Chereads / LoveSick / Chapter 2 - Permintaan Ayah

Chapter 2 - Permintaan Ayah

"Anyaaaaa!!!! My darling..." Artha langsung merentangkan kedua tangannya saat melihat Anya muncul di lorong Rumah Sakit. Ia datang menjenguk Amor sahabatnya yang habis melahirkan bayi kembar.

"Norak lo kutu monyet." Anya memasang wajah bosan sambil mendorong wajah Artha dengan buket bunga mawar untuk Amor. Suasana hatinya sedang tidak baik. Telepon dari sang ayah semalam di kampung halaman begitu mengusik hatinya. Sambutan dari Artha hanya makin membuatnya kesal.

Anya masuk ke dalam kamar inap Amor. Mencoba menarik senyum sewajar mungkin. Anya tidak ingin Amor menyadari ia sedang dalam keadaan bad mood parah. Artha menyusul tepat di belakangnya.

Artha sudah terbiasa dengan sambutan judes bin pedas dari Anya. Karena sejudes-judesnya Anya, bagi Artha perempuan bermata indah itu punya sisi menggemaskan yang membuatnya tak akan pernah bosan menggodanya. Meski Anya adalah satu-satunya wanita yang tidak akan pernah lumer dengan setiap gombalannya.

Tampak pemandangan Anya yang sedang mencandai salah satu bayi Amor dalam gendongannya.

"Iiiggggh....lutcuuu banget sih kamyuuu. Ututututuuuuu....Onty gemesss jadinya. Onty bawa pulang mauuu?"

Pemandangan yang langsung bikin naluri kebapakan Artha mendadak bangkit.

"Bawa pulang? Bikin sendiri sana!" Amor menimpali dengan geli.

"Bagi dong resepnya. Gimana caranya bikin baby semanis ini? Bahan-bahannya apa aja Moy?"

"Lo kira bikin bayi kayak bikin nasi gudeg? Bahan-bahannya ada dijual di pasar induk? Cari calon bapaknya dulu. Yang berkualiti super tentunya," celetuk Artha menyerobot. "Kayak gue..." Sambil menepuk dadanya dengan ekspresi tidak tahu malu dan langsung menuai pelototan mata besar Anya yang sudah pasti tak sependapat.

"Elo? Berkualiti super? Nggak salah denger? Kualitas super elo aja masih kalah jauh kalo dibandingin ama kualitas super biji jagung bisi dua," timpal Anya tak kalah seru sambil meletakan bayi Amor di box.

"Biji jagung? Lo kira gue sebangsa palawija? Bapak Budi pun tahu kalo gue pria berkualiti. Garansi seumur hidup, digilai banyak wanita. Tua muda, anak kecil. lajang, janda sampai yang masih bersuami."

"Hahahaha....ngaca dulu lo sono di pantat kuali. Kasihan kacanya pecah kalo lo ngaca!"

"Ooh tidak bisa! Kacanya pecah karena nggak bisa memantulkan kegantengan gue."

"Ganteng pala lo peyang! Gue sakit mata tiap liat lo!"

"Sudaaah sudaaaah! Kalian kapan akurnya sih? Nanti di depan penghulu kalian juga mau cekcok begitu?" Amor menengahi dengan geli. Dua sahabatnya ini memang tidak pernah akur setiap kali bertemu.

Mata besar Anya sempurna terbelalak lebar. Bahkan Amor pun ikut berkonspirasi mendukung Artha.

"Demi bumi dan langit! Amit-amit jabang bayi. Bayanginnya aja gue ogah!" Anya memekik jengkel. Sangat kesal dengan candaan Amor.

"Lo lagi PMS ya Nyak? Biasanya lo kalo ejek-ejekan ama Artha nggak sampai sesensi ini…" Amor menyadari ada keganjilan pada Anya.

Anya menghela nafas panjang dan ia baru akan menceritakan keluh kesahnya saat Artha tiba-tiba menyeletuk, "keabisan pensil alis kali Moy." Makin membuat mood Anya anjlok. Raut wajahnya bahkan berubah seperti hendak mengunyah Artha dengan giginya. Namun mereda karena Amor membelanya.

