WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini.
"Kalo gitu nikah sama aku."
"Hah???!!." Ara terkejut dengan ucapan Dariel.
"Cuman pilihan ini yang buat opa kamu restuin hubungan kita. Aku juga ga pernah main-main sama hubungan kita."
"Ta..tapi kita baru pacaran, setahun aja belum." Ara masih terkejut dengan ucapan Dariel tadi.
"Kita pacarannya udah nikah aja atau...ada yang lain?" Dariel sedikit kecewa dengan jawaban Ara.
"Duh..aku lemes gini.." Ara segera duduk di sofa tedekat sementara Dariel berjongkok dihadapannya.
"Kamu ga mau?" Dariel memastikan lagi sambil menggengam kedua tangan Ara.
"Aku syok Riel bukan berarti ada yang lain atau ga mau. Aku sadar, aku udah pernah kecewain kamu. Aku pikir kamu ga akan secepat ini buat lamar aku, dengan ada pengalam buruk hubungan kita aku pikir kamu bakalan ragu sama aku dan berpikir beribu-ribu kali buat jadiin aku istri kamu."
"Sayang...waktu aku bilang kita lupain soal masalah kemarin ya udah aku pingin bener-bener lupa bahkan aku anggap ga pernah terjadi. Aku juga liat keseuriusan kamu ke aku. Aku ga mau kamu dihantui rasa bersalah terus. Dengan kamu ngajakin aku ke acara ulang tahun opa kamu aja aku ngerti kalo kamu pingin kita seurius. Aku sayang kamu, sayang sama sama keluarga kamu. Ayo nikah sama aku..." Dariel menatap seurius wajah Ara dan kali ini dia mendapatkan anggukan dari kekasihnya itu membuat Dariel senyum dan memeluknya.
"Aku ga bawa cincin nanti aku beliin sampe Jakarta."
"Aku ga butuh cincin, aku cuman pingin pastiin opa setujukan?"
"Iya, dia setuju."
"Aku sayang kamu.." Ara semakin memeluk erat Dariel.
"Ga perlu ada yang ditakutin lagi sekarang. Kamu boleh bilang kita pacaran dikantor atau sekalian bilang aja aku calon suami kamu."
"Hm...masa?beneran boleh?" Ara melepaskan pelukannya.
"Iya tapi ga usah frontal juga, biarin mereka tahu tanpa harus kita liat-liatin."
"Iya bawel..."
"Tuh ya kamu kalo dikasih tahu suka ngeledek."
"Riel..."
"Iya sayang.."
"Besok-besok kancing bajunya jangan dibuka gini.." Ara memperhatikan penampilan Dariel sejak mereka makan malam.
"Emang kenapa?"
"Hm..aku ga suka.."
"Kamu kenapa sih?dari kita datang protes aja sama penampilan aku biasanya juga engga, ada yang salah?"
"Engga ada yang salah, tapi dada kamu tuh jadi keliatan gitu.."
"Ya terus kenapa?"
"Ya janganlah, aku ga suka nanti cewek-cewek liatin.."
"Kamu mikirnya apa sih yang?diluaran sana banyak kok yang dadanya keliatan."
"Ya beda aja Riel kalo itu kamu."
"Oh..aku tahu. Aku seksi lagi ya?" Goda Dariel.
"Ish...udah ah aku mau tidur."
"Eh tunggu dulu, tadi ga bisa tidur sekarang mau tidur."
"Kan tadi masih penasaran sekarang udah engga." Ara melepaskan tarikan Dariel dan segera menuju kamarnya.
"Udah sana ke kamar.."
"Ga akan kasih apa gitu?"
"Engga, soalnya kamu nyebelin.."
"Ya udah aku aja yang kasih.." Dariel menarik tangan Ara lalu menciumnya. Tangan Dariel yang satunya dia letakkan dileher Ara sementara Ara yang yang tadi menolak mulai mendekat dan meletakkan tangannya dipinggang Dariel.
"Kapan kamu bilang sama orang tua aku?"
"Secepat sayang, aku bicarain dulu sama Bapak." Dariel mencium pelan lagi bibir Ara yang merah.
