Chereads / LoveSick / Chapter 6 - Pak Raden

Chapter 6 - Pak Raden

Artha sedang memeriksa beberapa dokumen pekerjaannya saat si jutek Anya tiba-tiba mengiriminya chat.

Artha tersenyum lebar, menepikan berkas-berkasnya dahulu sebelum membaca chat dari Anya.

Anya: Kirimin foto KTP lo dong. Gue mau booking tiket. GPL.

Artha: Ok. Wait.

Artha mengambil dompet di saku belakang celananya, mengambil KTP lalu memotretnya. Tidak pakai lama seperti permintaan si jutek, Artha mengirim foto KTP-nya.

Dua menit kemudian.

Anya: Sumpah demi apa pun! Gue ketawa sampai mules.

Pasti ngetawain nama gue...Anya semprul! Batin Artha.

Artha mengetik lagi chat balasan dengan wajah dongkol.

Artha: Ada yang lucu?

Anya: Nama loooo…Sumpah gue ketawa nggak berhenti-henti.

Artha: Biasa aja kaleee.

Anya: Bapak lo Raja dari kerajaan mana? Mesir?

Artha: Ngeledek ya. Masih bagusan nama gue dari pada nama elo!

Anya: Nama gue jelas lebih bagus lah.

Artha: Anya Seranova lo bilang bagus? Nama lo macam nama biduan dangdut pantura tauk.

Kali ini Anya tidak membalas untuk waktu yang lama. Artha yakin saat ini Anya pasti sedang mengamuk dibilang namanya lebih mirip nama panggung biduan dangdut pantura. Artha bisa membayangkan seperti apa wajah Anya saat jengkel. Wajahnya akan memerah semerah warna tiga keping biskuit seharga lima ratus ribuan yang sedang viral di Indonesia baru-baru ini.

Lima belas menit kemudian, Anya membalas chatnya. Artha kembali meletakan penanya, urung lanjut kerja.

Anya: Itu bukan nama asli gue.

Kening Artha berkerut. Setahunya selama mengenal Anya, nama lengkap Anya adalah Anya Seranova. Saat pertama kali berkenalan dengan gadis itu dua tahun yang lalu, Anya menyebut namanya demikian.

Anya mengirim chat lagi.

Anya: itu nama gue kalo lagi clubbing, pak Radeeen! Hahaha.

Artha sedikit kecewa setelah membacanya. Dari jawaban Anya, tidak terlihat ia kesal apalagi marah. Padahal Artha lebih senang kalau Anya kesal padanya. Seperti yang sering ia lakukan selama ini. Sengaja sering membuat Anya kesal padanya. Artha senang melihat wajah kesal Anya yang menggemaskan.

Artha mengetik lagi balasan yang bakal membuat Anya tersipu malu kalau bisa sampai klepek-klepek.

Artha: Jangan ngejek melulu. Siapa tahu di masa depan lo menyandang nama gue.

Anya: Just in your dream, pak Raden.

Artha terkekeh geli membaca chat terakhir Anya. Jawaban yang sebenarnya sudah bisa Artha tebak sebelum Anya menjawabnya. Artha meringis sambil geleng-geleng kepala. Susah sekali menang dari Anya.

Raden Bagus Arthayaksa adalah nama lengkap Artha. Nama yang selalu menuai banyak pujian sekaligus ejekan.

Sebenarnya Anya bukan yang pertama kalinya menghina nama gagah pemberian sang ayah. Sejak SD Artha sudah kenyang dengan segala ejekan dari teman-temannya. Artha hanya tidak tahan kalau sering dikira perempuan jika tidak menyertakan nama lengkapnya dalam setiap pencatatan.

Lantas kenapa dia tidak dipanggil dengan 'Bagus' atau 'Raden' sekalian? Nama-nama itu lebih mudah dikenali sebagai pemilik gender laki-laki. Bukannya 'Artha' yang ambigu dan sering menuai kesalah pahaman.

Pernah suatu kali Artha mendapat undangan pernikahan dari salah satu mitra perusahaan bosnya, dengan penulisan namanya yang membuat Artha dongkol. Seperti:

Kepada. Ibu Artha.

