Dariel membawakan koper Ara kedalam rumah sementara Ara berjalan dibelakangnya dengan santai.
"Gimana dinasnya?."
"Meeting aja terus setiap hari."
"Daddy telepon, Katanya mau ke Australia tahun baru."
"Iya, Daddy juga telepon nanyain mau ikut apa engga. Aku udah bilang kemarin ga bisa."
"Ya udah nanti anterin aja..."
"Iya..." Ara duduk dengan manis dan memainkan Handphonenya.
"Ga istirahat? atau lapar? mau aku siapin makanan?."
"Engga, ga usah. Aku udah makan tadi."
"Ya udah tidur aja sana..." Dariel sambil mengangkat kembali koper Ara dan membawanya ke kamar. Dariel sudah menebak jika mungkin Ara tak bisa tidur di Surabaya. Ara yang menurut kini berbaring ditempat tidurnya.
"Aku nyalain AC nya..." Dariel meraih remote AC dan menekan tombol berwarna merah.
"Makasih suami..."
"Kamu ga tidur berapa hari?." Dariel ikut duduk disamping dan mengusap pelan rambut Ara.
"Cuman di hari pertama aja."
"Pasti ngantuk nih.."
"Engga kok, aku udah cukup istirahat."
"Ya udah tidur dulu.."
"Eh kamu mau kemana?." Ara menarik tangan Dariel yang akan pergi.
"Aku nonton diluar aja takut berisik."
"Udah jam 9 juga masih aja nonton, tidur kek."
"Masih pagi."
"Ya udah nonton disini aja ga papa, ngapain ada tv disini kalo ga digunain."
"Iya-iya."
"Ya udah aku ke air dulu, bersih-bersih.." Ara bangkit kembali dan berjalan menuju kamar mandi sementara Dariel duduk bersandar di tepi ranjangnya. Dia meraih remote lain dan mulai menonton tv. Setelah beberapa menit barulah Ara keluar lagi dengan baju tidurnya. Dia lalu duduk dimeja riasnya untuk memakai sesuatu.
"Astrid ngasih hadiah jam couple sayang..."
"Oh..."
"Bagus loh.."
"Mana?."
"Itu dimeja..." Jawaban Dariel membuat Ara melirik kearah lain. Ara yang masih sibuk dengan dandananya hanya mampu menatap sebuah kotak berukuran sedang disana. Selesai berias barulah Ara membuka kotak itu. Dilihatnya Dua jam couple yang tampak begitu elegan dengan hiasan batu berkilau di beberapa titik.
"Bagus." Komentar Ara singkat. Dia langsung menutup lagi kotaknya dan beranjak ke tempat tidur.
"Kamu ketemu sama dia waktu dia ngasih?."
"Engga, aku kan dinas."
"Kali aja pas pulang dinas."
"Aku kalo ketemu dia pasti cerita sama kamu."
"Riel..."
"Hem.."
"Aku juga sebenernya dapet hadiah dari Wira udah dipake malah."
"Wira mantan kamu? bukannya ga diundang?."
"Iya tapi dia tetep ngasih karena tahu dari temen aku, gelas yang kita pake itu dari dia." Ara sedikit ragu untuk mengatakannya. Dia takut Dariel marah jadi...untuk mengantisipasi itu Ara berbicara sambil bergelayut manja di lengan suaminya.
"Nekat juga.."
"Aku udah bilang makasih sama dia dan kapan-kapan aku pingin kenalin kamu sama dia.."
"Iya ya udah." Dariel merespon santai tanpa berdebatan seperti Ara.
"Ya udah?."
"Iya ya udah, orang udah dikasih masa mau aku pecahin?."
"Kamu marah?."
"Engga, ngapain aku marah. Kalo dia ganggu istri aku baru aku marah."
"Engga, dia ganggu.."
"Atau kamu ganggu dia?." Dariel mendadak teringat lagi insiden Dirga.
"Engga, aku ga ganggu kok.." Ara langsung menjawab tuduhan Dariel dengan menatapnya. Melihat tingkah Ara Dariel hanya tertawa kecil saja.
"Riel..." Ara mengguncang badan suaminya.
"Apa?."
"Aku ga ganggu..."
"Iya aku percaya, udah cepet tidur kalau engga aku gangguin nih.."
"Gangguin?."
"Aku bikin begadang."