"Diem lo Tha! Jangan bikin Anya bete terus," Amor menegur Artha cukup keras.

"Siap mommy!" Artha mengangkat tangan hormat.

"Dari pada lo godain Anya mulu, tolong belikan Anya minuman gih," pinta Amor kemudian.

"Siap!" Artha berdiri lalu tersenyum lebar pada Anya yang masih menatapnya dengan wajah sadis.

"Neng Anya mau babang beliin apa? Kiranti, beras kencur dingin atau gula asem?"

"Apa aja. Yang penting lo cepetan angkat kaki dari sini. Pliss kalo bisa belinya yang jauhan. Beli di Labuan Bajo juga boleh," sahut Anya ketus sambil mengibaskan tangan mengusir Artha.

"As you wish my lady..." Artha membungkuk sambil tersenyum dengan wajah usil. Sama sekali tidak marah dengan sikap ketus Anya.

Sosok Artha pun hilang di balik pintu.

Anya menarik nafas panjang, setelah mereka hanya berempat di kamar. Amor, kedua bayi kembarnya dan dirinya.

"Lo kenapa? Ada masalah apa?" Amor membuka suara, bertanya dengan nada lembut.

Anya duduk di tepi ranjang rumah sakit, lalu menatap si kembar yang tampak tenang di dalam box bayi di sisi ranjang Amor.

"Susah emang pura-pura di depan mommy kalian," gumam Anya sambil membelai lembut pipi salah satunya.

Amor terkekeh pelan. Bekas sayatan operasi caesar-nya masih terasa nyeri setiap kali ia nekat tertawa.

"Bokap gue mulai cari gara-gara deh," Anya mulai bercerita dengan nada kesal.

"Gara-gara kenapa?"

Anya menarik nafas lagi. Ia pun mulai bercerita.

***

Saat itu pukul satu pagi ia baru pulang dari Rumah Sakit Bersalin selepas menemani sang sahabat melahirkan.

Ia baru saja terlelap dan bermimpi indah kejar-kejaran manja dengan Lee Jong Suk di tepian pantai berpasir putih. Mimpi indah nan langka yang belum tentu bisa dialami oleh jutaan wanita di dunia ini!

Hingga ponselnya tiba-tiba menjerit di pukul dua pagi. Ia diseret secara paksa kembali ke dunia nyata. Meninggalkan Lee Jong Suk yang meraung patah hati atas kepergiannya.

Anya meraba nakas mencari ponselnya. Ditatapnya layar ponsel dengan mata masih setengah tertutup. Dari sang ayah.

Ada apa Ayah menelepon sepagi ini?

"Hallo Yah," jawab Anya dengan nada suara mengantuk.

"Assalamualaikum!" sahut sang Ayah terdengar kurang senang karena putrinya tidak mengucap salam sebagaimana mestinya.

Anya tersadar dan menjawab salam Ayahnya dengan suara tegas, "waalaikumsalam, Ayaaah!"

"Nak...maaf ya kalau ayah ganggu kau tidur."

"Ada apa ayah telpon jam segini? Nggak bisa nunggu ayam jago bangun dulu baru nelpon aku?"

Terdengar suara ayah tertawa. "Maaf ya bungsu ayah yang paling cantek. Habis ayah nggak bisa tidur kalau nggak segera bicara sama kau nak."

Anya menguap lebar-lebar hingga suaranya terdengar, "hooaaam....sepenting apa sampai Ayah tega rusak mimpi indah aku, Yah?"

Ayahnya tertawa lagi.

"Mimpi macam apa pula nak? Sekali lagi maaf ya nak."

"Mimpi kawen sama Kim Jong Un!" jawab Anya sekenanya sampai menyeret nama ditaktor Korea Utara berpipi tembem itu dengan seenaknya.

"Jeh...kau mau kawen beneran sama presiden pipi bakpao itu? Salah dikit kelar hidup kau nak. Nggak sampai tiga puluh menit umur kau jadi istrinya."

