Chereads / Please, Love Me.. / Chapter 88 - Teguran Dariel

Chapter 88 - Teguran Dariel

Setelah kemarin Dariel memanggil 3 orang yang membicarakannya, hari ini juga Dariel memanggil 2 orang lainnya yang ikut berbicara yang tidak benar mengenai dia dan Ara. Kini mata Dariel menatap wajah ke lima lelaki yang duduk dengan wajah tertunduk. Entah mereka malu entah mereka takut tapi yang jelas tak ada yang membalas tatapan Dariel.

"Coba sekarang bilang lagi semua kalimat yang kalian bilang kemarin." Dariel dengan tegas namun tak ada satupun yang berbicara. Mereka seakan menutup rapat mulutnya. Kini Dariel tersenyum dengan tangan yang memainkan sebuah bolpoint hitam. Rasanya aneh sekali ada pria yang senang menggosip.

"Saya ga akan marah disini, saya cuamn pingin denger langsung apa yang menjadi pembicaraan kalian. Barangkali kalian penasaran silahkan tanyakan, saya jawab." Dariel dengan suara lembutnya. Tak ada amarah disana bahkan dapat dipastikan dia dalam kondisi yang tenang.

"Maaf pak.." Seseorang mulai berbicara.

"Ga usah minta maaf, saya pingin tahu dulu dasar kalian berbicara seperti itu apa."

"Ga ada pak, maaf pak saya salah.." Seseorang bernama Erwin mengakui dosanya.

"Kamu ga terima saya tegur?."

"Engga pak.."

"Kamu tahu, dikantor ini ga cuman kamu yang saya tegur. Silahkan kamu tanyakan sama orang-orang yang udah saya panggil, yang dari kemarin saya tegur. Saya udah bilang, ga cuman bagian pembelian kok yang kasih tahu, kamu bilang ada kendala di bagian gudangnya, saya udah tahu win, saya tegur SPVnya sebelum saya tegur kamu."

"Iya pak.."

"Saya juga ga ngapa-ngapain kalian bertiga, tiba-tiba di toilet saya denger hal yang engga-engga..."

"Maaf pak.."

"Makannya tadi saya bilang, silahkan ada yang penasaran, ada pingin tahu sesuatu, mending tanyain langsung sama saya. Saya ga keberatan, daripada jadi omongan yang ga bener saya kasih tahu faktanya." Dariel membuat mereka berlima diam. Kini Dariel mencoba mengingat-ingat apa yang kemarin mereka bicarakan tentang dirinya.

"Kamu pingin tahu kenapa saya ngomel-ngomel?." Tunjuk Dariel pada Erwin.

"Saya dapet laporan loss sale kita banyak, coba tanya tim penjualan berapa permintaan berapa yang bisa kita kirim, liat sendiri datanya."

"Iya pak.."

"Kamu, pingin tahu kenapa tahu naik jabatan?." Tunjuk Dariel pada orang disamping Erwin yang ikut membicarakannya padahal sebelumnya Dariel tak pernah berbicara dengannya.

"Saya naik jabatan bukan karena kenal sama Bu Ara bukan pula karena saya udah jadi pacarnya dulu, kalo kamu liat SK pengangkatan saya yang tanda tangan disitu Pak Dikta. Silahkan minta HRD liatin, bilang udah saya ijinin." Dariel membuat orang itu diam lagi.

"Sampe sini jelas?, Jawaban pertama saya kayanya udah mewakili pertanyaan kamu yang heran kenapa saya mundar-mandir dari kemarin dibawah.."

"Jelas pak.." Salah seorang menjawab dengan suara kecil.

"Pingin tahu lagi kenapa Bu Ara suka saya?."

"Engga pak.."

"Yang jelas bukan karena saya goda-godain, bukan karena wajah saya, bukan karena saya deketin ngincer hartanya, bukan juga karena saya main santet.." Dariel dengan jelas dan rinci menyebutkan apa yang didengarnya kemarin.

"Dan terakhir saya bukan Gay, kalaupun tim saya semua laki-laki. Itu adalah hasil pertimbangan pak Dikta bukan hanya keputusan saya." Dariel dengan sedikit penekanan.

"Maaf pak, maaf saya salah." Orang yang mengatakan Dariel Gay akhirnya meminta ampun. Dariel meminum air mineralnya sebentar. Meneguknya perlahan untuk menenangkan diri.

