Chereads / Please, Love Me.. / Chapter 115 - Rumah Tangga 1

Chapter 115 - Rumah Tangga 1

Meeting kali ini berjalan cukup tegang. Sedaritadi Dariel tak henti memberikan pertanyaan kepada tim sales marketing dan produksi saat mereka melakukan bisnis review. Nayla yang duduk disampingnya mencoba memahami setiap pembahasan meeting hari ini. Sesekali dia mengetikkan point penting dalan meeting. Jesica yang ikut hadir dibuat tak percaya dengan yang terjadi selama ini di perusahaannya. Jika bukan karena feelingnya mungkin pabrik yang di dibesarkan alm. Ibunya nyaris bangkrut dan bisa-bisa hilang begitu saja. Belum lagi Jesica mendengar adanya kecurangan yang terjadi di departemen gudang membuatnya mengalami kerugian yang tak main-main jumlahnya. Fokus Jesica tak hanya pada pekerjaan tetapi matanya sesekali melirik sekretaris baru Dariel. Dia seperti pernah melihat wanita itu tapi dimana. Dia mencoba mengingat-ngingat tapi kepalanya sudah cukup lelah untuk mengingat moment yang terlalu lama. Dia benar-benar sudah pikun sekarang. Meskipun begitu, Jesica tak terlalu suka jika menantunya itu terlalu dekat dengan sekretarisnya.

"Tolong email ke saya hasil notulennya ya.." Jesica sambil berjalan bersama Dariel dan Nayla.

"Baik Bu." Nayla mencoba melangkah sesuai dengan kecepatan kaki Jesica yang terlihat sudah terlatih berjalan cepat meskipun dengan high heels. Rupanya dia ingin segera menemui anaknya Kris yang sedang diasuh oleh Bi Rini diruangannya.

"Mom..aku masuk ruangan aku ya. Nay...kamu ikut saya." Dariel segera berbelok ke arah ruangannya diikuti Nayla. Diam-diam Jesica masih memperhatikan tingkah Dariel dan Nayla yang terlihat langsung akrab padahal Jesica dengar ini adalah hari kedua Nayla masuk.

"Mom..my..." Kris yang berada di ambang pintu langsung berjalan menghampirinya membuat Jesica yang sedang memperhatikan bayangan situasi di dalam ruangan Dariel teralihkan.

"Iya sayang, anak mommy ga nangiskan?" Jesica berjongkok dan melihat kearah wajah tampan anaknya.

"Nda...."

"Kris rewel ga bi?"

"Engga Bu.."

"Besok-besok ikut saya aja ya Bi. Soal rumah nanti saya cari lagi aja pembantu baru. Ga setiap hari kok. Kalo saya dikantor ada meeting aja.."

"Iya Bu."

"Tenang.. soal gaji saya naikin." Jesica sambil tersenyum.

"Iya, makasih Bu."

"Iya sama-sama. Bibi udah makan?"

"Nanti aja Bu.."

"Jangan nanti, udah siang ini. Ada kantin dibawah. Bibi makan aja dulu sana. Udah ini kita ke kantor Bapak terus ke restoran saya." Jesica membuka tasnya dan mencari-cari uang cash yang dia miliki lalu memberikannya pada bi Rini.

"Saya minta beliin jus melon aja satu ya..."

"Iya Bu.." Bi Rini lalu pergi meninggalkannya sementara Jesica sebenarnya masih penasaran apa yang terjadi di dalam ruangan Dariel.

"Udah mulai ngerti Nay?"

"Sedikit-sedikit pak."

"Jonathan kalo ga salah punya buku yang isinya alur kerja disini. Kamu pinjem aja sama dia."

"Iya pak."

"Oh iya tugas kamu sekalian atur jadwal saya sehari-hari ya. Dari janji meeting sama orang luar sampai istri saya. Nomernya udah Jonathan kasih kan?"

"Udah pak."

"Ya udah kamu boleh kembali meja kamu."

"Hm...pak ada yang mau saya tanyain.."

"Iya apa.."

"Ini sedikit pribadi, apa boleh?" Perkataan Nayla membuat Dariel duduk bersandar kali ini.

"Apa?"

"Bapak udah lama nikah?"

"Saya baru nikah 6 bulanan. Nama istri saya Arabella. Ibu Mertua saya yang tadi, Jesica sementara Ayah mertua saya salah satu owner Seazon Company. Mereka semua emang bukan orang sembarang dan kaya raya tapi mereka orang-orang yang baik dan murah hati kok." Dariel sambil tersenyum. Kini dia berdiri lalu berjalan mendekati Nayla. Setelah cukup dekat dia duduk sedikit dimeja kerjanya sambil melipat kedua tangannya.

"Informasi itu lebih dari cukup pak."

"Nay... besok-besok kalo diluar kerja panggil aja Dariel. Biasanya kamu gitukan?"