Atau saat ia memesan satu cup kopi di suatu cafe terkenal, Artha mendapati cup kopinya bertuliskan Mrs. Artha, bukannya Mr. Artha! Hal itu sering terjadi dan cukup merepotkan Artha.

Sedangkan masalahnya jika dirumah ia dipanggil 'Bagus' atau 'Raden' akan ada dua orang adik laki-lakinya yang sama-sama menyahut bersamaan, atau bahkan tidak akan ada yang merespon sama sekali.

Artha punya dua orang adik laki-laki yang sama-sama menyandang nama 'Raden Bagus' sebagai awalan nama mereka. Adik yang pertama Raden Bagus Bimasakti alias Bima dan yang bungsu Raden Bagus Aryawira alias Arya. Nama-nama mereka memang sering menuai banyak pertanyaan. Karena sering disangka bangsawan. Padahal sang pemberi nama, bapak Budi hanyalah rakyat jelata pensiunan pegawai negeri golongan tiga yang bangga memberi nama ketiga anak laki-lakinya dengan nama berawalan 'Raden Bagus'. Bagi sang ayah, ketiga putranya adalah pangeran di dalam keluarga mereka.

Kini Artha malah jadi penasaran dengan nama lengkap Anya yang sebenarnya. Ternyata nama Anya Seranova itu nama yang dipakai Anya saat berkenalan dengan orang di tempat clubbing. Jangan-jangan saat berada di tempat lain yang berbeda namanya juga berbeda lagi. Sesuai dengan situasi dan kondisi. Contohnya kalau lagi menghadiri majelis taklim nama Anya bisa saja berubah jadi Siti Anya Maemunah.

Rasa penasaran yang tidak bisa ditahan lagi, membuat Artha video call sepupunya si Amor. Semoga mama baru itu lagi tidak sedang sibuk menyusui kedua bayi kembarnya. Amor jadi segalak induk beruang sejak punya bayi kembar.

"Eh om Artha tumben siang-siang gini video call?" Wajah tembem Amor yang mirip bakpao muncul memenuhi layar ponselnya. Mata sipit pipi tembem Amor bikin Artha teringat tokoh Jaiko adiknya Giant dalam serial kartun Doraemon.

"Lebar amat muka lo Moy. Mirip bantalan sofa gue," komentar Artha seenak perutnya.

"Isssh...gue bilangin laki gue nih. Lo ngejek muka bininya. Biar dipotong bonus lo!" Amor melotot alias berusaha memperlebar mata sipitnya yang polos tanpa maskara apalagi bulu mata.

"Ampun nyonya meneer! Macam kompeni aja lo sekarang. Dikit-dikit potong gaji."

"Mau apa lo siang-siang gini nyari gue?" Sambil mengigit donat keju.

"Si kembar mana?"

"Lagi bobok semua."

"Ooh sayang ya...Padahal om Artha lagi pengen godain mereka."

"Gimana lo sama Anya...Jadi pergi bareng?" Amor to the point.

"Jadi dong. Tapi ngomong-omong gue jadi pengen tahu sesuatu."

"Apaan?"

"Nama lengkap Anya..."

"Anya Seranova."

"Bukan yang itu. Anya bilang itu nama samaran dia kalo lagi clubbing."

Amor tertawa sampai wajahnya hampir semerah tomat. Sangat geli dengan Artha yang tiba-tiba peduli dengan nama lengkap Anya.

"Tumben lo pengen tahu nama lengkap dia yang sebenarnya?"

Artha meringis lebar hingga cuping hidungnya ikut melebar.

"Nama lengkap Anya itu....Tunggu! Kayaknya si kembar nangis deh. Lanjut lagi nanti ya." Amor mengakhiri begitu saja video call mereka.

"Yaelaaah ditutup." Artha mendengus kecewa.

Artha hampir saja meletakkan ponselnya ke atas meja saat ada kiriman chat dari Anya. Dengan cepat ia membukanya. Tidak seperti Anya yang senang berlama-lama menjawab chatnya.

Anya: Gue udah booking tiket pesawat. Penerbangan pagi pukul tujuh tiga puluh menit. Sabtu subuh lo jemput gue di kontrakan. Ok?