"Udah-udah nanti Daddy keluar loh.." Protes Ara membuat Dariel tersenyum.
"Ya udah kamu masuk sana.." Dariel melepaskan dekapannya dan membiarkan Ara masuk ke dalam kamarnya kali ini. Dirinya pun sama, Dariel masuk kedalam kamarnya dengan senyuman yang belum juga mau pergi. Dia melihat Kay dan Jay sudah tertidur cukup pulas dengan gaya yang tak karuan sepertinya mereka kelelahan. Dariel duduk di tempat tidurnya. Perasaanya malam ini luar biasa bahagia. Setelah sekian lama dia menunggu akhirnya dia menemukan keluarga yang bisa menerima dirinya. Kenapa semuanya terasa mudah seperti ini?. Kenapa Opa langsung merestuinya?. Keluarga kaya raya itu bahkan tak mempermasalahkan latar belakang Dariel padahal Dariel sudah sempat berpikir yang tidak-tidak. Meskipun tadi dia sangat optimis nyatanya Dariel punya pemikiran bahwa hubungannya dengan Ara akan ditentang opa mengingat keluarga Ara yang begitu terpandang bak keluarga kerajaan di Inggris. Tadinya... kalaupun itu terjadi Dariel akan menerimanya. Dia sudah biasa mendapatkan penolakan ditengah-tengah kebahagiaannya. Dia mungkin hanya perlu penyesuaian waktu saja tapi ternyata Tuhan berkata lain. Opa justru menerimanya bahkan menawarkan sesuatu yang tak pernah terlintas sedikitpun di pikiran Dariel. Menikah. Tentu Dariel sangat mengharapkan pernikahan di usianya yang sudah tak muda lagi. Mungkin...ini balasan sang maha pencipta atas kesabaran Dariel selama ini. Sepanjang dia menyukai seseorang tak pernah ada yang sampai semulus ini jalannya. Dia selalu menghadapi rintangan entah karena wanita itu memandangnya sebelah mata, entah karena orang tuanya atau bahkan mereka yang tiba-tiba pergi menjauh saat tahu bagaimana latar belakang Dariel. Dia akan lebih memantapkan hatinya lagi sekarang untuk Ara. Dia tak berniat macam-macam apalagi bermain dengan wanita lain. Dariel tak sabar untuk pulang, dia ingin memberitahu bapak dan ibu tentang hal ini. Dia ingin segera melamar Ara. Dia yakin ibu dan bapaknya pasti mendukung. Selama ini tak ada satupun gelagat mereka membenci Ara. Mereka selalu mendukung hubungan Ara dan Dariel bahkan tak jarang memberikan saran dan nasihat saat mereka sedang bertengkar.
***
Pagi harinya Kenan cukup penasaran sebenarnya dengan hasil pembicaraan Ayahnya dan Dariel namun dia tak mau bertanya dan lebih memilih untuk menunggu Dariel yang akan menceritakan padanya nanti.
"Kris pake jaket dulu sayang, mau jalan-jalan.." Jesica memasangkan jaket pada Kris yang ada ditangan Kenan.
"Anak-anak yang lain udah siap?"
"Udah, mereka nunggu di depan."
"Tadi Kay sama Ran ijin duluan mau ada yang dicari katanya."
"Iya tadi juga udah bilang sama aku Mas."
"Kris.....sama kakak yuk perginya, kakak gendong.." Ara dan Dariel langsung menghampiri Kenan dan Jesica yang masih sibuk dengan persiapannya.
"Kakak kaya yang bisa aja segitu paling jarang gendong-gendong Kris."
"Bisalah Dad, Daddy aja ga pernah liat. Mom..Kris ikut mobil Dariel ya.."
"Nanti nangis sayang.."
"Engga mom, kasih aja susunya." Ara mengambil alih Kris dari Kenan.
"Kris embul, pingin sama kakak ya, iya ya sama Daddy bosen..."
"Nih susunya kalo ada apa-apa telepon mommy ya.."
"Iya mom.."
"Ya udah ayo ke depan." Kenan mengambil tas kecilnya dan berjalan ke luar menemui keluarganya yang juga masih bersiap-siap untuk pergi.
****To be continue