"Apa harus saya segamblang ini bilang sama kalian?, ga mungkinkan?. Saya ga suka membahas hubungan saya dikantor. Saya ga larang kalian ngomongin saya tapi tolong jangan disini. Bukan karena semata-mata saya ga suka, coba bayangin yang denger waktu itu Pak Dikta, Pak Riko, atau bahkan Pak Kenan. Kira-kira kalian diapain?. Dari jam 7 sampe 5 coba profesional sisanya terserah."

"Iya pak.."

"Sayang loh kalian tuh pinter, karyawan yang masuk sini ga mungkin yang biasa-biasa aja. Ga ada yang tahukan suatu hari kalian yang gantiin saya?. Dulu saya kenal kalian ga gitu. Apa karena gara-gara hubungan saya sama Bu Ara kalian jadi gitu? Kita ini tim. Saya bisa jadi atasan kamu, saya bisa jadi temen kamu tergantung di kondisi apa kamu bertemu saya, tergantung bagaimana kamu berbicara dengan saya."

"Iya pak.."

"Mulai hari ini saya ga mau denger kalian bicara lagi kaya gitu disini. Tolong berhati-hati, ini kantor bukan cafe tempat kalian nongkrong."

"Iya pak.." Mereka serempak.

"Kali ini saya toleransi, besok-besok saya serahin kalian sama HRD.."

"Iya pak, makasih.."

"Silahkan kembali keruangan kalian..." Dariel menyudahi pertemuan mereka. Ketegangan itu kini ikut pergi dari ruangan Dariel bersama kelima orang tadi.

"Kenapa tuh mukanya pada cemberut?." Chandra sudah ada di deket pintu.

"Perasan lu aja aja kali."

"Istirahat dimana?."

"Disini aja.."

"Kenapa lu?, habis ngomelin mereka ya?." Chandra masuk dengan sebuah bekal di tangannya. Kini dia membuat perlahan tempat makan itu.

"Bukan ngomelin, gw tegur.." Dariel ikut membuka bekalnya.

"Kenapa?."

"Ini loh yang selalu gw pikirin kalo gw ngaku pacaran dulu sama Ara."

"Ada apa sih?."

"Mereka ngomongin gw sama Ara, bilang gw jadi so lah, bilang gw nyantet, mereka heran kenapa Ara bisa suka sama gw sampe ada yang bilang gw gay.." Ucapan Dariel disambut tawa oleh Chandra.

"Gw sih ga kesel cuman gw takut Ara denger atau para unclenya denger.."

"Bagus dong, biar kapok sekalian."

"Gw tuh ga suka Chan, orang-orang ngomongin Ara karena hubungannya sama gw bukan karena dia pimpinannya."

"Udah resiko Riel, dari awalkan udah gw peringatin kalian, sekarang pilihan lu maju terus, ya udah terimain aja."

"Tapikan Chand.."

"Udah jangan baperan, lu sensi banget belakangan. Kenapa?, pawangnya masih liburan ya?."

"Enak aja pawang, calon istri gw tuh.." Dariel dengan mata melotot.

"Iya ampun pak..." Chandra melahap lagi makanannya.

"Eh kapan sih mereka pulang Riel?."

"Lusa balik masuknya ya paling Senin."

"Siap-siap panen oleh-oleh nih.."

"Lu ya bukannya bersyukur mereka sampe dengan selamat malah ngarep oleh-oleh."

"Iyalah, kalo ga gitu ga nganggep temen berarti."

"Dasar suka manfaatin."

"Ga telepon Ara lu?."

"Engga ah, gw ga mau ganggu nanti juga dia ngabarin."

"Ngabarin duluan kek atau perhatian kek dikit, nanyain dia lagi apa atau lagi dimana."

"Kalo gitu kesannya gw protektif banget."

"Ya ga papalah.."

"Ntar aja deh, malem juga pasti dia nelpon. Lu tumben bekel?."

"Dibekelin.."

"Cie..makin lengket aja."

"Iya dong, pepet terus.."

"Awas ya lu jangan pacaran dijam kerja.."

"Iya engga, orang belum resmi juga.."

"Ya..resmiin dong.."

"Nanti aja pas dia lulus."

"Kenapa harus nanti."

"Biar spesial gitu." Chandra senyum-senyum sendiri.

***To be continue