Dariel Pov
Aku ga tahu sebenarnya aku ini kenapa. Tiba-tiba perasaanku marah disaat Ara dekat-dekat dengan Dirga atau bahkan pria lain padahal diawal kami berpacaran aku tak pernah mempermasalahkan hal itu. Apa ini yang namanya cemburu?. Apa begini rasanya?. Sebelumnya, saat menyukai wanita aku tak pernah sekesal ini. Aku juga masih ingat bagaimana aku menyukai Farah kemudian melihat dia dengan Sandi. Perasaanya tak seperti hari ini. Saat itu aku biasa saja bahkan aku bisa menerimanya tapi..melihat pria lain memperhatikan Ara sampai segitunya membuat aku jadi kesal sendiri dan marah. Belum lagi aku tahu pria itu ada riwayat hubungan dengan Ara. Arggh....pokoknya kesal sekesal - kesalnya. Kalau tak ada orang lain sudah aku hajar habis-habisan si Dirga jahanam itu. Dasar iblis dunia. Sepanjang perjalanan pulang tadi pun aku tak mau melihat Dirga. Dengan melihatnya saja, amarahku sedikit naik apalagi setiap kali mataku tak sengaja melihat kearahnya, dia lagi-lagi sedang memperhatikan Ara. Aku sendiri jadi malas untuk membahas Dirga dengan Ara. Dia...sepertinya percaya dengan permintamaafan Dirga tadi padahal dibelakang begitu berbanding terbalik. Aku jadi ikutan kesal dengan Ara. Aku putuskan untuk langsung masuk kamar ketika semua perlengkapan yang dibawa sudah dikeluarkan lagian disana sudah ada para pembantu yang siap mengikuti semua instruksi om Kenan.
"Riel.." Panggil Ara sambil menaiki tangga menyusulku.
"Hem.."
"Kamu marah?."
"Aku mau mandi dulu.."
"Riel...jawab aku dulu dong." Ara menarik lagi lenganku. Aku menarik nafas sejenak.
"Aku ga marah."
"Bohong..."
"Aku mungkin lagi cape aja, udah ya aku mandi dulu." Aku mengambil seribu langkah untuk masuk kamar. Sebenarnya Ara itu polos atau apa sih? masa dia ga sadar kalo Dirga masih mengikutinya, masih perhatian dan masih ingin merebutnya dariku. Aku kini membereskan perlengkapanku tadi lalu berjalan ke kamar mandi. Ngomong-ngomong minggu depan acara pertunanganku dengan Ara akan diselenggarakan. Rasanya semua sudah siap. Ibu dan Bapak dengan baiknya membantuku untuk menyiapkan hantaran yang akan kubawa. Semua keluarga ibu dan bapak pun senang mendengar aku akan bertunangan dengan Ara apalagi mereka tahu siapa keluarga Seazon. Sebenarnya aku sedikit tak suka ketika mereka menanyakan tentang Ara, mereka sepertinya hanya tertarik pada kekayaan yang dimiliki Ara dibanding hubungan aku dan Ara. Aku kan tak pernah mengincar harta Ara meskipun aku tahu dia akan menjadi salah satu pewaris dari kerajaan Seazon. Sekarang aku jadi berpikir apakah langkahku sudah tepat untuk bertunangan dengan Ara?. Apakah ini yang terbaik?. Apakah ini tak akan menjadi beban?. Sebenarnya apa juga yang Ara cari dariku? Aku inikan bukan orang kaya, asal-usul tak jelas, kerja aja diperusahaan orang tuanya. Aku jadi penasaran, kenapa dia mau?. Aku tak mau berprasangka bahwa Ara hanya mempermainkanku tapi rasanya terlalu kejam juga jika Ara seperti itu. Engga-engga, itu ga mungkin. Ga mungkin Ara mengambil langkah sampai sejauh ini. Aku harus berpikir positif sekarang, agar amarahku tadi menguasai diriku.
***
"Oke makasih untuk kesediaan bapak dan ibu mengikuti meeting ini, semoga setiap rencana dan target kita semua tercapai, selamat siang." Ucapanku mengakhiri meeting kali ini. Ara yang sedaritadi duduk di depanku kini mulai meletakkan handphonenya dan duduk disampingku.
"Udah selesai?."
"Udah." Jawabku sambil merapikan laptop yang aku pinjam dari tante Jesica.