"Iya-iya tidur." Ara senyum-senyum sambil meraih banyak gulingnya. Dia menarik selimut dan memejamkan matanya. Ara belum siap jika harus melayani suaminya lagi. Dia butuh istirahat sebentar.
****
Tak seperti pagi sebelumnya, Ara kini terlihat membereskan tempat tidurnya dengan rapi padahal dirumahnya sendiri saja dia terbilang jarang melakukan itu. Ara selalu memanfaatkan bibi dirumah untuk melakukannya.
"Rajin banget istriku..."
"Belajar, aku tuh ga bisa tahu begini tapi kalau ga gini masa kamu yang beresin?."
"Buat aku ga usah rapi-rapi juga ga papa yang penting semua barang ada ditempatnya tapi.....kayanya....jangan dirapihin dulu." Dariel yang seharusnya meraih kemeja miliknya justru melepas kaos putih yang dikenakannya. Dalam sekejap Dariel sudah ada dibelakang Ara.
"Udah ga sakit kan? udah ga capekan?." Goda Dariel dalam pelukannya. Ara tersenyum kecil sambil melipat selimut.
"Udah siang nanti kerja telat."
"Engga sayang, engga telat.."
"Nanti malem aja ya?."
"Aku baru 2x loh.."
"Ya ampun sampe dihitung."
"Bukan dihitung, ya.... karena masih sedikit makannya inget." Dariel mengecup-ngecup pipi Ara untuk menganggunya namun bukan hanya aksi Dariel yang menganggu Ara, tidak lama Handphonenya berdering.
"Bentar...bentar..." Ara melepaskan diri dari Dariel dan segera mencari dimana Handphonenya berada.
"Daddy..." Ara memperlihatkan layar handphonenya pada Dariel.
- Halo Dad..
- Halo kak, kakak udah pulang?.
- Udah dad, baru kemarin.
- Kok ga bilang Daddy?.
- Iya aku langsung tidur kemarin dad, kenapa?.
- Malam ini makan malem dirumah ya.
- Ada acara apa emang?.
- Makan malem bareng emang harus ada acara?.
- Ya engga, tumben aja...
- Main-main kek kerumah, kaya asing aja.
- Ya ampun dad baru juga seminggu aku tinggal dirumah Dariel.
- Ya terus kenapa? kamu kan tetep anak Daddy.
- Iya-iya, nanti malem aku kesana sama Dariel.
- Ya udah Daddy tunggu, bye...
- Bye..Daddy.
Ara menutup panggilannya sambil menggelengkan kepalanya sendiri.
"Kenapa Daddy?."
"Dia minta kita makan malem disana."
"Ada apa?."
"Ga ada apa-apa, cuman Daddy pingin aku main. Biasalah Daddy suka begitu..."
"Daddy kayanya emang ga mau kamu keluar dari rumah."
"Daddy belum terbiasa aja."
"Atau...kamu pingin tinggal disana? kamu juga pasti ga betah disini." Dariel kini duduk di tempat tidurnya.
"Belum betah aja, kamu kan tahu aku ke tempat baru aja harus adaptasi dulu baru bisa tidur, ini tinggal dirumah orang buat seterusnya pasti adaptasinya ga bisa sehari, dua hari..."
"Rumah aku kan ga kaya rumah kamu sebelumnya. Rumah aku ga besar, kolam renangnya juga paling ukuran berapa, belum lagi fasilitas kamar mandi ga lengkap kaya di kamar kamu, dapur sama ruang tamu aja jaraknya bisa deketan. Rumah aku tuh bedanya jauh banget sama rumah kamu."
"Apa sih mikirnya gitu."
"Aku takut aja, kamu yang biasanya hidup mewah harus hidup sederhana kaya gini."
"Ya kan pelan-pelan belajar."
"Kalo kamu ga nyaman bilang aku.." Dariel menarik tangan Ara yang berdiri tak jauh dari dia duduk.
"Iya sayang..." Ara menatap Dariel untuk meyakinkan.
"Ya udah ayo lanjutin.." Dariel ceria lagi. Kedua tangannya menarik-narik pinggang Ara.
"Iih...udah siang ini."
"Masa nolak suami sih?."
"Bukan nolak tapi nunda, udah ah...ini kaosnya, ini kemejanya.." Ara melepaskan diri dan mengambil pakaian kerja untuk Dariel.
"Awas ya, malem ga ada alasan." Dariel tersenyum evil.
***To be continue