Kening Artha berkerut. Pesawat? Artha kira mereka bakal pergi bareng naik kereta ke Tegal. Memangnya ada penerbangan ke Tegal? Artha jadi makin penasaran. Anya makin lama makin misterius. Tadi soal nama, sekarang destinasi kemana mereka akan pergi.

Artha: Emangnya ada ya penerbangan ke Tegal?

Anya: Siapa bilang kita mau ke Tegal?

Artha: Kampong halaman lo di Tegal kan?

Artha teringat Amor pernah cerita kalau Anya punya keluarga di Tegal.

Anya: Sok tau!

Artha: Lho? Jadi lo mau bawa gue kemana dong? Kok gue sekarang jadi takut ya?

Anya: Segitiga Bermuda!

Artha: Astagah?!

Anya: Bercanda, pak Radeeeen.

Anya: Nanti lo juga tau. Please deh jangan banyak nanya. See You!

Artha geleng-geleng kepala. Tiba-tiba sedikit menyesal karena usil dan memaksa terjun ke dalam pusaran masalah Anya. Artha jadi sedikit was-was kalau benar-benar mau diajak ke Segitiga Bermuda bagaimana?

***

Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Sabtu pagi-pagi buta, Artha menjemput Anya di kontrakannya. Mengingat jadwal penerbangan mereka pukul tujuh lewat tiga puluh menit.

Saat Artha datang menjemput di kontrakan Anya, perempuan pemilik manik mata besar berwarna coklat itu tampak terlihat lebih natural. Tanpa pensil alis, maskara apalagi bedak tebal seperti biasanya. Artha curiga jangan-jangan Anya belum mandi. Tapi herannya wajah natural Anya justru jadi terlihat lebih ayu dibandingkan hari-hari biasanya tiap kali mereka bertemu.

Biasanya alis Anya tebal mirip jembatan Ampera dan bibirnya merah tebal seperti habis minum darah. Jangan lupakan tulang pipinya yang biasanya lebih mirip habis digampar bolak-balik. Tapi tidak untuk pagi-pagi buta hari ini, Artha berasa sedang mendapati pemandangan langka. Anya itu sebenarnya sudah cantik apa adanya. Kenapa ya Anya dan para kaum hawa senang sekali menutupi kecantikan alami mereka dengan make-up berlebihan?

Sekali lagi Artha mencuri pandang Anya yang sedang mengenakan sepatunya. Artha diam-diam mengagumi bola mata coklat Anya yang dulu sempat Artha kira lensa kontak.

"Lihat apa?!" Anya mendapati Artha terpaku menatapnya.

Artha tersentak dengan teguran Anya. Pagi-pagi sudah sejudes ini.

"Elo belum mandi ya?" tembak Artha sekenanya. Membuat mata Anya sontak melotot lebar.

"Enak aja! Gue udah mandi dari jam tiga pagi! Nih cium!" Anya mengulurkan lengannya yang masih tercium aroma harum sabun mandi pada Artha.

"Gue cuma belum dandan aja," tambah Anya menimpali dengan sengit sembari menarik kopernya.

Pagi itu Anya berpenampilan kasual. Hanya celana jeans hitam dan t'shirt putih dibalut long cardigan rajut warna hijau toska. Sementara rambut panjangnya yang kecoklatan dikucir tinggi hingga memamerkan leher jenjangnya. Artha bahkan sempat menelan ludah gara-gara melihat barisan anak rambut di tengkuk Anya.

"Kok bengong? Bantuin angkat koper gue dong Tha."

Artha yang entah kenapa jadi bengong, tersentak. Dengan gerakan cepat, Artha mengangkat dan memasukan koper Anya ke dalam bagasi mobilnya. Tidak lupa membukakan pintu mobilnya untuk bos Anya.

"Nih tiket lo." Anya menyodorkan tiket milik Artha saat mereka sedang berjalan menuju bagian boarding di bandara.

Artha membaca tujuan yang tertera di tiket dan terkejut bukan main. "Bandara Malikussaleh, Lhokseumawe?" Artha mengerutkan keningnya. "Aceh?"

"Ayok." Anya mengabaikan ekspresi kaget Artha, menyeret kopernya menuju terminal yang telah ditentukan. Artha menyusul di belakangnya. Masih dengan banyak pertanyaan di benaknya.