Saat jam istirahat Dariel dan Ara terlihat makan bersama diruang kerja Ara sambil membahas rencana pernikahan mereka.
"Kamu mau undang mantan kamu?."
"Engga. Kamu?." Jawab Ara dengan tegas.
"Engga, aku ga punya mantan. Kenapa ga diundang aja?"
"Engga ah bikin ribut lagian kenapa harus diundang segala?."
"Ya ga papa gimana pun kan dulu pernah temenan."
"Engga, ga akan."
"Sekalian pingin liat modelan mantan kamu gimana?dulu pernah tuh ketemu satu."
"Apalagi itu kalo aku undang salah satunya tuh Daddy bisa ngamuk."
"Daddy kamu ga suka sama salah satu mantan kamu?"
"Oke aku bakalan ceritain kenapa Daddy ga suka."
"Ga usah kalo kamu ga mau."
"Dia itu dulu pacar aku namanya David, baru beberapa bulanlah jadian, waktu itu pas habis sidang kita pergi tuh makan nah pas dia nganter aku pulang dia tiba-tiba ngasih kalung dalem mobil sampe melipir ke pinggir jalan eh ga taunya habis itu dia maksa-maksa nyium dan aku ga mau, untung ada Jay jadi ribut deh tuh mereka termasuk Kay yang ternyata juga ngikutin alhasil dari pertengkaran itu Jay dibawa kerumah sakit karena ada luka di kakinya, jelaslah daddy marah bukan sama aku aja tapi David juga."
"Setiap kali ada insiden apapun sama kamu Jay pasti ada."
"Aku juga ga sadar, mungkin emang udah harusnya dia yang nolongin aku."
"Tapi aku udah berani cium kamu pas baru jadian, kenapa kamu mau?"
"Ya bedalah, jangan disamain."
"Apa yang bikin beda?"
"Mau tahu aja.."
"Ih cerita kok setengah-setengah.."
"Ya bedalah aku sama David tuh biasa aja ga pake cinta atau sayang."
"Hm...masa?"
"Ya namanya juga dulu, aku bisa deket sama siapa aja ga perlu pake sayang, cuman sama kamu doang aku sampe kepikiran karena kamu tiba-tiba jauhin aku gitu aja."
"Tinggal satu langkah lagi nih, aku jadi suami kamu." Dariel kini dengan romantis menatap Ara sambil senyum-senyum.
"Hm.....Riel aku udah bicarain ini sama Daddy, katanya dia juga pingin tanggung biaya pernikahan kita." Ara ragu untuk membicarakan ini pada Dariel.
"Ga usah gapapa dari aku aja."
"Tapi daddy mau Riel.."
"Tabungan aku kayanya cukup kok, kamu tenang aja."
"Aku ngerti sayang... tapi ga ada yang salah juga kan kalo Daddy bantuin? aku juga pingin kok tanggung biayanya."
"Ra..itu urusan aku."
"Riel..aku ga mau ya debat soal ini. Udahlah biarin kasih Daddy berapa persen dari total biayanya."
"Ra, kamu harus tahu ya, aku nabung untuk moment ini tuh udah dari dulu sampe aku pingin beli ini itu juga aku tahan. Sekarang apa salahnya sih aku keluarin?aku kan udah bilang bakal wujudin yang kamu mau."
"Iya aku ngerti Riel, aku yakin kamu bisa tapi Daddy juga udah punya persiapan sendiri buat pernikahan anak-anaknya.."
"Kalo aku ga setuju gimana?."
"Kenapa kamu ga setuju sih?."
"Ya karena aku masih mampu kok."
"Riel Daddy aku tuh ga maksud bilang kamu ga mampu atau apapun, ini murni karena aku anaknya."
"Aku tetep ga mau, mau kamu yang tanggung, mau Daddy kamu yang tanggung aku ga mau."
"Riel udahlah ga usah gengsi."
"Gengsi?, aku ga gengsi Ra. Mobil dari orang tua kamu aja aku terima, masa sekarang mereka ikut-ikutan lagi soal pernikahan kita?."
"Ya udah kalo gitu kamu terima uang dari aku."