"Saya ga bisa. Ga enak kalo orang lain denger." Nayla menolak membuat Dariel sedikit kecewa. Rupanya Nayla masih belum nyaman dengannya.

"Oke saya paham..." Dariel tak memaksa lagi dan memilih memberikan senyumannya.

"Riel...mommy..." Jesica yang membuka pintu menghentikan ucapannya saat melihat jarak antara Nayla dan Dariel cukup dekat. Belum lagi senyuman Dariel membuat Jesica semakin mencurigai kedekatan mereka.

"Kenapa mom..?" Dariel segera menghampiri mertuanya.

"Hm..mommy pergi dulu ya, mommy tunggu laporan proyek kamu itu."

"Siap mommy. Bye...bye...Kris..."

"Bye.bye.." Kris melambaikan tangannya dan sebelum pergi Jesica sempat menatap tajam Nayla seolah memberi peringatan padanya agar tak terlalu dekat dengan Dariel.

****

Didapurnya Ara sedang memasak hidangan untuk makan malam mereka sementara Dariel sedang memperhatikan tanaman-tanamannya diluar. Badannya dia sandarkan dipintu kacanya sambil memandangi langit yang sudah gelap. Dia memang punya perasaan senang bisa bertemu dan bersama dengan Nayla meskipun hubungan mereka hanya sebatas rekan kerja. Dia yakin sedikit demi sedikit Nayla akan bersikap lebih baik padanya. Nayla hanya butuh waktu untuk mengenalnya lagi.

"Sayang nih nasi gorengnya.." Ara meletakkan piring diatas meja. Dariel menutup pintunya agar tak ada angin yang masuk. Dia berjalan ke meja makan dan mulai menyantap makanan yang dibuatkan istrinya.

"bby, aku mau beli mobil."

"Mobil?buat apa?"

"Ya pingin aja, udah lama ga beli yang baru."

"Mobil kamu yang lama juga masih bagus. Jarang dipake lagi."

"Aku kepincut aja sama mobilnya. Pas kemarin ke mall sama mommy ada yang nawarin gitu."

"Terus yang lama mau dijual?"

"Enggalah. Biarin aja buat ganti-ganti.."

"Yang..itu garasi mobil kita udah penuh. 3 mobil aja udah usaha ekstra masukinnya."

"Ya udah jual aja mobil jadul kamu."

"Jangan dong. Itukan mobil pertama aku. Ga bisa aku jual."

"Kalo gitu beli rumah baru..."

"Rumah?kita beli rumah cuman gara-gara kamu beli mobil?"

"Ya engga juga. Barang-barang kita udah banyak. Belum baju aku tuh belum semua loh masuk."

"Itu udah 2 lemari besar belum masuk?"

"Ya kan baju aku banyak."

"Mending kalo udah ga pake, kasiin deh yang.."

"Semuanya masih kepake. Belum sepatu-sepatu aku. Sampai kapan mau disimpen diluar?"

"Kamu tuh banyak barang yang ga penting yang.."

"Itu penting buat aku. Pokoknya kita pindah rumah."

"Ra...pindah rumah ga segampang itu.."

"Nanti aku minta bantuan Daddy buat cari."

"Maksud aku bukan itu masalahnya tapikan harus dipikirin juga yang lain. Biaya kitakan ga cuman rumah. Punya mobil harus diurus, air, listrik, makan, semuanya juga harus dipikirin."

"Ya udah beli rumah dari aku."

"Engga." Dariel dengan tegas. Sendoknya langsung dia letakkan dipiring. Wajahnya menatap Ara.

"Ini bukan masalah uang aja Ra."

"Ya terus?aku butuh rumah yang lebih luas dari ini. Kamu pikir kalo aku hamil terus anak kita lahir, anak kita ga butuh kamar?Kita butuh yang lebih Riel."

"Ini rumah pertama aku yang aku bangun pake uang aku sendiri ga mungkin aku jual gitu aja."

"Aku ga minta kamu jual. Aku kan cuman minta pindah."

"Pokoknya engga."

"Riel jangan mentang-mentang itu mobil pertama kamulah, rumah ini rumah pertama kamulah kamu jadi egois ga mau ngelepasin dua-duanya. Ini kebutuhan kita Riel."

"Bukan kita tapi kamu."

"Aku?" Ara memalingkan wajahnya ke kanan. Selera makannya kini sudah hilang akibat perdebatan ini.

"Denger ya Ra, aku kepala keluarga disini jadi kamu harus hargain keputusan aku." Dariel berbicara dengan menatap Ara sementara istrinya itu benar-benar sudah kesal. Ara mendorong kursinya keras lalu berjalan pergi ke kamarnya. Dia membiarkan makanannya yang belum habis tergeletak dimeja begitu saja.

***To be continue