknya itu berlari kearah Kay dan Kiran yang sedang saling menyuapi makanan.
"Bang..Jar..bang..." Kris menepuk-nepuk kaki Kay.
"Kejar?kamu ya daritadi udah lari-lari. Sekarang duduk." Kay menggendong adiknya dan mendudukkan di kursi yang cukup tinggi sehingga dia tak bisa kemana-mana.
"Na Au, run bang.."
"Engga. Duduk..."
"Awas jatuh nanti Krisnya." Ucap Ran.
"Bang run..."
"Ga boleh turun."
"Kak run, Klis ngin run.." Ucap Kris meminta tolong Kiran.
"Sini kakak gendong aja." Kiran meraih tangan Kris yang terbuka lebar kemudian membawanya kedalam dekapan Kiran.
"Ini liat udah keringetan, diem dulu." Kiran meraih tisu yang ada disana lalu mengusap pelan setiap keringat yang ada di wajah Kris.
"Sama kak Ran aja nurut, abang engga." Protes Kay.
"Bang akal..." Kris sambil memukul lengan Kay pelan.
"Kamu yang nakal."
"Bang.."
"Kamu."
"Eh nanti nangis loh." Kiran melerai.
"Lagi apa nih anak Daddy, digendong sama kakak Ran?"
"Bang akal dad." Kris mengadu.
"Abang nakal?masa?Kris kali." Kenan sambil melihat kearah sekitar seperti mencari sesuatu.
"Mommy mana?"
"Tadi sih kesana dad, lagi teleponan."
"Sama siapa?"
"Ga tau."
"Ya udah, Daddy mau samperin mommy dulu." Kenan segera mencari istrinya itu. Dia melihat Jesica sedang berdiri didekat kolam renang dengan ponsel ditelinganya.
"Iya-iya, kalo ada apa-apa kabarin, nanti tiketnya saya beliin." Ucap Jesica sebagi balasan dari teleponnya. Dia melirik Kenan yang sudah diujung pintu dan dengan cepat Jesica mengakhiri panggilannya.
"Lagi apa sayang?"
"Hm...tadi ada telepon dari restoran."
"Malem-malem gini?"
"Urgent aja Mas."
"Ada apa emang?"
"Udah selesai kok."
"Jauh banget teleponanya."
"Ga jelas tadi suaranya, sinyalnya jelek."
"Masa sih?sinyal Handphone Mas bagus-bagus aja."
"Udah yuk ah masuk lagi, dingin." Jesica menarik lengan Kenan. Kenan yang banyak tanya kini hanya diam mengikuti gerakan istrinya untuk menemui keluarga besarnya di depan.
***
"Lagi apa Mas?" Jesica mulai menaiki ranjangnya setelah selesai menidurkan Kris.
"Baca soal bapaknya Dariel."
"Udah ketemu?"
"Kemarin-kemarin udah Reno kasih sayang dokumennya cuman gara-gara ada insiden itu Mas belum sempet liat."
"Mana aku pingin liat." Jesica penasaran. Seketika Kenan memberikan beberapa kertas dan lembar foto yang berceceran di ranjangnya. Jesica membaca dengan seksama. Martin Sagara. Itulah nama Ayah kandung Dariel. Dalam foto terlihat wajahnya yang menawan bahkan diusianya yang sudah menginjak 50an. Matanya berwarna coklat dengan Alis tebal dan mata yang tajam. Hidungnya benar-benar mancung seperti orang-orang Arab dengan bulu-bulu kecil putih disekitar mulutnya. Dari profilnya dia sudah menikah dengan perempuan bernama Lia sejak 30 tahun yang lalu dan memiliki 3 orang anak dimana 2 diantaranya adalah perempuan. Mereka tinggal di Jakarta sekarang bahkan Jesica dapat melihat alamat jelas rumah yang mereka tinggali.
"Terus Mas mau kesini?"
"Engga, itu urusan kakak sama Dariel."
"Ini mau digimanain selanjutnya?"
"Mas kasih tahu pak Stefan terus dokumennya Mas kasih kakak."
"Yakin Mas?ini ga akan jadi masalah apa?Kita diem-diem loh cari tahunya, apa Dariel ga marah?"
"Kalo istrinya yang kasih tahu harusnya sih ga papa."
"Kalo ada apa-apa gimana?"
"Nanti pak Stefan bantu, kamu tenang aja..."
"Aku ga mau ya sampe ada masalah."
"Engga sayang, Mas liatin kakak sama Dariel lagian mereka lagi mesra-mesranya pasti hal yang kaya gini bisa diomongin baik-baik. Daripada Dariel penasaran terus."
"Iya-iya..." Jesica meletakkan dokumennya itu lagi lalu berbaring ditempatnya sambil mengecek handphonenya lagi sementara Kenan masih asyik membaca semua informasi detail mengenai Ayah kandung menantunya itu. Dilain tempat Ara dengan kesal meraih kopernya mencari celana dalamnya dan 1 bungkus pembalut. Itu artinya usaha mereka di Dubai belum juga membuahkan hasil. Ara frustasi. Dia tak tahu apa yang salah dengan dirinya sampai kesulitan untuk hamil padahal selama ini dia telah mencoba melakukan segala cara mendukung keinginan suaminya itu. Kalo Dariel tahu mungkin dia akan kecewa. Dengan segera Ara kembali ke kamar mandi. Dia duduk di closet terlebih dahulu menundukkan kepalanya dengan kedua tangan sebagai penompangnya. Dia bingung harus bagaimana lagi. Tiba-tiba air matanya menetes. Memang tak terlalu deras tapi itu sudah menandakan kesedihan Ara. Dia menangis. Dia harus segera pergi ke dokter untuk memeriksakan dirinya.
***To be continue