"Aku ga mau.."
"Riel..dari semua total biaya akukan ga nanggung banyak, kenapa sih ga mau?."
"Pokoknya aku ga mau Ra.."
"Please Riel...jangan cari masalah deh."
"Masalah?, aku tuh daritadi ga masalahin soal biaya Ra, kamu yang tiba-tiba ngomongin soal ini."
"Akukan mau ngajak kamu diskusi bukan debat gini."
"Ya udah hasilnya engga!."
"Ga bisa, aku sama Daddy bakalan nanggung juga."
"Engga titik.." Dariel keras kepala.
"Riel.."
"Udah masuk, aku balik keruangan aku." Dariel memotong pembicaraan Ara dan segera keluar dari ruangan dengan wajah kesal. Disana dia meletakkan kotak makannya bahkan Dariel sampai melemparnya.
****
Sepanjang perjalanan pulang Dariel dan Ara hanya terdiam. Dariel sepetinya masih kesal dengan insiden tadi siang begitupun Ara yang memilih diam saja karena sama kesalnya dengan penolakan Dariel.
"Besok aku bawa mobil sendiri aja..." Ucap Ara sambil membanting pintu mobil dan masuk kedalam rumah. Dariel tak langsung pergi dia memandang Ara saat perempuan itu berjalan menuju pagar rumahnya dengan wajah kesal bahkan cara berjalannya saja sudah terlihat bahwa dia begitu marah. Setelah memastikan Ara masuk barulah Dariel menginjak gas lagi dan pulang. Dia sama sekali tak mengira perdebatan siang tadi akan berlanjut sampai sekarang. Dariel sebenarnya sudah menduga akan ada perdebatan soal biaya nikah namun dia pikir, dia bisa mengatasinya dan Ara bisa memahaminya tapi..diluar dugaan, respon Ara jauh dari bayangannya. Bagi Dariel bagaimanapun ini pernikahannya. Dia harus ambil andil dalam berbagai hal. Dia ingin menunjukkan bahwa dia mampu untuk membuat pernikahan yang Ara mau toh tabungannya selama ini tak pernah dia pakai jadi..Dariel rada itu cukup. Kalaupun tak cukup Dariel sudah menyiapkan rencana lain untuk mencari uang tambahan.
"Ih..sebel Dariel nyebelin.." Ara langsung duduk disamping ibunya.
"Nyebelin kenapa? bukannya mau nikah?kok jadi sebel?"
"Aku sebel mom, kita bahas soal biaya pernikahan kita dan aku omongin keinginan Daddy yang pingin ikutan nanggung biayanya tapi Dariel ga setuju, dia malah keras kepala bilang semuanya dari dia."
"Bilang aja kita ambil beberapa bagian, selebihnya dia ga papa."
"Aku udah bilang gitu mom tapi Dariel tetep ga mau, kita sampe berantem gara-gara itu."
"Kenapa ga mau segala sih Dariel?"
"Gengsi kali, kemarinkan mommy sama Daddy ngasih dia mobil. Aku bilang aku juga mau tanggung pun dia ga mau. Aku harus gimana coba mom?Dariel ngeselin banget."
"Sabar kak, nanti coba mommy bilang sama Daddy."
"Dia tetep keras kepala kalo dia mampu buat wujudin pernikahan yang aku mau, ya aku juga ngerti sih mom tapikan apa salahnya nerima bantuan orang lain?inikan yang bantuin calon istrinya sendiri." Ara mengomel dengan nada tinggi.
"Iya-iya sabar kakak, ini tuh baru awal loh kak, belum nanti udah mendekati hari H nya pasti banyak cobaan. Udah sayang, ini pasti ada jalan keluarnya ga usah ribut-ribut."
"Pokoknya aku bakalan diem sampe dia setuju."
"Ya udah kakak mandi sana, istirahatin dulu." Ucap Jesica membuat Ara menurut dan pergi ke kamarnya bersaamaan dengan ayahnya yang datang. Ara hanya berjalan cuek tak menyadari jika dirinya berpapasan dengan Kenan. Dia seolah ingin menunjukkan betapa kesalnya dia hari ini.
***To be continue