Helloooo Ayah....Aku cuma bercanda. Jangan serius kali lah!

"Udah deh Yah, si Jong Un jangan dibahas terus. Ayah mau ngomong apa sampai telpon sepagi ini? Hoaaaamm..."

"Nak..." Suara Ayah akhirnya terdengar serius. "Ada kawan Ayah mau kenalan sama kau."

What?! Gue nggak salah denger? Temen Ayah?

"Maksud Ayah apa?" Kantuk Anya mendadak hilang.

"Nak kau dah hampir tiga puluh. Kalau kau nggak ada calon sendiri, ayah kenalin ke kawan Ayah mau ya? Dari pada kau mengharapkan si Kim Jong Un. Beraaat dunia akhirat nak."

Anya terperangah tak percaya mendengarnya.

Kawan ayah? Gue mau dijodohkan dengan kawan Ayah? Itu berarti umurnya bisa jadi sebaya dengan ayah. Tega kali ayah mau jodohin gue sama Datuk Maringgih!

"Anya sudah ada calon sendiri yah!" Anya yang panik mencoba berdusta.

"Kalo gitu bulan depan ajak dia pulang. Kenalkan dia pada Ayah."

Anya langsung lemas. Siapa yang mau dia seret ikut pulang? Morgan Oey? Herjunot Ali atau Bambang pelatih fitness ganteng langganannya? Anya diserang panik seketika. Paranoid langsung merasuk ke otak dan hatinya. Dia jomblo! Sudah dua tahun jomblo! Bukannya tidak ada yang mau sama Anya, tapi Anya memang sedang malas menjalin hubungan serius dengan siapa pun.

"Tapi kau tetap akan ayah kenalkan ke kawan ayah. Siapa tahu kau berubah pikiran. Pilihan ayah pasti jauh lebih baik dari pada pilihan kau." Ayah tertawa di ujung kalimat. Tidak menyerah juga.

Sementara otak Anya masih berpikir keras.

Hohoho...lihat saja nanti, Yah. Anya tetap akan gagalkan rencana ayah!

***

"Gimana kalo Artha aja yang lo bawa pulang ke kampung?" usul Amor tiba-tiba dengan cepat setelah mendengar cerita Anya.

"Helleeew...." Anya memutar bola mata besarnya ke udara. "Demi kolor Pattrick. Stok laki-laki gue berjubel di contact list hape gue. Mendingan gue minta tolong ke mereka." Anya kesal dengan saran Amor. Namun sebenarnya ia tidak yakin.

Sepuluh dari teman laki-laki Anya, sembilan di antaranya sudah ia disfikualikasi. Lantas siapa lagi yang bisa Anya andalkan? Artha?

"Sorry ya kalo lama." Artha muncul dari balik pintu sambil menenteng kantong kresek berisi softdrink dan camilan ringan.

Anya mendengus kesal.

"Kok muka kalian pada tegang sih? Abis ngomongin gue yaaa?" Artha menuduh dengan percaya diri. Anya kembali memutar kedua bola matanya. Bertemu dengan Artha yang centilnya overload selalu membuatnya senam mata.

"Eniwei, sorry nih gue lama." Artha menunduk untuk mengaduk-aduk isi kantong kreseknya, mencari sesuatu.

"Gue kira lo beneran ke Labuan Bajo," tukas Anya dengan acuh tak acuh.

"Niatnya sih gitu. Tapi gue malah nemuin minimarket deket-deket sini. Mana pramuniaganya cantik banget lagi! Mirip kayak Raline Syah. Gue nggak tahan, jadi gue ajak kenalan deh." Artha bercerita dengan bangganya.

Anya senam mata lagi.

Dasar playboy cap kodok!

"Nih buat lo Nyak." Artha tiba-tiba mengulurkan minuman kaleng isotonik dingin yang telah ia buka tutupnya pada Anya.

"Lo galak kalo lagi kekurangan cairan," katanya sembari memamerkan senyum lebarnya yang sebenarnya manis. Nyamuk, cicak dan lalat saja langsung jatuh kalau Artha tersenyum.