"Hari ini kita jalan-jalan, cari oleh-oleh."
"Iya. Aku balikin dulu laptopnya." Aku langsung meraih tas laptop dan mencari keberadaan tante Jesica. Aku meninggalkan Ara begitu saja. Entah mengapa sejak semalam aku masih sedikit kesal dengan Ara padahal sebelumnya aku sudah bertekad untuk berpikir positif. Mataku kini fokus pada tante Jesica yang sedang menyuapi Kris di luar bersama om Kenan.
"Tante, makasih laptopnya."
"Udah meetingnya selesai?."
"Udah tante.."
"Lama juga dari pagi."
"Biasa tante ada debat-debatnya."
"Ya udah simpen dimeja aja dulu.."
"Iya tante…."
"Orang kantor tahu kamu tunangan sama Ara, Riel?."
"Engga semua om, cuman temen-temen aku aja."
"Loh kenapa?."
"Ga papa om.."
"Masih seneng sembunyi-sembunyi?."
"Engga kok om, kita biasa aja dikantor."
"Udahlah Riel biarin orang kantor tahu, unclenya ara juga udah tahu ini."
"Iya om tapikan Dariel ga usah bikin pengumuman juga, kalau emang ketahuan ya ga papa."
"Ara suka bete Riel katanya."
"Iya tante, Ara juga suka protes sama Dariel."
"Tuh daripada jadi bahan ribut. Pokoknya kalo ada omongan apapun bilang sama om.."
"Iya om, ya udah Dariel ke atas lagi ya.."
"Sejaman lagi kita pergi sebelum malem pulang."
"Iya om…" Ucapku sebelum pergi lagi menemui Ara. Dia masih duduk disana dengan memainkan handphonenya lagi sementara aku justru mencari dimana handphoneku berada.
"Nyari apa?."
"Handphone aku, kamu liat?."
"Tuh…" Ara menunjuk kearah sofa dan seketika aku langsung menemukannya. Aku melihat beberapa pesan dari Bapak dan dengan segera aku membalasnya.
"Riel…maaf."
"Kenapa minta maaf?."
"Aku tahu kamu pasti marah gara-gara semalem soal…."
"Engga." Aku langsung menyela.
"Terus kenapa dong? Jangan cuekin aku gini.." Ara dengan wajah memelas membuatku tak tega untuk terus kesal padanya. Dia benar-benar merasa bersalah.
"Aku ga suka liat Dirga, itu aja."
"Ya udah ga usah diliatin."
"Masalahnya dia liatin kamu terus."
"Tapikan aku ga liatin dia."
"Iya tapi sikap kamu tuh biasa aja gitu, bisa ga kamu bersikap tegas dikit?. Dengan kamu diem tuh dia mungkin bakalan ngerasa kamu ga keberatan dengan perbuatan dia."
"Iya…nanti kalo aku liat dia kaya gitu lagi, aku tegur."
"Ini tuh bukan karena dia anaknya temen ibu kamu Ra tapi masalah etika. Emang boleh mandang orang sebegitunya? Apalagi dengan keadaan kamu cuman pake bikini. Apa pantes dia natap kamu kaya gitu?."
"Aku kan ga tahu Riel, kenapa jadi aku yang dimarahin?."
"Ya justru karena kamu ga tahu makannya aku kasih tahu, kamu kan udah percaya sama taubatnya dia."
"Iya maaf…"
"Udahlah cape aku bahas si Dirga bikin kesel hati aja." Aku lalu bersandar di bahu kursi.
"Jangan kesel sama aku juga dong.."
"Aku ga kesel sama kamu, aku cemburu.."
"Apa? Cem..bu..ru?."
"Kenapa senyum-senyum?."
"Iyalah senyum, jarang terjadi nih. Kamu cemburu bisa kehitung jari." Ara kini malah memelukku.
"Apa sih ini, nanti ada adik kamu loh.."
"Supaya ga cemburu lagi. Udah dong….tega banget cuekin tunangannya."
"Tunangan-tunangan belum juga."
"Tinggal beberapa hari lagi."
"Aku peringatin kamu lagi ya, aku ga suka kamu diem aja kalo Dirga deketin kamu. Mata aku liat kamu kaya gitu awas ya.."
"Iya engga, ampun.."
*** To be Continue